SYLVIA, KAMU DI MANA?

38 6 0
                                    

Aku menggandeng tangan Jonathan yang terlihat sangat bersemangat malam ini. Dan Alena kecil di tangan kiriku. Alena mulai merengek, dia minta di gendong. Di sela-sela rengekannya dia menanyakan Sylvia. Nampaknya si kecil mulai mengantuk. Aku berjalan perlahan, berharap Sylvia segera menyusul kami.

"Jonathan, jalannya pelan-pelan sayang. Alena capek, lagian kita masih harus menunggu mama. Kita..."

Kalimatku terputus oleh suara ledakan yang memekakan telinga. Karena terkejut kami terdorong ke depan. Kami bertiga jatuh. Awalnya kupikir hanya kami bertiga yang terjatuh tapi ternyata hampir semua orang di depan kami pun ikut tersungkur jatuh. Entah karena apa.

Aku langsung menoleh ke belakang, suara ledakan itu berasal dari belakang. Apa? Dari belakang? Aku segera bangun dan berdiri menghadap ke belakang. Sejenak lupa pada kedua anakku yang menangis ketakutan. Mataku melebar saat melihat kepulan asap dan api menyala dari arah restoran kami. Tempat kami makan barusan.

Otakku seperti lumpuh selama beberapa saat. Sylvia! Sylvia masih di sana. Aku berharap dia sudah keluar dari kamar mandi. Aku menggendong Alena yang sedang menangis meraung-raung, kulihat lututnya luka dan berdarah. Sebelah tanganku meraih Jonathan yang juga sedang menangis. Hanya satu yang ada dipikiranku sekarang, Sylvia!

Aku berjalan cepat setengah menyeret Jonathan yang berjalan tersandung-sandung kembali ke arah restoran yang baru saja kami tinggalkan. Berjuang melawan arah, di saat semua orang berlari ke arah yang berlawanan dengan kami. Langkah kami terhenti, dihadang oleh barikade orang yang memblokir jalan.

Aku memaksa masuk melewati mereka. Beberapa orang berteriak sambil menghalangiku. Mereka berteriak-teriak dalam Bahasa Perancis yang sama sekali tidak kumengerti.

Beruntung ada seseorang yang menjelaskan padaku dengan Bahasa Inggris seadanya, mereka menghalangi orang-orang mendekati lokasi ledakan, karena takut masih ada ledakan susulan. Kami diminta menunggu sampai polisi atau petugas yang berwenang datang.

Menunggu? Mana mungkin bisa menunggu. Sylviaku ada dimana? Aku berusaha merangsek maju, saat tiba-tiba terdengar ledakan lagi, diduga berasal dari arah dapur. Kemungkinan itu adalah tabung gas yang meledak. Kami semua kembali jatuh tersungkur, sebagian besar karena kaget.

Setelah beberapa saat, kesadaranku kembali. Aku menjerit, "My wife! She's still there!" aku sulit bergerak sekarang karena Alena menangis sambil tangannya melingkari leherku kuat-kuat dan Jonathan juga memeluk kakiku.

Pria yang tadi ber-Bahasa Inggris berusaha menenangkanku, beliau menyuruh kami bersabar, sebentar lagi polisi pasti datang. Benar saja, dari kejauhan mulai terdengar raungan sirene mobil polisi. Gelapnya malam mulai dihiasi pendar-pendar warna merah dan biru dari mobil kepolisian. Dalam tempo singkat barisan polisi memblokir jalan. Kami diusir menjauh. Aku mencoba bertahan di tempatku.

Tiga polisi datang menghalauku. Aku berusaha menjelaskan, kalau istriku masih di dalam. Sayangnya polisi tersebut nampaknya tidak mengerti perkataanku. Karena aku ngotot bertahan disitu, dia mulai marah. Aku terus menjerit-jerit, "My wife! My wife! I can't leave her!"

Sampai akhirnya seorang polisi yang lebih tua datang menghampiriku, aku menduga beliau adalah atasan dari petugas yang barusan memarahiku. Melihat dari cara si petugas galak tadi memberi hormat.

Dengan Bahasa Inggris yang baik dia menjelaskan padaku, bahwa dia akan berusaha menyelamatkan semua orang yang masih ada di dalam. Tapi aku diminta mundur agar tidak menghalangi proses evakuasi.

Aku bingung, mana mungkin aku pergi dan meninggalkan Sylvia yang masih ada di sana. Tapi tidak ada yang bisa kulakukan di tempat ini. Karena tidak ada pilihan, dengan berat hati aku mulai berjalan mundur, ke tempat yang lebih lega.

PAST CONTINUOUS - Saat masa lalu bertabrakan dengan hari ini.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang