Sebuah kereta mewah dari manor mentri DiWei nampak membelah jalan yang nampak cukup ramai di ibukota kerajaan MingWu sore ini. Kereta dengan ukiran rumit dan terbuat dari kayu dengan kualitas terbaik itu melaju pelan sebab padatnya penduduk yang sibuk berlalu lalang, entah hanya sekedar jalan-jalan dan mencuci mata, menjual barang dagangan atau sekedar membeli keperluan mereka.Di balik jendela kereta yang sedikit terbuka, Mei Yin tengah mengamati orang-orang yang sibuk melakukan aktifitasnya. Suara berisik hasil dari teriakan para penjual sepanjang jalan atau suara kegaduhan obrolan orang-orang yang tengah bersantai di berbagai kedai makanan menjadi latar keramaian kota yang nampak tak ada hentinya beraktivitas.
Selain suara para pedangan yang menawarkan jualan mereka, atau para penduduk yang sibuk berbincang-bincang. Maka ada satu hal yang membuat Mei Yin di dalam kereta harus memejamkan mata ketika aroma harus sebuah makanan menguar di udara dan masuk melalui cela jendela kereta yang sedikit terbuka seraya menggoda sosok cantik dalam kereta tersebut.
"Hm, aroma harum apa ini?" Tanya Mei Yin penuh minat.
Hanya dengan aroma harum tersebut, lantas membuat cacing yang ada dalan perut Mei Yin meronta ingin di isi. Mei Yin lupa jika saat makan siang di kediaman mentri DiWei ia hanya makan sedikit sebab merajuk pada pamannya tak mengizinkannya tinggal bareng seminggu lagi di kediamannya.
"Ah, aku lapar" keluh Mei Yin mengusap perutnya yang mulai berbunyi nyaring.
Jiao Zhu yang menemani Mei Yin dalam kereta nampak kerkekeh geli dengan ekspresi memelas junjungannya yang nampak mengemaskan.
"Haruskah hamba turun dan membelikan anda cemilan yang mulia?" Tanya Jiao Zhu.
Mei Yin menggeleng "Jika hanya cemilan aku tidak akan kenyang Jiao Zhu" balas Mei Yin
Lelah karna perutnya terus saja meronta ingin di isi, Mei Yin nekat membuka jendela yang ada di sampingnya di mana kuda mentri DiWei bersisihan dengan keretanya.
Mentri DiWei yang mendengar suara jendela terbuka segera menoleh dan mendapati ponakannya yang memasang wajah memelas.
"Kali ini apa lagi?" Tanya mentri DiWei kesal sebab selama perjalanan Mei Yin terus memberi banyak alasan seperti panggilan alam (buang air kecil), dan haus. Kedua alasan itu jelas membuat mentri DiWei memincing curiga. Ia berpendapat bahwa Mei Yin sengaja mengulur-ulur waktu dan membuatnya kesal.
"Paman, aku lapar" keluh Mei Yin yang langsung mendapat pelototan tajam dari mentri DiWei.
"Mei Yin tidak kah kau melihat situasi sekarang? Banyak pasang mata tengah memperhatikan kereta yang kau naiki karna rasa penasaran mereka, dan jika kau turun paman tidak yakin jika keesokan harinya akan ada rumor baru!"
"Ck, paman takut karna rumor?" Decak Mei Yin "Aku lapar, dan masa bodoh dengan rumor itu! Paman ingin aku kesakitan karna lapar? Jika kakek dan ayah tau bahwa paman lebih mementingkan mencegah rumor dari pada aku, kira-kira apa yang mereka lakukan pada paman?" Tanya Mei Yin terselip nada ancaman di dalamnya.
Mentri DiWei bergidik ngeri ketika membayangkan wajah murka kaisar Ying dan juga ayahnya ketika tahu anak kesayangan yang juga merupakan cucu kesayangan ayahnya tidak ia perhatikan apa lagi ia pedulikan. Mentri DiWei secepat mungkin menetralkan kembali ekspresinya dan menatap Mei Yin dengan raut wajah kesal.
"Kau mengancamku?" Tanya mentri DiWei tidak terima setelah berhasil mengembalikan ekspresinya seperti sedia kala, yakni datar tanpa ekspresi di wajah cantiknya.
"Aku tidak mengancam paman, tapi kalau paman merasa terancam karna perkataanku anggap saja demikian" kata Mei Yin tersenyum senang.
"Ck, selain pandai mengancam ternyata kau juga pandai berkelit" desis mentri DiWei.
KAMU SEDANG MEMBACA
Empress Xie [Sudah Di Ebookkan]
Historical FictionWARNING ⚠ [CERITA TELAH DI HAPUS BEBERAPA PART. JIKA INGIN MEMBACA SECARA LENGKAP, SILAKAN BELI E-BOOKNYA DI GOOGLE PLAY] . . . Follow me 😉💕 Written on Mar 30th, 2019 * Bagaimana rasanya, jika tiba-tiba saja kau terbangun dari sebuah peti mati dan...