The Room (2)

928 106 53
                                    

Bahkan di bawah mu," Lanjutnya.

Lily refleks, pandangannya menuju kakinya.

Ia melihat setelan celana panjang dan pakaian melekat di tubuhnya. Putih. Hanya warna itu yang melekat di tubuhnya. Ia terkejut awalnya, karena dia datang ke hutan dengan dress hitam yang sengaja di buat mengatung di betisnya. Dengan aksen mahkota putri di kepalanya. Dan manset hitam di kedua lengannya.

Sesaat kemudian.

Semuanya berubah.

Perlahan lahan warna putih di ruangan itu digantikan oleh pohon pohon yang didominasi oleh salju. Perlahan lahan, kaki Lily diselimuti oleh boot berwarna kuning. Serasi dengan pakaiannya yang kini juga berwarna kuning. Serta syal yang berwarna kuning tua.

Tanah yang ia pijak pun perlahan lahan di selimuti oleh salju.

Apalagi ini? Batin Lily.

Lily menyusuri hutan itu dengan langkah yang ragu. Dia bertemu dengan seekor serigala berbulu putih.

Hewan berkaki empat apakah itu? Lily bertanya pada dirinya.

"Mirip... Mirip--" Lily berhenti bergumam. Ia sedang berpikir. Hewan apakah itu? Apakah itu berbahaya? Apa nama hewan itu?

"Anjing!" Lily memekik karena ia menemukannya. Hewan itu mirip dengan anjing peliharaan saudaranya yang pernah datang ke kastilnya.

"Kalau tidak salah nama jenisnya alaskan malamute, ya?" Lagi lagi Lily hanya bergumam dan berbicara sendiri. Toh, tidak ada yang melihatnnya. Ia hanya sendirian di sini. Jadi, menurutnya aman, karena tidak akan ada yang mengusiknya dengan mengucapkan 'gila,' di depan wajahnya.

"Tapi, kayaknya itu bukan anjing deh," Lily bergumam.

"Perbedaanya kelihatan kok," Dia mulai mengecilkan suaranya sehingga hanya dia yang bisa mendengarnya.

"Kayaknya.. Itu ahh... Iya namanya serigala."

Lily ketakutan ketika tahu apa yang ia hadapi sekarang. Seekor serigala dengan bulu putih. Setahunya, serigala hidup dengan berkelompok.

Mati aku! Kemarin bertemu laba laba sekarang aku bertemu serigala! Pantas saja semua orang yang masuk ke hutan terlarang tak bisa kembali.

Lily tidak bisa menyingkirkan rasa takutnya. Serigala itu mulai mengunci mangsa barunya. Kawanannya segera berlari mengelilingi Lily.

Clover! Lily berteriak di dalam hati. Ia tak bisa berteriak. Karena hanya akan membuat serigala itu semakin mendekat ke arahnya.

Ia menyiapkan black magicnya. Sebenarnya, kekuatannya bukan hanya sihir hitam dan sihir putih. Tetapi, dia juga mempunyai kekuatan untuk mengendalikan api, air, angin, es, petir, dan cahaya. Tentu, bukan hal yang sulit untuk mengalahkan laba laba dan serigala itu. Tetapi, terkadang rasa takut yang berlebihan membuat Lily tidak fokus. Sehingga, ia tidak bisa mengeluarkan salah satu kekuatannya.

Lily mencoba tenang. Sihir hitamnya seakan keluar dari tangan kanan dan kiri nya. Pergelangan Lily juga terselimuti sesuatu yang biasa di sebut asap. Bukan asap pembakaran. Asap ini berwarna hitam dan tebal. Seakan mengubur lengan Lily dengan asap itu.

Sret!

Lily menggerakan kedua lengannya. Melipatnya ke arah depan dengan gerakan seperti ada sesuatu di belakang tubuhnya yang menghalanginya.

Stak! Tak! Sret! Sret! Shuut!

Lily menyebarkan duri di dalam sihir hitam yang ia fokuskan di kedua telapak tangannya dan mulai memutarnya. Sehingga duri itu menusuk di area kepala dan mata serigala serigala itu.

Salju yang tadinya berwarna putih bersih tak ternoda. Sekarang ternoda dengan adanya darah serigala yang menetes dari salah satu mata mereka.

Lily tidak mau mereka merasa sakit lebih lama. Ia membuat gumpalan es agar para serigala terbenam di dalamnya. Lily bermaksud untuk, membiarkan serigala itu sampai mati kedinginan.

Terdengar cukup sadis. Tapi, ia lebih memilih membunuh daripada dibunuh.

Lily melanjutkan perjalanannya. Ia menepuk menepuk kedua tangannya. Dan baru nenyadari bahwa dirinya memakai sarung tangan.

Berjalan di hutan salju ternyata lebih melelahkan daripada berjalan di hutan lembab nan gelap.

Setidaknya, aku bisa menikmati cahaya matahari di sini. Lily bersyukur akan keadaanya sekarang.

"Itu palsu Lily."

Suara itu, lagi-lagi suara seseorang yang mirip dengan suara Clover.

Tanpa seiizin Lily. Suara itu menggema terus menerus di dalam telinga Lily. Tapi Lily tidak memperdulikannya, ia malah menambah kecepatan jalannya.

Ia melihat pintu berwarna emas. Begitu mencolok karena disekelilingnya hanya ada warna putih. Putih. Dan putih karena salju.

Ia mendekati pintu berwarna emas yang berkilau karena pancaran sinar matahari.

Buka? Enggak? Buka? Enggak? Buka? Enggak?

Lily berpikir panjang sebelum ia membuka pintu itu.

Atuhor-

Haee!

Aduduh aku nge stuck dan selalu berpikir si Lily kasian juga klo lama lama gak ketemu ortunya.

Jadi,menurut kalian, end aja atau dipanjangin aja? Memaksakan otak q yang telah terkontaminasi oleh tugas tugas :v

Makasih yang udah disempetin mampir ke cerita aku yang satu ini.

Vote nya aku tunggu ya.. Jangan di baca aja... Gak enak tau dianggurin :')

Daaan, satu lagi

Adinata: paansi thor?

Mohon maaf klo misalnya kata katanya gak bisa di mengerti oleh otak kalian :)

Atau, klo ada typo juga~

Adinata: udah udah kepanjangan thor!
Atuhor: ampun mas :"

LilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang