Diana tidak boleh terus-terusan mikirin masalah ini, Diana capek!Diana membuka tas tosca miliknya, dan mengambil novel yang berjudul Hello Salma.
Diana dateng lebih pagi dari biasanya. Karena, ia kebangun jam 03.32.
Ia pun mulai membaca novel. Kata demi kata, kalimat demi kalimat, Diana baca.
Saat dirinya asik ngebaca tiba-tiba Riya dateng dengan wajah agak kusam.
"PHO YA PHO! ANJIR! GILA YA LO?!BERANI BANGET NGELAWAN KAKEL!" sindir Riya yang baru datang.
Karena Diana gak tahan, ia langsung lari keluar kelas.
Diana turun tangga, dan gue pergi ke toilet lantai 1.
Ia menangis disana, Diana ngebenturin kepalanya ke dinding, Diana teriak sekeras-kerasnya, sehingga kepalanya berdarah.
Bisa dibilang, itu memang kebiasaan Diana sedari dulu jika ia mengalami stress berat atau kebanyakan pikiran.
Ternyata Lita sama Della menghampiri Diana ke toilet.
Mereka menenangkan Diana dengan beberapa semangat dan kata-kata motivasi.
Mereka berdua kaget saat melihat kepala gue berdarah karena ia benturin tadi.
Mereka membawa Diana menuju ruang UKS. Saat Diana dibawa, Justin melihat kearah jidat Diana yang sedang berdarah.
Tapi Diana hanya mengabaikannya. Darah terus-terusan mengalir keluar dari dahinya. Ia tak merasa kesakitan, tapi ia puas.
Puas sudah bisa menyakiti diri sendiri. Ia tak tau apa yang ada dipikirannya saat itu.
Yang pastinya ia juga kecewa, kecewa sama sifat Riya.
Mereka pun sampai diruang UKS. Diana dipaksa duduk sama Lita.
"Diana duduk cepetan! Liat darah lo udah netes ke lantai!" perintah Lita sambil nunjuk ke lantai yang ketetesan darah Diana.
Diana pun nenurut.
Ia duduk di kursi yang lumayan empuk. Disana ia mulai merasa pusing dan perih.
Diana tidak tahan untuk jalan, dan akhirnya ia harus menetap diri di UKS.
"Gue pusing banget. Kalo kalian mau ke kelas, ke kelas aja. Gue menetap di sini dulu" ucap Diana sambil memegang kepala yang terasa sangat sakit.
Setelah mereka keluar, dan sudah tak terlihat, ia langsung menuju kasur di ruang UKS.
Kasar, gatal, keras dan itulah tekstur dari kasur UKS, yang sudah ia baringi sebanyak 15 kali.
Saat ia mau tertidur, tiba-tiba pintu terbuka. Betapa kagetnya Diana saat tau jika yang ngebuka itu Justin.
Dia menghampiri Diana dengan mimik wajah bersalah sekaligus khawatir.
"Kamu kenapa? Kok sampe berdarah kayak gini?" tanya Justin dengan kekhawatiran yang sangat tinggi.
Diana menggelengkan kepala.
"Kamu nggak mau ceritain ke aku?" kata Justin dengan sedih.
"Yaudah. gue ceritain. Jadi-" jelas Diana, tanpa ada yang ketinggalan.
Justin sangat merasa bersalah kepada Diana.
"Ian? Maaf ya? Kalo ada yang nanya tentang persahabatan kita, bilang aja 'Udah nggak sahabatan' bilang gitu ya? Aku gak mau kamu gini lagi. Aku khawatir sama kamu. Kamu itu penting di kehidupan aku! Kamu udah bikin hari-hariku bahagia! Please jangan gini lagi" Kata Justin panjang lebar, lalu menundukkan kepalanya sehingga Diana tidak bisa melihat wajah sedihnya.Diana mengangkat dagu Justin lalu menatapnya lekat.
"Iya aku maafin kok, dan gak sepenuhnya salah kamu juga. Aku juga bakal bilang kok tentang persahabatan kita. Tenang aja. Insyaallah aku bisa tepatin" kata Diana. Diana langsung sadar apa yang dia katakan, 'Aku-Kamu'? Astaga!
"Cie yang pake Aku-Kamu sekarang" goda Justin.
"Apaan sih! baru sekali gue gituin udah gini" ketus Diana sambil membuang muka ke objek lain.
"Pake Aku-Kamu aja, lebih seneng dengernya" pinta Justin.
"Iya deh" jawab Diana. Diana pun meminta kepada Justin untuk diantar kan kekelasnya.
"Justin? Bisa anterin aku nggak? Sampe tangga aja kok? Aku takut nanti jatuh ditangga" pinta Diana, tetapi tidak memaksa.
"Ayo!" terima Justin. Justin memegang bahu dan tangan Diana, walaupun dia tau wudhu nya sudah batal.
Diana dan Justin menaiki tangga satu persatu dengan hati-hati.
Beruntung banget ini jam pembelajaran, jadi nggak ada yang melihat mereka berdua.
Setelah selasai menaiki tangga, Justin menawarkan Diana.
"Ian? Kamu mau kuantar sampe kelas nggak?" tawar Justin.
"Nggak usah deh, ngerepotin banget ya aku? Maaf ya? Makasih juga" kata Diana dengan senyuman manisnya.
"Yaudah. Sama-sama. Dah Diana" kata Justin sambil melambaikan tangan kepada Diana, dan langsung dibalas oleh Diana.
Diana berjalan menuju kelas dengan oleng-olengan.
Dia masih merasa pusing, tapi dia tidak betah berlama-lama di UKS.
Diana mengetok pintu kelas, dan mengucapkan salam.
Sontak seisi kelas memandang ke arah Diana yang memakai perban di sekeliling kepalanya.
Diana pun langsung duduk ditempatnya. Diana tidak bisa fokus pada pelajaran yang ada didepan matanya itu.
Kepalanya terasa sangat sakit. Diana pun mulai tertidur. Ustadz dan Ustadzah bisa memaklumi itu.
"Zena? Bangun!" ucap seseorang ketelinga Diana. Diana terbangun dari tidur yang tidak nyenyak baginya.
"Udah selesai? Maaf ketiduran. Pusing banget sumpah!" keluh Diana.
"Lo jangan kayak gitu lagi ya? Lo bikin kami khawatir" kata Della memohon. Diana membalas dengan senyuman.
Saat ia ingin makan siang, ditangga ia di Introgasi oleh Adrian.
"Lo habis ngapain dek? Lo kenapa sampe pake perban ginian? Lo kenapa? Lo ada masalah apa? Lo sakit? Lo jangan gini lagi? Lo nanti geger otak baru tau rasa! Gak dirumah, gak disekolah! Gini terus! Lo nggak ngerasa sakit apa?!" tanya Adrian panjang lebar sambil mengeluarkan emosinya.
Diana hanya bisa tertunduk, "Abang gak pernah jadi Diana! Abang nggak tau kehidupan Diana gimana! Abang cuma asik sama dunia abang?! Abang nggak pernah tuh ngeperhatiin Diana! Ngedukung Diana! Awwww!" bentak Diama, lalu kepalanya langsung sakit.
Penglihatannya mulai buram, lalu tak terasa ada yang menangkap tubuhnya dari belakang.
...
Diana terbangun dari pingsan itu. Saat ia membuka mata perlahan, ia melihat sekeliling.
Ada Adrian, Della, Lita dan Ustadzah Maya.
"Diana? Kamu cepetan pulang ya? Habis itu langsung istirahat. Itu ada obat dari dokter, kamu minum ya? disitu udah ada keterangannya kok" jelas Ustadzah Maya sambil menunjuk obat yang berada di meja kecil samping kasur. Ia cuma bisa mengangguk kecil.
"Yaudah. Gue yang nganter!" ketus Adrian.
Diana cuma diam. Ia tak mau Adrian kayak gini. Setiap kali Diana ngebenturin kepala, dia pasti marah ke Diana.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Sorry [END]
Ficção Adolescente"Lo...masih suka sama Justin?" tanya Alex dengan sedikit ragu-ragu. Diana ingin terbahak mendengar suara Alex yang saat ragu sangat lucu. "Gak tau," jawab Diana dengan santainya. "Kalo sama Nastiar?" tanya Alex lagi, masih dengan nada ragu dan tegan...