The Plan

732 71 61
                                    

Clover masih memikirkan rencana yang sudah ia rancang selama bertahun tahun. Ia khawatir rencana akan di gagalkan oleh Adinata serta Ratu Aqua.

"Haduh, bagaimana ini ... Apakah Dixie melakukan pekerjaan nya dengan baik?" Gumamnya dengan nada panik sambil membolak balik sebuah buku yang ada di hadapannya.

"Mau ngehubungin si Dixie tapi takutnya dia malah marah marah," Dia bermonolog lagi lalu memutup kasar buku yang berada di hadapannya.

Dixie itu! Dimana ia menaruh roh serta jasad Lily? Bodoh! Bagaimana jika ketahuan oleh Raja? Batinnya tak tenang. Rencana yang sudah ia bangun bertahun tahun. Ia takut gagal dalam misi kali ini dan mempermalukan nama 'Dust' yang terdapat di akhir namanya.

"Haduh... Bagaimana sekarang? Aku tidak bisa tidur, bodoh!" Clover terus memaki Dixie yang bahkan tidak ada di hadapannya.

Cklek.

Bunyi pintu rumah Clover membuatnya terlonjak kaget.

Ia langsung menuju ruang tamu dengan sekejap mata demi bertanya kepada Ayahanda nya.

"Ayahanda, Rencana kita. Apakah berhasil?" Tanya Clover saat melihat ayahandanya masuk ke dalam rumah.

"Sst! Jangan membicarakan rencana itu disini!" Ayah Clover menempelkan jari telunjuknya di bibirnya.

"Maaf ayahanda."

Clover ditarik dengan kasar oleh ayahnya ke ruang bawah tanah. Hanya Clover, Ayahnya, dan Dixie yang mengetahui tempat itu.

"Jadi? Bagaimana? Apakah kita ketahuan, ayah?" Tanya Clover penasaran.

"Ayah rasa tidak. Tetapi, kalau kamu buka mulut tentang rencana itu. Aku bisa menjebloskan kamu ke penjara seperti Ansell."

"Maaf ayah. Aku tidak bermaksud," Clover mulai ketakutan. Ia takut dirinya akan berakhir sama seperti kakak-kakaknya.

Ia langsung membayangkan Ansell yang berteriak lirih ketika dirinya di cambuk oleh ayahnya.

Lalu, seketika berpikir tentang Brave yang ditusuk jantungnya oleh ayahnya saat dia tertidur.

"Ayah, apakah aku boleh bertanya?" Clover membuka suara ketika Ayahnya telah berada di pintu keluar ruangan bawah tanah itu.

Ayahandanya berhenti di ambang pintu. Seolah menunggu pertanyaan dari gadis kecilnya.

"Dimana engkau membuang jasad Brave?" Suara Clover mulai terasa serak seolah olah Clover menahan tangisannya ketika bertanya seperti itu.

"Ayah buang ke sungai."

Setelah selesai berucap. Ayahnya pergi begitu saja dari ambang pintu keluar.

Kak Brave di buang ke sungai? Aku yakin dia mati. Sungguh, kamu telah menyesal, kan? Kamu menyesal setelah mengingkari janji itu. Benarkan, Brave?

Clover lalu tersenyum menyeringai setelah meninggalkan ruangan itu.

***

Raja Zevis membuka kedua matanya ketika cahaya matahari mulai menyilaukan matanya.

Biasanya, Ratu Aqua akan membangunkannya. Dan, mengurus dapur istana untuk sarapan. Sekarang, sebagai Raja ia harus mengurus semuanya. Untung saja, ibu Clover membantu urusan dapur ketika Ratu Aqua tidak ada.

"Kapan kamu akan pulang?" Gumam Raja Zevis ketika melihat ke arah luar jendela kamarnya.

***

Begitu juga dengan suasana di hutan musim dingin. Matahari sudah mulai terlihat dan menyilaukan penglihatan. Ratu Aqua sudah terbangun sejak matahari belum terbit. Ia hanya berkeliling rumah itu tanpa tujuan yang jelas.

Pangeran Adinata belum bangun sejak tadi. Ratu Aqua yang ingin membangunkan mengurunngkan niatnya mengingat tadi malam ia di sumpal oleh rambutnya sendiri.

Aku harap suatu hari nanti kamu akan menjadi raja yang bijaksana seperti ayah mu. Batin Ratu Aqua ketika melihat putranya yang masih tertidur pulas. Satu air mata menetes dari mata seorang Ratu Aqua.

Adinata terbangun ketika letak cahaya matahari sudah benar benar di atas  kepala.

"Ratu, mengapa tidak  membangunkan saya?" Tanya Adinata dengan suara serak khas seseorang yang baru saja bangun tidur.

Ratu Aqua yang sedang duduk-duduk tidak jelas terperanjak kaget ketika mendengar suara Adinata.

Ratu Aqua hanya menggeleng sebagai jawabannya.

Adinata lalu membenarkan rambutnya dengan tangannya.

"Apakah disini tidak ada air?!" Tanya Adinata kesal sambil menendang kursi panjang yang ia gunakan untuk tidur tadi malam.

"Tidak ada. Jadi, apakah kita lanjutkan perjalanan kita mencari Lily?" Tanya Ratu Aqua sambil mendekat ke arah Adinata.

Dengan memasang ekspresi berpikir. Adinata menerawang ke langit-langit ruangan seolah sedang sedang berpikir keras.

"Tidak," Jawab Adinata pasti. Ia lalu membuka pintu rumah itu.

"Lalu? Apakah kita pulang?" Tanya Ratu Aqua memastikan. Ia sudah lama tidak bertemu dengan gadis kecil kesayangannya tetapi anak lelaki nya malah menghalanginya.

Adinata mengangguk pasti.

Dengan langkah malas Ratu Aqua mengikuti perintah anak lelakinya itu.

"Mengapa kita pulang?" Tanya Ratu Aqua ketika memanjat kudanya agar bisa dinaiki.

"I saw something last night and we haven't eaten from yesterday." Jawab Adinata sambil memacu kudanya.

"Yeah, you're right. The last time we ate mango that we found on the trip. Hahahah."

Adinata hanya menggeleng-geleng heran ketika melihat kelakuan ibunya.

Author!

Wehehehe (kesambet dixie)

Heeem heem jadii chap ini cuma 700+ kata :") Gak bisa di paksa lagii.. Ini udah mau masuk ke konflik nihh kwkwk.

See you next chapter. Kheheh

LilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang