Detention
Harrieta menarik nafas panjang. Seusai dari kelas DADA, tanpa banyak bicara ia langsung memasuki kelas sejarah sihir. Hermione dan Ron duduk di sebelah kanan dan kirinya. Hermione memengang tangan Harrieta. "Terima kasih."gumam Gadis itu. Professor Binns menjelaskan tentang perang raksasa. Seperti biasa, penjelasan guru hantu itu membuat sebagian kelas tertidur.
Sepanjang hari itu ia tidak berkonsentrasi pada pelajaran. Ia seperti robot yang yang memasuki kelas namun tidak mengerti apa yang diajarkan. Saat makan malam, Harrieta duduk di meja Slytherin. Lebih tepatnya disebelah Draco. "Kau baik - baik saja?" tanya Draco.
"Aku harap aku baik - baik saja. Aku berpikir lagi, akan lebih baik bila kodok pink itu tidak mengajar."balas Harrieta.
Draco pun meletakkan berbagai jenis makanan di piring Harrieta. "Makanlah," kata Draco. Harrieta tersenyum kemudian mencium pipi Draco. "Terima kasih" kata Harrieta. Gadis itu pun makan dengan lahap, bersiap dengan detensi yang akan diberikan kodok pink itu.
Seusai makan malam, Draco mengantarkan Harrieta ke dekat kelas DADA. "Pansy,Daphne,Blaise dan Theo akan berkumpul di common room kita."kata Draco memberitahu Harrieta.
"Well, minta peri rumah jika kau ingin makanan ataupun minuman." balas Harrieta. Draco mengangguk. Harrieta menarik nafas panjang dan melangkah menuju kelas DADA.
"Selamat malam Professor" sapa Harrieta begitu memasuki ruang kelas DADA. Selembar perkamen telah tersedia. "Kau akan menulis kalimat, saya tidak boleh berbohong. "kata Umbridge. Harrieta pun mencari quilnya.
"Nona Potter, kau akan menggunakan quil yang telah disediakan."kata Umbridge lagi.
"Maaf Professor,tapi anda belum memberikan saya tinta"balas Harrieta.
"Kau tidak memerlukan tinta." jawab Umbridge sambil menyesap tehnya.
Harrieta pun mulai menuliskan kalimat yang diminta. Begitu ia menuliskan kata pertama, ia merasakan punggung tangannya seperti terbakar. Kata yang ia tulis seperti bertuliskan darah. Saat ia melihat punggung tangannya, Kata seperti terukir ditangannya. Harrieta menatap punggung Umbridge dengan kesal. Mengabaikan rasa sakitnya, Harrieta tetap meneruskan Detensinya.
Di waktu yang sama namun tempat berbeda, Draco tengah mengerjakan essay bersama saat ia merasakan punggung tanganya terbakar. Blaise dan Theo yang menyadari itu langsung menghampiri Draco. "Ada apa?" tanya Theo. Draco menggelengkan kepalanya. "Entahlah, aku merasa tanganku terbakar."jawab Draco.
"Apa mungkin ini berhubungan dengan Harrieta?" kata Daphne. Mendengar nama matenya disebut, Draco langsung berdiri mencari tahu kondisi gadis itu lewat bond yang mereka bagi. Draco sedikit kecewa karena tidak mendapat tanggapan dari Harrieta. Ia pun segera mengambil jubahnya. "Apa yang akan kau lakukan?" tanya Theo.
"Mencari Harrieta."jawab Draco yang segera keluar ruangan. Blaise dan Theo pun mengikutinya, mencegah hal yang tak diinginkan.
"Draco, lebih baik kita menunggu Harrieta."usul Blaise yang diabaikan oleh pewaris Malfoy tersebut. Trio itu berjalan mendekati menara timur dimana kelas DADA berada. "Dray, hentikan kau akan menambah masalah." kata Theo yang lagi - lagi diabaikan oleh Draco.
Harrieta berjalan pelan, tangannya dipenuhi oleh darah dari kalimat yang Ia tulis. Di sudut matanya, ia melihat trio Slytherin berjalan mendekat. "Dray?" panggil Harrieta tak yakin.
"Kau tidak apa - apa, little fairy?" tanya Draco. Pemuda berambut pirang platina itu mengecek tangannya. Draco akan menghisap habis darah kodok pink itu jika Harrieta, Blaise dan Theo tidak menghentikannya. "Aku akan baik - baik saja." kata Harrieta sambil memeluk Draco. Draco pun menggendong Harrieta menuju kamar mereka.
Pansy dan Daphne menunggu mereka. Draco pun membersihkan luka di tangan Harrieta. "Ini brutal." komentar Daphne.
"Ia menggunakan blood quil." kata Blaise. Harrieta mengangguk. "Lebih baik kami kembali."kata Pansy. Draco mengangguk. Harrieta pun mandi. Draco harus memberitahu ini pada ayahnya.
Seusai Harrieta mandi, ia duduk disebelah Draco, bersandar padanya. Draco mencium rambut Harrieta. "bersabarlah sayang."kata Draco.
