10.

2.7K 99 0
                                    

10.


Hawa dingin merasuk ke dalam pori-pori. Udara segar seperti di puncak menambah kedinginan. Kath memeluk tubuhnya lebih erat seolah menghalau dinginnya malam. Di samping, David menatap ke depan sambil meminum coca cola.

Sebuah ruko berlantai dua dengan lantai atas yang sepenuhnya belum jadi -seperti sebuah rooftoop. Ruko itu beberapa bulan lalu masih dipakai tapi entah apa penyebabnya bulan kemarin ruko itu tidak dipakai lagi. Karena jalan menuju rumahnya melewati ruko itu, David sering menyempatkan diri ke sana, baginya ruko ini tempat ternyaman.

"Kenapa kamu suka ke sini?" tanya Kath.

David menghembuskan nafas, pelan. "Tempat ini sunyi. Jauh dari keramaian dan..., nyaman. Itu yang buat aku suka."

"Kamu introvert, ya? Tapi, kok, sering ke kedai ice gream. Di situ 'kan rame, lho," cercah Kath.

Senyum David menyembul dibuatnya.

"Di keramaian bukan berarti aku merasa ada di sana. Jauh, Kath, seperti bulan yang dikelilingi planet-planet. Aku tetap merasa sendiri." David menjelojorkan kakinya ke depan. Coca colanya tidak dingin tetap dia minum.

Dari dulu, sejak David masih kecil tak memiliki teman. Hanya keluarganya-lah teman satu-satunya. Penyakit yang dia derita membuatnya tak percaya diri.

David berpikir, hidupnya tidak akan lama, dia tidak ingin memiliki teman. David suka menyendiri, menyimpan masalahnya sendiri tanpa orang lain tahu tapi, saat papanya selalu bertanya masalah yang dia hadapi.

David tidak bisa berbohong, dia akan menceritakannya. Menurutnya papanya adalah pendengar yang baik. Itu dulu. Ketika papanya masih bersama mamanya.

"Pasti ada sesuatu yang membuat kamu jadi seperti ini?" Kath mengerut melihat David. Ingin mendengar jawaban dari cowok itu. "Kamu boleh cerita, Dav."

Akankah dia bercerita pada Kath. Tentang semuanya. Tapi dia takut setelah menceritakan semuanya, Kath akan menjauh. Dia tak ingin itu terjadi, Kath adalah seseorang yang membuat dunianya berubah.

"Aku bakal cerita, tapi janji. Setelah kamu tahu, kamu jangan jauhin aku."

Meski bingung dengan perkataan David, dia mengangguk.

"Aku didiagnosa menderita penyakit gagal ginjal."

Deg

Mendengar itu, Kath terkejut. Hatinya merasa iba. Cowok sekuat dan setegar ini menderita gagal ginjal?

"Setiap seminggu sekali, aku rutin cuci darah," ucap David. Memberi jeda lalu melanjutkan. "Kalo lagi cuci darah sering dianterin bokap-nyokap. Dulu suka banget waktu mau cuci darah, Orangtua lebih mementingkan aku daripada pekerjaannya. Tapi... sejak bokap berpaling dari nyokap, dan pergi dari rumah. Aku jadi males kalo cuci darah."

David tertawa garing. Dalam tawanya terselip kerinduan dan kesedihan.

"Supaya gak malas, lagi, aku yang nemenin kamu cuci darah," kata Kath tiba-tiba.

David terkejut. Apa benar yang dikatakan Kath tadi? Dia ingin mengantarnya cuci darah?

Dalam hati, David berteriak gembira. Setiap cuci darah dia akan ditemani cewek yang dia suka. Ini benar-benar mukjizat terbesar dari Tuhan.

"Boleh. Gak masalah."

"Pokoknya kamu harus sabar. Kamu harus percaya, Dav. Setitik cahaya akan hadir digelapnya ruang. Hujan turun akan hadir pelangi. Air mata jatuh akan hadir tawa." Kath berucap dengan senyuman termanis yang belum pernah David lihat.

Saat aku kehilangan orang yang aku sayang -Papa- Tuhan, dengan baiknya, ngirim kamu, ucap David dalam hati.

"Semisal kamu punya masalah. Kamu bisa datang ke sini." David memberi solusi. "Ini bukan tempatku lagi, tapi tempat kita."

***

Kepulangan Kath disambut seseorang. Orang itu duduk di atas sepeda, kakinya bertumpu pada setir motor.

Saat Kath dan David keluar dari mobil, cowok itu menurunkan kakinya. Berjalan ke arah Kath. Menatap tajam bagai laser.
Perlu kau tahu, saat itu juga, Kath meneguk ludahnya bulat-bulat. Pun rasanya dia ingin musnah dari muka bumi ini. Bila diberi satu permintaan, Kath ingin, saat itu, dia panggil Ryan untuk segera masuk supaya dia tidak berhadapan dengan cowok itu. Tapi nyatanya, mustahil.

Jarak antara Cowok itu dan Kath terpaut satu langkah. Masih menatap tajam dengan napas beratnya cowok itu berkata;

"Kita. Putus."

Dua kata yang diucapkan penuh penekanan. Novel dalam genggamannya jatuh ke atas aspal. Acuh tak acuh cowok itu berbalik, menaiki motor, menyalakan mesin dan motor itu melaja secepat flash.

"DANIEL!!!" teriak Kath, parau.

Seseorang pergi meninggalkan kita tanpa mendengar penjelasan adalah kesalah pahaman terbesar dalam sebuah cinta.

Sedetik, kata belum terucap. Puing-puing harapan sirna tanpa bekas.

Sekeras suara halilintar atau petir menyahut, dia tidak menoleh.

Membiarkan emosi menguasai diri, membaur dalam api cemburu, lalu semuanya berakhir dalam dua frasa.

Possessive Girl (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang