Bab 14. Ya udah..

479 66 2
                                    

Ini kenapa tangannya pake acara genggam genggam gini sih. Kan aku jadinya salting. Aku kalo udah salting bukannya malah diem tapi makin nyerocos gak berhenti. Itu tadi apaan? Dia suka sama aku. Ah yang bener.. boong kali dia.
Sudah dari tadi aku bermonolog dalam hati. Otak dan hatiku dari tadi sudah perang dunia ketiga.
Antara lemot, gak percaya, gak ngeh dan gak ngudeng dan gak ng ng lainnya. Ini dia lagi ngerjain aku kan..

"Dinda sama ofik sampe jam berapa jingga?"

......

Jemari biru dijentikkannya di depan wajahku membuat aku kaget.

"Hey... bengong kamu?"

"Hah.. apaan?"

"Dinda sama ofik sampenya jam berapa?"

Aku melihat jam tanganku sekilas. Sebelum menjawab pertanyaan biru.

"Dari tiketnya sih jam 6 gitu. Sekarang baru jam 4an."

"Ya udah kita otw stasiun aja lagi.
Dari sini sejaman kalo gak macet dijalan. Paling kalo keawalan nyampe kita nunggu di mobil aja. Gimana?"

"Aku ngikut aja deh."

Biru melajukan mobilnya ke arah stasiun Bandung. Tadi setelah makan siang Biru memang langdung membawaku ke klinik terdekat. Dia ngotot kalo luka lukaku harus dibersihkan supaya gak infeksi. Kakiku yang terkilir pun sudah dibebat dengan perban. Dokter memberiku obat pereda nyeri dan menyarankan aku untuk ke ortopedi untuk pemeriksaan lanjutan. Memastikan saja bahwa tidak ada yang berbahaya.

Aku kembali memandang kedua telapak tanganku yang luka. Bajuku yang kotor sudah tidak aku perdulika. Lagi. Kedua lututku yang tergores menyisakan perih. Besok pasti aku bakalan susah bangun. Aku sedikit mencuri pandang ke arah Biru yang saat ini sedang fokus menyetir.

Biru kenapa ya? Kesambet apa?
Sumpah sejak di floating market tadi sampe sekarang tingkahnya aneh banget. Itu muka sejak kapan sih jadi ganteng gitu. Ini pasti efek liat dari samping gini. Atau efek dari tingkah dia yang aneh bin ajaib hari ini. Duh gawat.. aku belom siap kalo diinterogasi sama si dinda.

"Pasti mukaku ganteng banget ya ga?"

Mendengar pernyataan yang super pede dari biru, aku pun langsung tersadar dari lamunanku dan menyolot.

"Ganteng dari hongkong!"

"Abisnya kamu fokus banget liatin aku dari tadi. Naksir ya kamunya?"

"Apaan sih.. eh.. bawa mobil tuh fokus. Ntar nabrak."

"Iya.. iya.. ini fokus kok."

Aku pun kembali terdiam, tidak tau harus membahas apa.

"Jadi ga.. aku masih ditolak nih?"

"Bahas apaan sih? Gak ngerti akunya."

"Hmmm.. gak ada harapan emang ya walaupun dikit buat aku?"

Aku kembali diam tidak menanggapi ocehannya. Pertanyaannya itu bersifat menjebak. Dijawab ada ntar dia kegeeran. Dijawab gak ntar akunya dibilang munafik. Argh..

Biru tiba tiba tertawa membuat aku semakin salah tingkah.

"Kamu kenapa Bi?"

"Gak.. lucu aja."

"Apanya yang lucu?"

"Kamu. Kamunya yang lucu tau."

Tangannya mencubit pipiku dan itu sakit.

"Apaan sih bi.. sakit tau."

"Biarin sakit.. biar kamu cepet sadar."

"Emangnya aku kenapa?"

and The Story Goes #Wattys2019 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang