The Road

684 104 93
                                    

"hey?!" Panggilan seseorang membuat gadis berumur enam belas tahun itu melihat ke arah belakang.

"Jalannya jangan terlalu cepat. Aku jadi tidak bisa mengimbangi nya."

"Kau itu! Tadi kau memarahi ku karena lambat. Sekarang saat aku cepat kau minta diperlambat," gadis itu memutar bola matanya. Ia kesal karena manusia yang bersama dirinya saat ini sangat menyebalkan.

"Ya, tapi tidak terlalu cepat, juga."

Gadis itu menatap acuh tak acuh pria yang sedang terengah-engah di hadapannya.

* * *

"Lily!" Panggil Brave ketika melihat Lily sedang berjalan mendahului nya.

"Kamu ngapain?" Tanya Brave ketika melihat Lily sedang menatap matahari yang tak kunjung berubah dari posisinya.

"Kenapa mataharinya gak gerak?" Lily bertanya dengan nada polos seakan tak berdosa.

"Bukankah sudah ku beri tahu bahwa dunia ini buatan Dixie? Dia bukan tuhan. Sehebat apapun Dixie, ia hanya seorang gadis yang seumuran dengan mu."

Lily mengangguk paham.

"Yasudah, mari kita lanjutkan perjalanan kita yang tertunda."

Brave tersenyum. Disisa waktunya, ia berharap bahwa ia tidak akan melupakan kenangannya bersama Lily di dunia paralel yang dibuat Dixie.

Sementara itu, Lily sedang berjalan dengan cepat ke arah depan menuju Cexale.

"Hey!" Panggil Lily. Jarak Brave dan Lily sudah lumayan jauh karena Brave melamun jadi dia tidak tahu kalau Lily sudah lebih dulu darinya.

Lily menghampiri Brave.

"Kenapa, sih?! Melamun saja. Kalau ada yang kamu pikirkan lebih baik bercerita saja. Tidak baik loh, menyimpan rahasia terlalu lama. Bisa menyebabkan seseorang terkena penyakit," Lily terkekeh geli mendengar saat dia mengatakan kalimat terakhir ucapannya.

"Penyakit apa?" Tanya Brave. Sepertinya, dia membawa serius ucapan Lily.

"Ha?!" Pekik Lily ketika sadar Brave membawa serius ucapannya.

"Penyakit apa? Kita sudah meninggal," Brave berucap dengan nada sarkasme yang membuat Lily merasa tersadar akan keadaannya sekarang.

Terkadang, aku merasa aku masih hidup. Walaupun sudah berapa kali kamu menjelaskan bahwa aku sudah mati.
Batin Lily bergejolak. Ia sedikit tersadar bahwa ia sudah mati sekarang. Mungkin jasadnya sedang di pakai berjalan jalan oleh Si Laba-laba sialan itu.

Wajah Lily yang tadinya menyiratkan wajah gembira sekarang hanya datar seolah dia tidak ingin membahas kalau ia sudah tiada.

"Li?" Brave memanggil sambil menjentikkan jari tepat dia depan mata Lily.

"Hm?" Lily sedikit tersentak karena baru tersadar akan lamunannya.

"Kamu gak apa-apa?"

Lily mengangguk lesu, "ya, mari kita lanjutkan perjalanan kita. Waktumu tinggal satu setengah hari lagi, kan?"

Brave mengangguk. Wajahnya datar. Sama datarnya dengan wajah Lily.

Mereka berjalan menyusuri  tumescente putrescat menuju Cexale. Mereka tidak menemukan apapun yang sepertinya mencurigakan.

"Li?"

Brave memanggil Lily ketika Lily berjalan lebih dulu darinya. Brave sengaja melakukan itu agar Lily bisa terjaga dari serangan belakang. Begitu pula sebaliknya, Lily di tempatkan di depan agar bisa menjaga Brave yang berada di dibelakangnya.

LilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang