17.
Cewek itu susah dimengerti.
***
Kath memikirkan jawaban yang baik ke depannya nanti. Tapi, Kath bingung harus memilih Daniel atau David?
Jika Kath memilih Daniel resikonya sama saja ia membawa kesedihan disisa hidup David. Sedangkan ia memilih David, ia harus menjauh Daniel, belakangan ini Kath sudah baikkan dengan Daniel. Tidak mungkinkan ia menjauhi Daniel. Ah, itu dua pilihan itu tidak bisa Kath pilih.
"Aku mohon Kath. Terima permintaanku," mohon David memegang tangan Kath.
"Bisa gak pilihan aku harus menjauhi Daniel dihapusin. Aku tetep di samping kamu tapi jangan suruh aku buat jauhin Daniel," sergah Kath, menolak dengan halus.
Kath tidak ingin menyinggung atau melukai hati David.
"Apa kamu bisa selalu di sampingku terus sedang kamu masih sama Daniel. Karena yang kutahu saat kamu bersama Daniel kamu lupa denganku." Perkataan itu menyentil hati Kath. David memegang tangan Kath lebih erat. "Aku mohon... Ini juga sebagai balas budi karena kamu gak nepatin janji buat nganterin aku cuci darah." Lagi. Perkataan itu membuat Kath jadi merasa bersalah.
Kath mengangguk. "Iya." Kelu sekali bibirnya saat mengucapkan itu. Sumpah demi apapun Kath merasa bersalah pada Daniel karena menjauhinya.
"Satu lagi, Kath. Jangan beritahu ini ke Daniel."
***
Andita menatap temannya yang sedang melamun. Ditepuknya pundak Kath. Kath terkejut, mengusap dadanya.
"Jangan ngelamun nanti kesambet, lho." Andita mengingatkan.
Bel istirahat sudah tiba. Tinggal mereka berdua di dalam kelas. Andita ingin ke kantin tapi Kath tidak mau diajak ke kantin jadi Andita memilih duduk bangku bersama Kath.
Kath membalas dengan senyum simpul.
Kath langsung menelungkupkan kepalanya di atas lipatan tangan. Samar-samar terdengar suara tidak asing memanggil namanya. Kath mengangkat kepala.
"Hai!" sapa Daniel tepat di depan bangku Kath. Kath terkejut dengan segera menormalkan mimik wajahnya. "Nyenyak banget tidurnya. Kemaren malem ngapain, aja?"
"Berarti kamu bisa menjauhi Daniel?"
Kalimat itu datang tanpa aba-aba. Membuat rasa bersalah menelusup dalam sanubari Kath.
Acuh tak acuh Kath malah mengajak Andita pergi ke kantin. Padahal waktu diajak Andita ke kantin, Kath menolak. Andita jelas heran melihat sikap sahabatnya.
"Aku gak diajakin, nih?" tanya Daniel.
"Punya kaki, umur udah enam belas, bisa ke kantin sendiri, kan?" Tanpa menunggu jawaban dari Daniel, Kath melenggang. Di tempat Daniel berdiri, ia mengerutkan dahi, bingung.
"Kath kenapa, ya?" Daniel berpikir sejenak. Karena tak kunjung mendapat jawaban dari hiperbolisnya, Daniel mencoba menanyakan itu ke Kath.
Daniel menghampiri Kath ke kantin.
Di meja kiri samping tembok adalah tempat duduk Kath dan Andita.
"Lo ada apa? Perasaan gue lihat tadi lo ngelamun dan bersikap aneh ke Daniel?" tanya Andita menyuapkan bakso bilatnya ke dalam mulut.
Bakso dalam mangku Kath masih belum disentuh. Nafsu makannya hilang sejak di Rumah Sakit tadi. "Gue gak ada apa-apa. "
"Beneran?" tanya Andita sekali lagi.
"Hm."
Tiba-tiba bakso milik Kath ditarik ke sisi samping oleh seseorang. Kath menoleh, ternuata itu Daniel. Cowok itu melahap baksonya.
"Dita, gue langsung balik ke kelas. Ini uang buat bayar bakso gue." Kath memberi uang sepuluh ribu, Andita menerima.
Daniel merasa kalau Kath menghindar darinya. Cepat-cepat Daniel memegang tangan Kath.
"Kamu kenapa hindarin aku? Aku ada salah sama kamu?" Daniel tidak memakan bakso lagi, tidak acuh, saat itu hanya Kath titik fokusnya.
Sebisa mungkin Kath menahan air matanya agar tidak jatuh. Dalam hati ia membodohi tindakannya. "Lepasin gue!" berontak Kath melepas genggaman Daniel.
Genggaman itu terlepas dan Kath menghindar sejauh mungkin. Ya. Dia harus ke toilet, tidak jadi ke kelas, dia ingin menangis di sana.
***
Arleta duduk di kelas sendirian setelah teman-temannya pergi ke kantin. Hari itu Arleta memikirkan perkataan Ibunya yang meminta restu. Ibunya akan menikah dengan Papa Kath. Tidak mungkin Arleta menolak, sama saja itu melukai hatinya. Tapi kalau ia menerima, ia akan menjadi saudara Kath. Musuhnya sejak kelas sepuluh.
Kebencian dalam hati Arleta belum hilang. Dia tetap benci Kath meskipun dulu Kath menjelaskan hal yang tak ingin dipercayai Arleta. Kath juga sempat minta maaf. Arleta tidak memaafkan, karena percuma saja memaafkan seseorang tapi dalam hati memendam dendam.
Arleta tetap membenci Kath meskipun nanti menjadi saudara tirinya.
***
"Ini roti buat Kakak." Liza memberi roti untuk Daniel. Dengan lemas Daniel menerima, menatap roti itu lantas mengansurkan pada Gio dan Dean.
"Wah, dapat roti dari Ayang Liza. Pasti enak, nih, buatan Ayangku," puji Gio membuka bungkus roti itu.
Liza mendengus. "Rotinya beli di kantin, Kak. Bukan buatanku."
"Oh...." Gio malu banget. Sudah tahu rotinya dibungkus yang ada nama roti dan macam komposisinya. Tapi tetap saja Gio melahap roti itu dengan ganas.
"Niel, Liza jangan dicuekin. Tuh, ajak ngobrol." Dean menyuruh Daniel untuk mengajak Liza mengobrol. Daniel tidak menanggapi malah sibuk memikirkan perubahan Kath padanya.
"Gakpapa, Kak Dean. Aku juga mau balik ke kelas, kok." Sekilas Liza melirik Daniel duduk bersandar pada batang pohon. "Dah."
Liza beranjak dari sana. Gio membalas ucapan 'Dah' dikasih embel-embel 'Ayang Liza' di belakangnya.
"Ada masalah apa lo, Niel?" tanya Dean sambil mencomot rotinya.
Daniel menjawab, "Kath hari ini aneh. Tiba-tiba aja dia menghindar. Gue jadi bingung salah gue apa?"
"Cewek mah gitu, susah dimengerti," sahut Gio membuang bungkus roti di sembarang tempat.
Gio itu salah satu spesies yang suka mainin cewek dan jorok pula.
"Gini, aja, mending lo coba deketin Kath. Tanya dia baik-baik mungkin ada sesuatu yang coba dia sembunyiin dari lo." Daniel manggut-manggut mendengar perkataan Dean. "Semakin dia menghindar, lo tetep deketin dia. Sebisa mungkin lo ada di saat dia butuh, walau dia gak bilang kalau dia butuh elo."
***
Pulang sekolah Kath menjenguk David di Rumah Sakit. Membawa buah-buahan. Di sana ia hanya berkunjung sebentar, mengobrol ringan dengan David, lalu pulang.
Sesampainya di depan rumah, Kath melihat mobil asing di teras. Siapa orang yang bertamu ke rumahnya?
Kath masuk ke dalam rumah, terkejut mendapati orang yang tidak ingin ia temui duduk di ruang tamu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Possessive Girl (Completed)
Teen Fiction"Kamu lagi di mana?" "Sama siapa?" "Sama cowok ato cewek?" "Udah makan belom?" "Jam 7 harus jemput aku! Ok!" Pertanyaan beruntun dari sang kekasih membuat Daniel merasa jengah. Daniel Padilla memang ingin memiliki pacar yang posesif. Namun tak poses...