MENGEJAR CINTA HARI INI

42 8 0
                                    

Aku meletakkan surat di atas meja, di tempat yang seharusnya bisa dilihat dengan mudah oleh Handrian bila dia pulang nanti. Aku teringat baju Melisa yang bersimbah darah, aku berharap mereka berhasil menyelamatkan buah cinta mereka. Adik Alena dan Jonathan.

Tiba-tiba hatiku dipenuhi kerinduan pada Abelle, tanpa sengaja mataku melirik ke kalender di dinding. Seketika aku tersentak, aku ingat tanggal di tiket pesawatku. Hari ini jadwalku pulang ke Belgia. Dengan panik aku melihat jam tanganku. Aku terbang tengah malam nanti, dan sekarang sudah jam empat sore.

Dengan panik aku berlari ke jalan raya dan berusaha menyetop taksi yang lewat. Keadaan seolah tidak memihak padaku. Lima belas menit berlalu sampai akhirnya aku bisa mendapatkan sebuah taksi yang kosong.

Aku menyebutkan alamat apartemen tempat Greg tinggal. Hanya untuk mendapati apartemen itu sudah kosong. Menurut satpam sudah lebih dari dua jam yang lalu mereka bertolak ke Jakarta.

Bila mempertimbangkan macetnya lalu lintas Jakarta, memang sudah saatnya mereka berangkat dari Bandung.

Dengan hati berdebar aku berusaha secepat mungkin menyusul ke Jakarta. Duduk dengan gelisah di dalam bis yang langsung menuju bandara, pikiranku mengembara teringat jawabanku pada Greg kemarin.

Kami duduk di teras Vineyard Wine & Beer di Mall Sukajadi. Duduk berhadapan dalam diam. Seolah tidak ada yang berani memulai pembicaraan. Membiarkan keheningan yang canggung membentang di antara kami. Aku lebih banyak menggigiti sedotan mango smoothies di hadapanku daripada menyedot isinya.

Memilih menunduk menatap gelas daripada menatap wajah teduh Greg suamiku. Tanpa harus melihat aku tahu Greg seringkali menyesap Chateau St. Jean gelas keduanya, sambil menatap lekat wajahku. Aku harus segera mencairkan kebuntuan komunikasi di antara kami sebelum dia memesan gelas ketiga.

"Greg."

"Val."

Kami serempak bicara.

Greg tersenyum tipis, "You first."

Aku menelan ludah, kerongkonganku terasa pedih. Greg yang selalu mengalah padaku, malah membuat hatiku seperti dipilin. "Greg, aku ingin kembali pada keluargaku."

Mendengar perkataanku, Greg menundukkan kepalanya, "Aku sudah menduga kamu mau bilang begitu. Waktu aku memutuskan untuk mengajakmu ke kota ini, aku sudah memperhitungkan konsekuensinya."

Greg berhenti untuk meneguk lagi minuman dalam gelas yang sedang di genggamnya. "Aku tidak punya pilihan lain selain melepaskanmu."

Greg mengangkat matanya untuk memandang wajahku. Tangannya terulur menggenggam tanganku yang terkulai di atas meja.

Anehnya, bukan rasa lega yang kudapatkan, tapi hatiku pedih bagai disayat. Aku berjuang menahan air mata yang sudah menggenang di kedua mataku.

Aku tidak tahan melihat wajah Greg yang selalu mengalah. Seolah aku bisa merasakan sakit hatinya. Membuat rasa sakit di hatiku menjadi berlipat.

"Oh, Greg! Aku tidak tahu harus bagaimana."

PAST CONTINUOUS - Saat masa lalu bertabrakan dengan hari ini.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang