Om Rico telah resmi berpindah keyakinan. Dia mengucapkan dua kalimat syahadat di masjid komplek perumahanku, dan dengan disaksikan oleh beberapa orang penting di sekitar tempat tinggalku.
Aku tidak mengundang orang tuanya Fajar dan juga kakek dan neneknya Bintang. Tapi nyatanya mereka turut datang dan memberikan ucapan selamat kepada mamah dan Om Rico.
Selain itu, aku juga sudah memastikan dengan bertanya langsung sama Om Rico tentang hal lain yang sebetulnya sangat-sangat rahasia.
Tapi dengan sangat terpaksa aku menanyakannya, dan Om Rico memberikan sebuah jawaban yang amat sangat melegakan perasaanku.
Meskipun Om Rico beragama kristen, tapi ternyata dia sudah dikhitan sejak TK dulu. Tadinya aku gak percaya. Dan Om Rico dengan konyolnya memaksaku untuk 'melihatnya'. Jelas aku menolaknya. Karena nanti, bisa-bisa aku dicap sebagai anak tidak tahu sopan santun.
Mamah dan Om Rico kini semakin sibuk menyiapkan semuanya. Mulai dari undangan, tempat akad nikah dan resepsi, sampai hal-hal terkecil yang aku tak mengerti dan tak mau tahu.
Om Rico menunjuk Bintang sebagai penerima tamu. Karena menurut Om Rico, Bintang itu termasuk kategori cowok berwajah keren dan sempurna untuk dipajang dibagian paling depan dalam acara resepsi nanti.
Sedangkan Fajar tidak ditunjuk jadi apa-apa. Dia hanya diminta Om Rico untuk terus menemaniku kemanapun aku pergi.
"Aku sih oke-oke aja, Om. Asal jangan lupa aja --" Fajar cengengesan. "Sepatu nike kayak punya Davi juga boleh.."
"Anak kayak gini nih -- tipe-tipe ngelunjak!" Mbak Nova berlalu sambil menoyor pelan kepala Fajar.
Disaat bersamaan, Bintang keluar dari kamarku dengan penampilannya yang membuatku nyaris tak mengenalinya.
"Gimana Bintang, apa kesempitan?" Tanya mamah.
Bintang berputar sekali. "Enggak, tante. Pas kok."
"Kamu juga mau pakai baju seperti itu, Fajar?" Tanya Om Rico.
Fajar garuk-garuk kepala sambil cengar-cengir. "Enggak. Makasih deh, Om. Gerah. Ribet."
Aku memandang wajah-wajah ceria dan bahagia, orang-orang di sekitarku. Tapi aku merasa, bahwa keluargaku ini belumlah lengkap karena Mas Noval tidak ada disini.
Seharusnya dia menyaksikan saat Om Rico menyebutkan dua kalimat syahadat. Dan seharusnya Mas Noval ada disaat seperti ini. Mencoba baju adat jawa yang sama seperti yang dipakai oleh Bintang.
Semoga saja aku belum terlambat. Semoga saja aku masih bisa bertemu dengan Mas Noval, dan membujuknya agar mau datang ke acara pernikahannya mamah nanti.
Aku tahu Mas Noval marah dan kecewa sama mamah. Tapi bagaimanapun juga, mamah adalah wanita yang sudah melahirkannya ke dunia ini. Dan mamah juga berhak bahagia dengan pria lain, seperti papah yang juga sudah bahagia dengan wanita lain.
"Bintang.."
Aku masuk ke dalam kamarku disaat yang sangat-sangat tidak tepat. Karena saat itu, Bintang cuma sedang mengenakan celana dalamnya aja.
"Ehh, maaf.." Kataku dan bodohnya aku malah tetap masuk dan menutup pintu kamarku.
"Santai aja, Dav. Kan kita udah sering berenang bareng. Masih aja kaku."
Jawaban Bintang malah membuatku terlihat semakin bodoh saja.
Tok.. Tok..
"Davi.."
Untungnya aku belum bicara, karena mamah tiba-tiba masuk sambil membawa kasur gulung.
"Bintang nanti nginep lagi kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
WHEN MONEY TALKS
Teen FictionHai, namaku Davi. Dan ini adalah cerita keluargaku yang amat sangat rumit dan menyebalkan...!! Doakan, semoga aku tidak berfikir untuk 'bunuh diri' ya... [[Cerita gay paling absurd nih. Lagi males bikin cerita yang serius soalnya. Jadi ya harap makl...