"Ella?"
"Eh iya?"
Aku mengangkat kepalaku lalu menatap perempuan yang sudah 2 tahun lebih ini menjadi teman dudukku. Namanya Tya, dia baik, pintar dan sangat peduli denganku. Tapi sayangnya, aku yang tidak suka terlalu diperdulikan oleh orang lain. Hari ini, akhirnya Tya memotong rambutnya menjadi sebahu, setelah aku dan Tya berargumen kemarin sepulang dari sekolah. Perempuan itu terlihat lucu ditambah bentuk wajahnya yang bulat dari sananya. Tya anak terakhir dari dua bersaudara. Kakaknya bernama Dirga dan aku tergila-gila pada Kakaknya yang sekarang akan menjadi lulusan Akmil itu. Tya sering dipanggil Rina jika ia berada di rumah.
"Pulang aja ya?" ucap Tya cemas.
"Tapi-"
"Nggak ada tapi-tapian, lo jalan duluan, gue minta surat," potong Tya sembari memasukkan semua barang-barangku ke dalam tas.
Kalau sudah begini, aku tidak bisa menolak. Kepalaku seperti akan pecah sebentar lagi, badanku lemas dan suhu di ruangan ini terasa dingin. Tya pergi ke ruang BK untuk mengambil surat keterangan sakit sedangkan aku saat ini menyusuri koridor kelas 10 sembari memijit pelan kepalaku, kali saja sakit ini akan hilang. Belum juga sakit kepala ini hilang, tubuhku sudah oleng akibat bola basket yang menghantam tubuhku. Bola itu membuatku menyandarkan tubuhku ke tembok, berusaha menetralkan debaran jantungku.
Dari lapangan, aku mendengar teriakan samar sebelum semuanya menghitam.
Mataku mengerjap pelan, kepalaku terasa bertambah sakit setelah kejadian tadi. Jam yang tergantung di atas pintu menunjukkan pukul 3 lewat 35 itu berarti aku sudah pingsan selama 2 jam lebih. Pintu UKS terbuka, menampilkan laki-laki yang tak pernahku lihat sebelumnya. Ia mendekatiku, menatapku cemas.
"Kepala lo masih sakit? Mau gue beliin makanan?"
Aku menggeleng pelan sebagai jawaban. Jadi laki-laki ini yang melempariku dengan bola basket tadi? Tapi, apa yang ia lakukan di sini? Sementara jam segini guru pasti masih berada di dalam kelas, menyampaikan materinya. Aku mengambil tasku yang berada di meja samping kasur.
"Gue anterin pulang ya?"
"Nggak usah."
"Tentang tadi, gue nggak sengaja, gue kira bolanya bakalan masuk, ternyata nggak."
"Iya, nggak pa-pa," jawabku.
Aku berusaha turun dari kasur, perasaanku tidak enak. Dan benar saja, sepatuku baru menyentuh lantai UKS, tubuhku langsung ambruk. Untung saja laki-laki itu menaruh telapak tangannya di belakang kepalaku, kalau tidak, kepalaku sudah mengenai meja di samping kasur. Ia duduk di hadapanku, membantuku berdiri.
"Gue anter lo pulang aja ya?"
"Nggak ngerepotin?"
"Nggak, gue yang salah. Gue yang harus bertanggung jawab."
"Kamu emangnya nggak belajar?" ucapku pelan.
"Pak Reno nggak masuk, tugasnya udah gue kerjain."
Aku mengangguk sebagai jawaban. Setelah membantuku kembali duduk di kasur, ia keluar, lalu kembali dengan kunci mobil di tangannya, mengajakku keluar dari sana. Aku berjalan sendiri, tentunya dengan laki-laki tadi yang siap sedia bila aku kembali oleng dari belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
-R
Teen FictionIni semua tentangnya. Aku merangkumnya di dalam sini. ABP series I ; -𝗥 ©2019 by hip-po.