Dr. Gian menggeser slide pada screen proyektor. Muncul sebuah video yang memperlihatkan keramaian setelah pengevakuasian korban kecelakaan. Dalam gambar terlihat ada pemadam kebakaran, ambulance, dan orang-orang berwajah pilu dengan berurai air mata.
Di sudut sofa Kiara bersama Tante Retno melihat ke arah Renn. Renn diminta dr. Gian menatap layar. Jantungnya berdebar lebih kencang dari biasanya. Napasnya mulai terasa berat. Gambar-gambar dan video yang di pertontonkan dr. Gian dalam slide membuatnya merasakan kembali memori kelam itu.
Dr. Gian sedang mencoba memberikan Cognitive Behavioural Therapy atau CBT. Biasanya dr. Gian memberikan terapi ini sebanyak delapan sesi atau bahkan dua belas sesi tergantung tingkat ke-parahan pasiennya. Terapi seperti ini bertujuan untuk mengatasi masalah yang di hadapi pasien dengan mengubah pola pikir dan bagaimana pasien bertindak.
"Apa yang kamu rasakan Renn setelah melihat video yang saya tampilkan di slide. Apa kamu merasa takut?"
Bola mata Renn menatap cepat ke arah dr. Gian yang ada di depannya. Entah kenapa dirinya merasa sangat gelisah dan ingin segera pergi dari ruang tengah, dia ingin mengunci diri diri kamar detik itu juga.
Kiara melihat itu, dia tau Renn sedang mencoba berdamai dengan sesuatu dalam dirinya. Sialnya saja Kiara tidak bisa duduk di dekat Renn kemudian menggenggam tangannya sepanjang terapi biar Renn merasa tenang. Kiara melirik Tante Retno yang ada di sebelahnya. Huft.
"Renn, ayo rileks. Tenangkan pikiran kamu. Ayo perlahan tarik napas," dr. Gian maju lalu berucap dengan ramah sambil menuntun pasiennya itu menghela napas. Untunglah Renn tidak berontak dan memilih mengikuti saran dr. Gian. Tapi rasanya ini tidak juga membantu Renn meredakan rasa gelisahnya.
"Kamu harus hilangkan rasa takut, cemas, gelisah, atau apapun itu saat kamu melihat hal seperti ini." Dr. Gian menunjuk pada screen proyektor.
Entah kenapa denyut nadi Renn berdesir kencang. Dia berusaha keras untuk melawan rasa itu.
"Ingatkan selalu diri kamu, bahwa semua itu sudah berlalu. Mayat korban kecelakaan, suara ambulan yang terngiang di telinga, pemadam kebakaran yang sedang mengevakuasi korban, serta orang-orang yang berteriak histeris menyaksikan-"
"Kiara!"
Kiara tersentak saat Renn tiba-tiba menyerukan namanya. Renn memejamkan mata dalam-dalam kemudian membuka matanya. Sekujur tubuhnya mulai terasa dingin. Sial. Sial sekali! Mendadak saja ada sesuatu yang terus bergema di dalam kepalanya. Dia menutup telinga lalu memberontak dan meminta dr. Gian menghentikan video itu.
Retno seketika beranjak mendekat pada putranya. Kiara yang juga khawatir ikut mendekat.
"Renn, kamu baik-baik aja?" suara Retno terdengar sangat cemas. Disentuhnya tangan putranya itu yang memutih dingin. Renn menoleh cepat pada Bundanya. Kemudian matanya melihat sekeliling.
Sialan. Kenapa suara-suara yang bergema di kepalanya ini tidak juga mau hilang. Secepat kilat Renn menarik tangan Kiara lalu menggenggamnya. Kiara mengerjapkan mata melihat bagaimana tangannya di sambar oleh Renn di depan Tante Retno.
"Temani aku Kiara. Kiara disini ya. Aku mohon."
Kiara menghela napas. Kiara menatap Renn yang sudah pucat. Ah, Kiara mana bisa sanggup melihat Renn seperti ini.
Retno melihat Kiara. Bibirnya membentuk senyum tipis lalu bergeser sambil mengangguk.
Retno kembali pada posisinya memperhatikan bagaimana Renn menenggelamkan wajahnya di pundak pengasuh itu sambil mengenggam tangannya erat. Sementara yang dilakukan Kiara, dia berusaha menenangkan Renn dengan mengusap-usap lengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BREATH AWAY (TERBIT!)
Storie d'amore(CERITA INI TELAH DI TERBITKAN. INFORMASI ORDER NOVEL SILAKAN DM INSTAGRAM: @shalshaee atau bisa order melalui Shopee) *** Kiara pikir lowongan kerja yang dia temukan di terminal bagaikan malaikat yang bisa menyelamatkannya dari kemiskinan. Bekerj...