- Melisa side -
Hari ketiga kembali ke rumah
Walaupun ini sudah hari ketiga, tapi setiap pagi masih saja aku melompat bangun dari tempat tidur, terkaget-kaget melihat jam. Jonathan! Dia sekolah hari ini.
Sedetik kemudian saat oksigen masuk lebih banyak ke otakku, aku bersandar lemas di tumpukan bantalku.
Aku tidak lagi berada di rumah itu. Tidak ada Jonathan. Tidak ada anak-anak. Tidak ada Handrian. Hanya ada aku sendiri. Sendiri!
Aku kembali memejamkan mataku. Menahan air mata. Sudah cukup air mata yang kukeluarkan selama beberapa hari ini. Air mata sia-sia.
Aku sengaja pergi tanpa berpamitan pada anak-anak. Aku tidak akan sanggup melihat mereka terluka kembali. Mereka sudah kehilangan ibu mereka. Selama hampir dua tahun ini, akulah yang menjadi sandaran mereka.
Awalnya aku cukup bahagia, menjadi tempat pelarian, menjadi tempat bersandar. Sampai... aku menjadi tamak. Aku merasa tidak cukup lagi dengan hanya menjadi roda pengganti.
Aku menginginkan cinta mereka yang tulus. Cinta buat Melisa, bukan hanya sebagai pengganti Sylvia.
Awalnya kupikir masih ada harapan buatku. Hasil dari mimpi yang kubiarkan terbangun sedikit demi sedikit. Aku tahu anak-anak mencintaiku. Mereka tulus menyayangi aku. Tapi bagaimana perasaan dr. Handrian terhadapku?
Handrian adalah kakak kelas kami di kampus dulu. Sebetulnya aku yang lebih dulu menyukai Handrian, dan Sylvia tahu itu. Makanya Handrian cukup sulit mendapatkan Sylvia pada awalnya.
Sylvia sangat menjaga perasaanku. Dia takut melukai hatiku. Tapi setelah hampir setahun Handrian berjuang mendekati Sylvia, akhirnya Sylvia luluh juga. Tak ada yang bisa kulakukan selain mendoakan kebahagiaan mereka. Toh, akhirnya aku juga menerima lamaran Markus.
Pernikahan kami bahagia. Aku bisa melupakan Handrian cinta pertamaku, dan sepenuh hati mencintai suamiku, sampai maut merenggutnya. Bukan hanya Markus, tapi juga Cynthia putri kecilku yang baru berusia tiga tahun. Mobil kami mengalami kecelakaan maut di jalan tol, saat mereka sedang dalam perjalanan untuk menjemputku.
Hampir dua tahun tinggal satu atap dengan Handrian, menumbuhkan kembali rasa sukaku padanya. Rasa suka yang kusembunyikan rapat-rapat. Aku berusaha tidak terlalu banyak berinteraksi dengannya. Untunglah dia sering pulang terlambat dari tempat prakteknya. Tapi hatiku lagi-lagi berkhianat. Cinta tumbuh subur di hatiku, tanpa bisa kuhalangi.
Memang semua salahku sendiri. Aku lengah dan membiarkannya tumbuh.
Pikirku, sekarang kami sama-sama sendirian. Pasangan kami masing-masing sudah meninggal. Seharusnya tidak akan ada yang mempersalahkan kami. Anak-anak juga mencintaiku. Jadi hal yang wajar bila aku akhirnya jatuh cinta lagi padanya.
Tapi telingaku yang tidak tahu aturan ini, tanpa sengaja mendengar perbincangan Tante Riana, ibu Sylvia, dengan Handrian. Ibu Sylvia yang baik hati memberikan restunya bila Handrian hendak memperistriku. Satu hal yang langsung ditolak mentah-mentah oleh Handrian.
Hatiku sakit sekali mendengarnya. Jadi memang selama ini, aku hanya figur pengganti ibu bagi anak-anak. Itu saja. Tidak lebih. Kedekatan kami selama ini, ternyata tidak punya arti sama sekali buat Handrian.
Semua perhatiannya buatku, mungkin hanya sebatas hubungan orangtua dengan pengasuh anaknya. Betapa mengerikan. Tidak ada masa depan buatku di rumah itu. Seharusnya setelah mendengar itu aku segera meninggalkan mereka, tapi aku tak sanggup. Belum.
Dan bodohnya lagi, sampai hari ini aku masih berharap, setidaknya Handrian datang membawa anak-anak yang menangis ingin bertemu denganku. Tapi kenyataannya tiga hari sudah berlalu. Tidak ada kunjungan atau bahkan telepon. Bodohnya aku! Bodoh! Air mata kembali mengalir tanpa dapat kutahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
PAST CONTINUOUS - Saat masa lalu bertabrakan dengan hari ini.
RomanceValentine, salah satu korban tragedi bom di Paris. Luka fisiknya bisa terobati sempurna, tapi luka psikis dan memorynya yang hilang, belum tersembuhkan. Hidupnya sekarang bergantung pada Greg, bule keturunan Indonesia yang menjadi penyelamatnya. De...