9.

2.3K 83 5
                                    

9.

Kepercayaan diibaratkan sebuah bola kristal, jika retak, tak akan utuh seperti semula.

***

Nasi bungkus yang sudah habis itu dibuang ke tempat sampah. Daniel bangkit dari posisi duduknya, menepuk-nepuk bokongnya. Dean dan Gio mengikuti.

Beruntung sekali tadi pagi, setelah dari kantor polisi -karena kasus tawuran Daniel dan yang lainnya dibawa ke kantor polisi diinterogasi -pagi tadi mereka baru pulang dan bertemu dengan Liza.

Awalnya Liza terkejut mendapati Daniel dkk yang wajahnya babak-belur, jadi, karena simpati, Liza membantu mereka serta memberi nasi bungkus miliknya.
Kalau tidak ada Liza mungkin mereka dikira orang gila!

Daniel tersenyum. "Sekali lagi. Makasih, banget, Liz, lo udah bantu kita."

"Iya kak, sama-sama." Liza mengangguk.

Gio menyerobot Daniel supaya dapat berhadapan dengan Liza. "Lo emang baik. Beruntung gue punya adik kelas kayak lo. Boleh gak, gue minta nomor hpnya?"

Melihat itu membuat Daniel menoyor kepala Gio. "Playboy lu!" Lalu beralih melihat Liza yang tersipu malu. "Udah gak usah digubris. Biasa buaya darat."

"Yuk, ah, kita pulang," ajak Dean.

"Kalian pulang duluan, aja. Gue ada perlu sama Liza," tolak Daniel.

"Bilang, aja, lo mau modusin dia; mau ngajakin pulang." Gio menyahut, matanya berkedip sebelah ke arah Daniel.

"Itu, sih, lo!" seru Daniel. "Mending pulang sana, kasian mak lo berdua nyariin."

Dean menyeret Gio, mengajak pulang. Sebenarnya Gio masih betah berada di dekat Liza, tapi gara-gara Dean, akibatnya Gio menahan bulat-bulat keinginan untuk ada di dekat Liza.

Saat Dean dan Gio tidak ada di sana, Daniel mengajak Liza pergi ke suatu tempat. Liza menurut meski bingung.

Ketika sampai ditempat yang Daniel maksud, Liza malah tambah bingung. Kenapa dia diajak ke toko buku?

Daniel menatap toko buku di depannya sebelum menatap Liza. Dia menarik tangan Liza untuk masuk ke dalam toko tersebut.

"Gue minta bantuan untuk nyariin novel. Terserah genre apa, asal jangan fantasi atau action." Daniel meminta bantuan dengan penuh permohonan. Seraya melipat kedua tangan di dada.

"Emangnya buat siapa? Novelnya?" tanya Liza, bingung.

"Buat Kath," jawab Daniel. Liza mematung di tempatnya berdiri. Sedetik kemudian Liza menormalkan gerak-gerik tubuh dan yang pasti mimik wajahnya. "Gue ada salah sama dia. Jadi, sebagai tanda maaf, gue beliin novel buat dia."

"Oh," ucap Liza sekenanya.

"Kalo lo suka novel, beli aja. Nanti biar gue yang bayarin." Daniel berjalan menjauh. Mencoba melihat-lihat buku di rak yang berjejeran rapi.

Aku gak suka novel, tapi aku suka kakak. Liza membatin seraya mencari novel ber-genre teenfiction.

Satu novel dia ambil, membaca judulnya, tersenyum getir saat tahu judul novel itu mewakili perasaannya. Cinta Bertepuk Sebelah Tangan.

Setengah jam mereka habiskan untuk mencari novel. Akhirnya satu novel ber-genre romance dipilih untuk dikasih ke Kath. Sedangkan Liza tidak niat untuk membeli novel, meskipun dibayari Daniel.

Keduanya menunggu taksi di depan toko buku. Sambil menunggu, Liza mengajak Daniel mengobrol, topik apapun itu, asalkan Liza bisa mengobrol dengan cowok itu.

Sekitar lima menit menunggu, taksi datang, Daniel menyuruh Liza untuk menggunakannya. Daniel mengalah, hendak mencari taxsi lain tapi, Liza memaksanya untuk naik taxsi bersama. Alasannya supaya irit uang.

Akhirnya Liza dan Daniel pulang bersama. Duduk di jok belakang, bersama Daniel, Liza menahan cengiran.

***

Malam membosankan bagi Kath. Dia termenung di blakon kamarnya. Menatap bintang-bintang bergantungan di langit hitam. Setelah setengah hari dia mencari Daniel, akhirnya dia bertemu juga. Saat perjalanan pulang ke rumah, Kath melihat Daniel di depan toko buku. Yang membuat dia marah adalah saat Daniel berduaan dengan Liza.

Api cemburu membakar hatinya. Tak menyangka akibat pertengkaran itu membuat Daniel dekat dengan wanita lain, Liza. Hubungan mereka masih terjalin, belum ada kata 'putus' tapi secepat itu Daniel meninggalkannya.

Ponsel dalan genggaman Kath, berbunyi. Nama Daniel terpampang di layar ponsel.

Kenapa kamu masih hubungin aku? tanya Kath dalam hati.

Kath mematikan panggilan itu dan menonaktifkan ponselnya.

Pintu kamarnya diketuk, dia berjalan ke sana untuk membuka pintu. Ryan berdiri di sana sambil memasukkan kedua tangan ke dalam saku.

"Ada tamu nyariin lo," ucap Ryan, wajahnya seperti habis bangun tidur.

"Siapa yang ke sini malem-malem?" tanya Kath penasaran.

"Hantu," jawab Ryan. Kath mendelik. "Ya, orang lah, udah sana, kasian dia nungguin lo. Gue mau ngelanjutin tidur gue yang terganggu."

Lalu Ryan berjalan ke kamarnya.

"Dasar kebo!" maki Kath langung turun ke bawah menemui sang tamu.

"David!" Kath terkejut mendapati David duduk di sofa ruang tamu. David menoleh dan tersenyum. "Kamu ada perlu apa ke sini?" tanya Kath sembari duduk di sofa depan David.

David saat itu nampak tampan. Dia memakai baju kotak-kotak berwarna hitam dan merah dibiarkan terbuka memperlihatkan kaos putih. Celana jeans dan sepatu sneakers putih menambah aura ke-tampanannya. Untuk urusan rambut, David memponinya ke samping.

"Mau ngajak kamu ke suatu tempat," jawab David misterius.

"Hah? Kemana? Ini udah malem lho."

"Gak jauh-jauh, kok, sebelum jam sepuluh kita pulang."

"Oke. Boleh. Tapi aku ganti baju dulu."

David mengangguk.

Kath pergi ke kamarnya untuk berganti baju. T-shirt putih bertuliskan 'i hate you' dan celana jeans membaluti tubuh Kath. Rambut blondenya dibiarkan tergerai. Sederhana penampilannya tapi sudah membuat David terpanah.

Mereka pergi menggunakan mobil sport warna merah milik David. Mobil itu melaju ke jalan raya, menyeruak jalanan lengang.

Possessive Girl (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang