Ditya POV
Kak Arthur berusaha membujuk gue supaya mau nelfon Dela sekarang juga. Ya, saat itu gue bener-bener ragu. Mengingat Kak Arthur yang keliatannya juga suka sama Dela. Gue takut bikin dia sakit hati. Apalagi, dia kakak gue sendiri.
"Udah dit, lo tenang aja. Yakin deh sama gue. Gue rasa Dela sukanya sama lo bukan sama gue. Jadi, lakukan aja sesuai rencana gue." Ucap Kak Arthur sekali lagi, untuk meyakinkan gue.
Gue hanya bisa diam untuk saat ini. Gue takut, kalo ternyata gue bikin keputusan yang salah.
"Kak, tapi serius lo nggak apa-apa?" Akhirnya, gue memutuskan untuk bertanya kepada dia.
Kak Arthur tersenyum sambil mengangguk. Gue pun dengan tanpa ragu langsung mencari kontak Dela di HP gue. Lalu, segera menelfonnya. Ketika gue menoleh ke arah samping kanan gue, udah nggak ada Kak Arthur disana. Ya, mungkin dia sedang menjalankan rencana selanjutnya. 10 detik kemudian, Dela mengangkat telfonnya. Gue bener-bener gugup sekarang.
"Halo." Terdengar suara Dela di telfon. Gue bener-bener nggak tau mau ngomong apa sekarang, pikiran gue tiba-tiba nge-blank.
"Del." Dan hanya itu kata yang mampu gue ucapkan.
"Ya?" Balas Dela, gue rasa dia sekarang lagi bingung, ketahuan dari nada bicaranya.
"Lo lagi ngapain?" Tanya gue, sumpah itu bukan kalimat yang mau gue omongin sekarang. Gue terus-terusan merutuki diri gue sendiri. Ada hening beberapa saat. Lalu,
"Ini Ditya kan?" Kali ini suara Dela terdengar ragu. Gue juga bingung kenapa dia tiba-tiba menanyakan hal tersebut. Padahal udah jelas-jelas yang lagi telfon sama dia kan gue.
"I-iya." Jawab gue berusaha untuk menutupi kebingungan gue. Selanjutnya, pikiran gue benar-benar nge-blank. Gue sampai lupa tujuan gue telfon dia untuk apa. Dela pun entah kenapa juga diam. Gue makin bingung sekarang.
"Kalo lo nggak mau ngomong lagi, gue tutup." Ucap Dela tiba-tiba, yang tentu saja mengagetkan gue. Entah kenapa, saat itu aja gue langsung ingat apa tujuan gue telfon dia. Gue menghembuskan napas sebentar lalu berkata, "Gue sayang sama lo. Will you be my girlfriend?"
Selanjutnya, gue langsung diam. Nggak tau mau ngomong apa lagi. Gue khawatir dia akan nolak gue. Tapi, gue berusaha untuk positive thinking. Ketika gue mau ngomong lagi, tiba-tiba telfon diputus secara sepihak oleh Dela. Gue agak nggak yakin mau melanjutkan rencana gue yang selanjutnya, yang udah disusun sama Kak Arthur. Namun dengan yakin, gue langsung mengemasi gitar gue yang tergelatak begitu saja di atas ranjang.
Sesampainya di depan rumah Dela, gue berusaha untuk menghilangkan kegugupan gue. Gue disambut sama Kak Daniel di ruang tamu.
"Dit, cepetan siap-siap. Bentar lagi lampunya mau gue matiin." Ucap Daniel dengan antusias.
"Eh Ditya? Udah nyampe ternyata." Ucap Kak Arthur yang sepertinya baru saja keluar dari taman.
"Iya, kak." Jawab gue sambil tersenyum.
Lalu, lampu ruang makan yang letaknya agak jauh dari ruang tamu dimatikan oleh Arthur, begitu juga lampu yang ada di gazebo. Gue dengan langkah pasti berjalan menuju ruang makan dengan harapan tidak akan menimbulkan kegaduhan yang bisa jadi membuat Dela curiga. Gue rasa Kak Daniel dan Kak Arthur sedang menunggu di ruang tamu. Gue pun langsung duduk di salah satu kursi ruang makan yang letaknya membelakangi taman rumah Dela. Gue udah siap dengan gitar yang ada di tangan gue sekarang.
Gue dengar, Dela udah mulai teriak-teriak nggak jelas sekarang. Dia bahkan sekarang sedang menyebut-nyebut nama Kak Daniel dan Kak Arthur dengan kesal. Suara Dela mulai terdengar jelas di telinga gue. Sekarang, suara yang sedang kesal tadi tergantikan dengan suara Dela yang sedang ketakutan. Gue rasanya pengen ketawa. Gue pengen liat raut muka ketakutan Dela, pasti lucu. Gue rasa sekarang Dela sedang berjalan ke arah ruang makan. Gue menghembuskan napas perlahan untuk mengurangi kegugupan yang tiba-tiba menyerang gue.
Lalu, gue rasa ada lampu lite yang menyorot gue sekarang. Rasanya, gue pengen membalikkan badan. Melihat muka Dela sekarang. Apakah masih ketakutan atau tidak. Namun, gue tahan itu. Tiba-tiba saja lampu lite yang menyorot gue tadi mati. Dan gue pun memulai aksi gue. Memetik senar gitar dengan sangat baik. Gue pun mulai bernyanyi. Rasanya, gue tenggelam dalam alunan musik yang baru saja gue ciptakan sendiri.
------------
"Makasih ya kak udah bantuin gue." Kata Ditya kepada Arthur. Saat itu, mereka baru saja pulang dari kafe."Iya." Jawab Arthur sambil tersenyum.
"Gue nggak nyangka bakalan gini jadinya. Rencananya berjalan dengan mulus." Ucap Ditya lagi dengan senyum yang merekah di wajahnya.
"Pasti dong, rencana gue nggak akan pernah meleset." Jawab Arthur dengan sombong.
"Cih, nyesel gue ngomongnya." Ucap Ditya kesal lalu berjalan menuju kamar.
Arthur hanya bisa terkekeh mendengarnya. Arthur pun mengikuti langkah Ditya. Karena tiba-tiba saja ia mengantuk.
"Dit." Panggil Arthur ketika sampai di kamar. Saat ini, Ditya sedang tiduran di atas ranjang sambil menatap langit-langit kamar.
"Kenapa?" Tanya Ditya menoleh sedikit ke arah Arthur yang sudah berdiri di sampingnya. "Kamar lo kan di sebelah. Kalo ngantuk, tidur aja disana." Sambung Ditya sambil memejamkan matanya.
"Eh iya ya. Gue lupa." Jawab Arthur sambil tertawa kecil. Ditya rasa, otak Arthur sudah bergeser sedikit karena terlalu banyak bergaul dengan Dela.
"Gue kepo nih, mau nanya dong." Kata Arthur dengan antusias.
"Apaan." Ucap Ditya yang sudah membuka kembali matanya.
"Tadi, Dela bisikin apa ke lo?" Tanya Arthur penasaran.
"Kepo." Jawab Ditya cuek. "Udah sana, ke kamar lo sendiri. Gue ngantuk nih." Lanjut Ditya.
"Iya iya, bawel. Sama aja kayak Dela. Bisa jodoh kalian." Omel Arthur lalu berjalan keluar menuju kamarnya sendiri, tak lupa menutup pintu kamar Ditya.
"I will be your girlfriend, Ditya. Cause I still need you in my life."
Bisikan Dela tadi terngiang kembali di pikiran Ditya. Tanpa sadar, Ditya tersenyum sendiri sambil menatap langit-langit kamar.
------------
Dela saat ini benar-benar tidak bisa tidur. Padahal jam dinding kamarnya sudah menunjukkan pukul 22.00 WIB."Aish, kenapa gue terus-terusan kepikiran sih." Gerutu Dela sebal. Ya, kejadian tadi masih terngiang terus di otak Dela. Apalagi, itu momen yang sangat menyenangkan bagi Dela. Dia tidak menyangka bisa mengubah status "sahabat" menjadi "lebih dari sahabat".
"I love my life, since you arrived in my life." Gumam Dela sambil tersenyum.
------------
Salam-salam dari AuthorCiahh, agak aneh ngga sih part ini, komen dong hehe
Jangan lupa vote😀
KAMU SEDANG MEMBACA
Say You Won't Let Go [Complete]
Jugendliteratur#768 dari 44,8 ribu on fiksiremaja (18-03-19) #16 dari 2,13 ribu on secretadmirer (20-03-19) #534 dari 7,17 ribu on acak (09-04-19) "Gue tau, gue terlambat untuk ungkapin ini semua ke lo..." Lalu, Ditya pergi meninggalkan Dela sendirian. Dela bingun...