Breath Away - 10 -

98.9K 2.6K 52
                                    

Kiara kembali ke kamarnya setelah selesai meletakkan piring tadi di wastafel cuci. Kiara bersandar dibalik pintu. Jarinya menekan-nekan kedua matanya. Tidak-tidak, Kiara tidak boleh cengeng. Huh ngapain juga nangis gara-gara gituan. Renn juga cuma anak asuh Kiara bukan pacar apalagi suami.

Bukan pacar bukan suami tapi udah saling menelanjangi!

Kampret lo Kia.

Ah, Kiara berlebihan. Kiara akui dia cemburu melihat itu. Jelas dong! Renn membuat Kiara merasa istimewa dengan kata-kata cintanya tempo hari lalu sekarang malah tiba-tiba Kiara melihat dengan mata kepalanya sendiri Renn dan psikiaternya make out di tepi ranjang. Kiara mengelus dadanya lalu menarik napas perlahan-lahan kemudian dia hembuskan. Kiara terus mengulanginya sampai merasa hatinya sedikit melega.

Dikamarnya Renn menatap tajam Delisa. Sorot mata laki-laki itu seperti ingin menguliti Delisa detik itu juga.

"Sekarang juga kamu keluar dari sini!" bentak Renn pada Delisa. Wanita itu terkejut sampai memegang dadanya. Baru kali ini ada pasien yang bersikap kasar bahkan membentak dirinya.

"Really? Kamu ngusir aku? Terapi kita belum selesai, Renn." Delisa berjalan mendekat pada Renn.

"Aku gak butuh terapi apapun. Hanya Kiara. Aku cuma butuh Kiara dan kamu baru aja membuat Kiara-ku marah! Aku minta kamu keluar sekarang!"

Delisa shock mendengar itu. Apa sebegitu istimewanya si Kiara ini bagi Renn? Sial sekali. Namun detik berikutnya Delisa berdehem dengan senyum tipis lalu mengambil tasnya yang tadi dia letakkan di meja. Baiklah, dia akan keluar dari kamar ini. Delisa berjalan menuju ambang pintu namun berhenti sebentar tepat di hadapan Renn.

"Dia gak akan bisa menyembuhkan kamu. Kamu itu bodoh Renn. Cewek itu cuma mau harta kamu aja. Aku gak akan sudi datang kesini lagi, ini terakhir kalinya aku menginjak rumah ini. Kamu gak akan bisa sembuh. Suatu saat nanti Bunda kamu yang akan memohon samaku untuk balik jadi psikiater kamu. Karena gak ada satupun psikiater yang bisa menyembuhkan kamu kecuali aku, Delisa Angela." Delisa tersenyum dengan bangganya.

Renn mengepalkan tangan geram kalau saja Delisa itu bukan perempuan mungkin Renn sudah meninju rahangnya sampai patah sejak tadi. Bukan tidak ada alasan bundanya memilihkan Delisa menjadi psikiater Renn, karena track record Delisa yang bagus, Delisa juga lulusan dari universitas luar negeri, dia dikenal sebagai psikiater muda penyabar dan mampu menyembuhkan pasiennya dalam jangka waktu kurang dari setahun. Cih, Renn malah tidak melihat prestasi Delisa demikian. Di mata Renn Marvin, Delisa itu cuma psikiater sampah yang tidak tahu malu didepannya. Lagipula selama Kiara ada bersama Renn, selama Kiara masih bernapas Renn akan baik-baik saja, dia tidak butuh untuk sembuh. Dia hanya butuh Kiara dan hanya mau bersama Kiara. Baginya Kiara sudah cukup untuk mengobati trauma mendalam ini.

Setelah mengucapkan kalimat tajam itu Delisa melenggang anggun keluar dari kamar Renn. Sementara Renn terdiam di kamarnya memikirkan Kiara yang pasti marah besar karena hal tadi.

Renn bergegas keluar kamar lalu segera menuju pintu kamar sebelah. Kamarnya Kiara. Renn mengetuk pintu dengan raut wajah bersalah.

"Kiara...buka pintunya, pliss... Kiara maafin aku. Kiara jangan marah..."

Kiara mendengar itu didalam kamarnya. Kiara bersikap bodo amat. Kiara menyambar dompetnya dari atas meja. Membenahi sedikit ikatan rambutnya yang berantakan. Kiara berjalan membuka pintu kamarnya. Tentu saja Kiara mendapati Renn berdiri di depan pintu kamarnya dengan raut wajah....kasihan. Sebenarnya Kiara tidak kuat melihat raut wajah Renn yang memelas seperti itu. Duh, kenapa sih Renn ini minta disayang banget. Berhubung Kiara masih kesal sama si psikiater ganjen itu jadi dia masih cuek sama Renn.

BREATH AWAY (TERBIT!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang