Sudah setahun berlalu sejak lamaran Greg padaku di Menara Eiffel. Aku dan Greg sepakat untuk menunda pernikahan kami dan menjajaki hubungan kami dengan perlahan-lahan.
Kalau dihitung sampai sekarang berarti sudah lebih dari dua tahun berlalu dan ingatanku masih belum kembali. Tapi hal itu tentu saja tidak menjadi masalah lagi buatku, sejak aku memutuskan untuk berhenti menoleh ke belakang. Aku memusatkan perhatianku untuk berjalan terus ke depan.
Valentine Wedding Gown, usahaku yang kurintis dari nol sudah mulai dikenal orang, bahkan sampai ke beberapa negara sekitar. Semuanya dimulai dari pembuatan gaun pesta ulang tahun cucu Mrs. Bennet, sebagai order pertamaku.
Sejak itu, namaku mulai dikenal di Ghent dari mulut ke mulut. Tidak sampai tiga bulan kemudian, aku sudah mulai membuka butik di Brussels. Jack dan Greg yang mendorongku untuk lebih berani mengembangkan usaha.
Greg memberiku sebuah ruangan di lantai dasar gedung kantornya. Tidak terlalu besar, namun sangat cukup buatku yang baru memulai usaha. Tentu saja aku bisa menggunakannya tanpa membayar sewa, sehingga tidak memberatkan perputaran uang di kasku.
Aku memutuskan keluar dari rumah Emily dan pindah ke Brussels, mendekati tempat kerjaku. Tentu saja tidak mudah mendapatkan persetujuan Emily, dia tidak mengijinkanku tinggal sendirian di Brussel.
Untungnya, Greg membantuku meyakinkan Emily. Akhirnya dia melepaskanku dengan perjanjian setiap akhir minggu aku harus tetap pulang ke Ghent bersama Greg.
Pagi ini, matahari bersinar cerah di luar sana, tapi aku masih berbaring di tempat tidur. Kupaksakan bangun, dan langsung mengernyit karena rasa sakit di kepalaku semakin menjadi.
Aku harus menelepon karyawanku di kantor, ada seorang ibu yang ingin mengepas pakaian pestanya. Orangtua dari mempelai pria, seorang wanita berusia enampuluhan tahun, bertubuh besar dan sedikit cerewet. Aku terpaksa meminta Alice asistenku untuk menghadapinya.
Sudah tiga hari ini badanku tidak sehat, tapi tetap memaksakan diri bekerja. Aku harus segera menyelesaikan pesanan gaun pesta milik keluarga Brown, supaya aku bisa mulai mengerjakan pesanan calon mempelai yang baru.
Aku terbiasa menyelesaikan pekerjaan satu demi satu. Jumlah pegawaiku sudah sepuluh orang sekarang, tapi masih saja kami kewalahan mengerjakan setiap pesanan. Biasanya, pesanan yang masuk bukan hanya gaun pengantin kedua mempelai saja, tapi juga gaun pesta keluarga besarnya.
Aku sudah berusaha menambah karyawan, tapi entah kenapa sulit sekali mendapatkan orang yang cocok. Aku memang sangat berhati-hati memilih karyawan. Aku berusaha tidak menerima karyawan dengan status ilegal, apalagi imigran gelap. Aku malas berurusan dengan polisi imigrasi.
Aku berjalan ke dapur untuk mengambil air minum, dan membasahi tenggorokanku yang terasa perih, aku flu berat. Aku sudah meminum habis antibiotik yang biasa kupakai, tapi masih saja belum sembuh.
Mungkin karena aku tidak beristirahat. Aku tetap bekerja dengan volume yang sama sekali tidak kukurangi. Habis mau bagaimana lagi, semua pekerjaan menuntut untuk segera diselesaikan.
Aku tinggal di apartemen model studio. Tapi perjalananku dari tempat tidur ke dapur rasanya jauh sekali. Beberapa kali aku berhenti saat pusing menyerang. Kudengar bel pintu apartemenku berbunyi, aku mengerang mendengarnya, artinya aku harus berjalan balik ke arah pintu, sementara sedikit lagi sudah nyaris mencapai dapur untuk minum.
Kuseret kakiku menuju pintu depan, mataku mulai berkunang-kunang. Aku ingat, semalam aku tidak makan. Efek obat flu yang kuminum membuatku tidur terus sejak sore hari dan bangun tadi pagi dengan perasaan yang seperti mau mati rasanya.
Sejenak aku berhenti dan berpegangan pada lemari setinggi pinggangku. Kepalakuberputar, perutku mual. Aku bingung antara terus berjalan membuka pintu, entahsiapa yang membunyikan bel, atau lari ke kamar mandi dan memuntahkan isiperutku yang sebetulnya kosong.
KAMU SEDANG MEMBACA
PAST CONTINUOUS - Saat masa lalu bertabrakan dengan hari ini.
RomanceValentine, salah satu korban tragedi bom di Paris. Luka fisiknya bisa terobati sempurna, tapi luka psikis dan memorynya yang hilang, belum tersembuhkan. Hidupnya sekarang bergantung pada Greg, bule keturunan Indonesia yang menjadi penyelamatnya. De...