2

7.1K 434 6
                                    

'Si Fajar tadi abis subuh udah jalan pake sepeda sama temen-temennya, Dav..'

Klik..!

Aku langsung matiin telepon. Biar aja aku dibilang anak gak sopan sama ibunya dia. Aku udah terlanjur kesel banget sama dia!

Main sepeda sama temennya?!! Temennya yang mana?!! Terus aku ini dianggap apa sama dia?! Bukan temennya gitu?

"Om Rico barusan telepon mamah, Davi."

"Iya, aku berangkat." Jawabku cemberut.

"Hati-hati ya. Jangan buat Om Rico kerepotan.." Pesan mamah sambil mengecup keningku.

Aku dijemput sama supirnya Om Rico. Namanya Pak Udin. Orangnya udah gak muda lagi. Tapi juga gak tua-tua banget. Dia sangat sopan dan ramah padaku.

Tapi aku sendiri malah yang gak enak hati. Aku kan kesalnya sama si Fajar. Tapi kesannya aku malah lagi kesal sama semua orang.

Semoga aja Pak Udin gak tersinggung dengan nada bicaraku yang ketus dan terlalu singkat.

Baru aja aku emosiku mulai mereda, kulihat manusia gak punya otak itu -- Fajar -- lagi duduk berduaan sama cewek di taman depan komplek perumahan!!

Dia yang paling semangat kemaren. Sok-sok ngatur jam segala. Tapi sekarang, dia malah asik-asikkan sama cewek pesek itu!

Liat aja kamu, Jar! Aku sumpahin, gak ada satupun cewek yang bakalan suka sama kamu!

Aku sudah berada di dalam mobilnya Om Rico selama setengah jam lebih. Rasanya sangat nyaman, dingin, dan membuatku ngantuk. Aku hampir aja ketiduran. Karena biasanya jam segini kan aku lagi leyeh-leyeh di rumah. Makan bubur ayam sambil tiduran tengkurep nonton film flash.

Pak Udin membelokkan mobilnya ke sebuah  gedung pencakar langit. Aku nyaris tak berkedip melihatnya. Gedung ini --- sebetulnya kantor, hotel, atau apartemen?

Aku baru tahu kalau parkiran besement itu seperti ini. Sepi, tapi cukup terang. Tapi ternyata, didekat pintu masuk disana itu, ada beberapa security yang sedang berjaga. Termasuk aku melihat Om Rico yang juga sedang berdiri dan menungguku. Sepertinya.

Tidak terlalu menyeramkan, seperti yang kulihat di film-film pembunuhan itu. Basement yang sepi, mencekam, dan cahayanya yang remang-remang.

Aku menoleh ke belakang. Pak Udin lagi ngelap-ngelap mobilnya Om Rico. Dan disisi lain, ada dua security yang lagi berkeliling memantau keadaan. Kurasa keadaan disini cukup aman.

Lagian, siapa juga yang mau nyulik anak dari keluarga miskin seperti diriku ini?

"Davi..."

Aku terbelalak. Aku tak menyangka kalau Om Rico akan memelukku erat sekali. Bau tubuhnya wangi sekali. Membuat jantungku berdebar seperti kemarin.

"Kok sendirian? Fajarnya mana?"

"Lagi pacaran sama cewek di taman komplek, Om!" Lagi-lagi aku kesal mendengar dan mengingat manusia sialan itu.

"Gak papa. Lain kali aja ya, kamu ajak temanmu itu.."

'Gak akan pernah!'

"Kalian -- anak ini adalah Davi. Nantinya dia yang akan menjadi penerus saya.."

"Selamat pagi, Mas Davi.." Para security itu menyapaku ramah dan sopan sekali.

"Pagi.." Sahutku canggung.

"Kita ke dalam saja yuk.." Ajak Om Rico sambil terus menggenggam tanganku.

Aku beneran grogi sekali dengannya. Apa iya, dia harus melakukan ini di depan semua orang?

WHEN MONEY TALKSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang