16

2.5K 432 51
                                    

Guanlin menatap layar ponselnya yang sejak lima jam yang lalu tak lepas dari genggamannya. Sosok Felix lah yang membuatnya betah menatap layar ponselnya. Guanlin khawatir. Karena tak biasanya Felix tak memberinya kabar seperti sekarang.

Felix bahkan hampir setiap menit mengiriminya pesan. Entah pesan penting atau sekedar mengganggu Guanlin. Tapi kini, si mungil itu seperti menghilang. Guanlin sampai curiga, pacarnya punya hobi baru yaitu bersembunyi darinya.

"Gimana, Lin? Felix udah ngabarin?" Luhan meletakan segelas jus jeruk untuk putranya.

"Belum, Ma. Dia ngabarin Mama nggak?"Tanya Guanlin.

Luhan menggelengkan kepalanya. Ia tak bisa tak ikut khawatir pada Felix. Baginya, Felix bukan sekedar pacar anaknya. Tapi Felix sudah seperti putranya sendiri. Dan Luhan sangat bersyukur Guanlin mendapatkan Felix sebagai pendampingnya. Bahkan Luhan setiap hari berdoa agar Guanlin dan Felix tak akan pernah terpisah sampai mereka menua bersama.

"Kamu udah ngehubungin temen-temennya, Lin?" Tanya Luhan.

"Udah, Ma. Kata mereka, Felix bahkan bolos kuliah dari pagi" Guanlin menghela nafas panjang. Dadanya terasa sesak oleh rasa khawatirnya pada Felix.

Luhan mendekatkan gelas jus jeruk buatannya pada Guanlin. Ia tau putranya sangat mengkhawatirkan pacarnya yang masih tak bisa dihubungi sejak 5 jam yang lalu.

"Ma, aku ke kosnya aja deh, Ma. Mama nggak papa aku tinggal sendiri?" Guanlin memakai jaketnya serabutan. Di kepalanya hanya ada Felix saat ini.

"Nggak papa. Nanti mama telfon Papa buat jemput Mama. Kabarin Mama ya, Lin kalo udah ketemu Felix" Luhan menepuk pundak anaknya, menenangkan Guanlin.

"Iya, Ma. Guanlin pamit dulu" Guanlin menyempatkan diri mencium pipi Luhan sebelum berlari ke luar kafe, ke arah mobilnya terparkir.

"Kamu kenapa, sih, Lix?" Tangan Guanlin sampai terasa bergetar saat memasukan kunci mobilnya.

Ia hanya berharap satu hal, Felix baik-baik saja.

***
**
*

"Berhenti disini aja, kak" Felix menunjuk halte bus didepan gang kos nya.

Chan menurut. Tangan Chan menarik stir mobilnya hingga mereka tepat berhenti disisi halte bus yang sepi. Felix tak langsung turun setelah mobil Chan berhenti. Tangan mungil Felix saling meremat, menandakan si manis itu sedang menahan perasaannya.

"Makasih banyak ya, Lix. Walau cuma 3 bulan, tapi berati banget buat aku. Kamu kenangan terbaik yang nggak akan pernah aku sesali. Makasih, Felix" Chan menggeggam kedua tangan Felix di atas paha si manis itu.

"Maaf kak" Felix menundukan kepalanya saat ia rasa pelupuk matanya mulai berair.

"Bukan maaf. Tapi terimakasih" Chan mengelus surai karamel Felix dengan lembut. Untuk terakhir kalinya.

"Sana masuk! Guanlin pasti udah nunggu di kos kamu" Chan membantu Felix melepaskan sabuk pengaman yang melilit Felix.

"Makasih kak Chan" ucap tulus Felix sebelum ia keluar dari mobil Chan.

Chan masih mengamati punggung Felix yang berjalan menjauh dari mobilnya. Bahkan saat Felix berbelok ke gang kosnya, Chan masih diam ditempatnya. Ia ingin sedikit lebih lama berada di jarak yang dekat dengan Felix untuk terakhir kalinya. Karna setelah ini, ia akan memutuskan menghilang tanpa bekas dari lelaki yang ia cintai itu.

"Selamat tinggal Felix. Aku sayang kamu"

***
**
*

Guanlin merentangkan tangannya saat melihat Felix yang berjalan perlahan mendekat padanya. Ia lega. Sangat. Setidaknya, Felix pulang. Dan Guanlin tak perlu menunggu lebih lama lagi untuk Felix datang.

Felix menubrukan badan mungilnya pada pelukan hangat Guanlin. Tangan mungil Felix memeluk erat pinggang Gualinnya. Hidung mungil Felix mengendus wangi tubuh Guanlin yang selalu terasa menenangkannya.

"Kamu pulang" bisik Guanlin. Tangannya mengerat memeluk tubuh ringkih pacarnya yang seharian ini membuatnya kelimpungan kesana kemari.

"Gu" Felix menggigit bibir bawahnya sendiri.

"Hm?" Guamam Guanlin yang menyamankan pelukannya pada Felix.

"Gu, aku selingkuh. Maaf"

Tes!

Felix mengeratkan lagi rangkulan tangannya di pinggang Guanlin. Wajahnya yang sudah mulai basah ia tenggelakan didada Guanlin. Felix sudah memutuskan. Ia akan jujur pada Guanlin. Jika pun Guanlin marah bahkan memutuskannya, Felix akan terima dan perlahan menghilang dari lelaki yang sangat dicintainya andai Guanlin meminta. Karna Felix tau. Ia salah. Ia sudah mengkhianati Guanlin. Ia mengkhianati rumahnya.

"Aku tau"

Felix menarik wajahnya dari dada Guanlin. Ia tak bisa menahan rasa terkejutnya mendengar ucapan Guanlin.

"Gu?"

"Nggak papa. Selama kamu tahu tempat mu pulang, aku nggak papa" Guanlin menangkup pipi Felix yang basah lalu mengelusnya lembut.

Bibir Guanlin menyunggingkan senyum hangatnya, meyakinkan Felix jika tak akan ada yang berubah diantara mereka. Bahkan tidak sedikitpun.

"Hiks..." Felix mulai terisak.

Dosa Felix bertambah. Ia seperti berselingkuh didepan lelaki yang dicintainya itu.

"Ssstt... Fel, dengerin aku!" Guanlin menangkup kedua pipi Felix, mengarahkan agar kedua pandangan mata mereka bertemu.

"Tolong jangan berniat pergi atau ninggalin aku ya, Fel. Aku ini rumah kamu. Dan kamu itu rumah aku. Kita bersama bukan hanya sekedar untuk berbagi kasih. Tapi berbagi dunia juga. Aku sayang kamu Fel. Dan aku harap kamu juga sayang aku.."

"Aku sayang kamu, Gu" Felix menarik pinggang pacarnya untuk ia peluk lagi.

"Mana mungkin aku nggak sayang kamu. Tapi, apa aku masih pantas jadi rumah kamu? Setelah apa yang udah aku lakuin?" Felix kembali menatap wajah Guanlin, mencari jawaban jujur dari pacarnya.

"Kamu dunia aku, Fel. Nggak mungkin kamu nggak pantas jadi rumah aku. Kemanapun kamu pergi, sama siapapun kamu pergi, cukup pastiin kalo kamu akan kembali pulang" Guanlin menarik lembut wajah Felix lalu menyematkan kecupan lembutnya di kening Felix.

"Gu, maafin aku. Dan tolong percaya kalo aku nggak akan pergi kemanapun dari rumah ku. Aku nggak akan pergi kemanapun selain sama kamu. Tolong genggam tangan aku saat aku lupa arah ya, Gu" ucap Felix.

Guanlin tersenyum lembut mendengar ucapan Felix. Ia lega. Ia tak harus kehilangan rumahnya. Dan ia berjanji akan menjadi rumah yang nyaman untuk Felix, agar lelaki yang dicintainya itu tak perlu mampir ke rumah lainnya.

"Tentu, Fel. Aku cinta kamu"

"Aku cinta kamu, Gu"

Felix menarik tengkuk Guanlin, mempertemukan kedua belah bibir mereka untuk saling beradu. Felix yang pertama menggerakan bibirnya. Ia menyesap lembut bibir Guanlin. Guanlin melingkarkan kedua tangannya di bawah paha Felix lalu mengangkat pacarnya ke atas agar Felix tak kesusahan menciumnya.

"Gu"

"Hm?"

"Kamu nginep kan?"

***
**
*
*TBC*

THE LITTLE THINGS {END🍬}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang