[ Tamat ]

2.5K 202 17
                                    

"Ga, dicariin Kak Reska, lagi."

Mendengar itu, aku langsung menghembuskan nafasku kasar. Itu Kak Reska, Kakak Tingkat yang selalu Tyara bicarakan. Sebenarnya aku risih bila harus didatangi hanya untuk mengajakku makan siang di kantin. Sudah banyak ajakan yang aku tolak dan hanya beberapa yang ku terima, itupun aku menyuruh Gaga untuk mendatangiku dan mengajakku pergi dari sana dengan alasan ada tugas yang belum selesai sebelum makananku habis. Karna tidak ada alasan untuk menolak lagi, akhirnya aku menyetujui ajakannya untuk makan siang bersama. Aku sedikit risih jalan beriringan dengan Kak Reska, pasalnya banyak pasang mata dari Kakak Tingkatku yang lain menatapku aneh.

Dan Kak Reska ini bisa dibilang salah satu mahasiswi populer di kampus ini.

"Mau makan apa?" tanyanya sembari melihat buku menu.

"Nasi goreng kambing aja."

Walaupun agak risih didekati olehnya, aku jadi tau beberapa hal dari dia. Ia cukup menarik karna wajahnya yang sedikit dewasa dan cara berpakaiannya. Aku takut apa yang Tyara bilang akan kejadian. Bahwa suatu saat aku akan terpikat padanya dan melupakan Keira. Apalagi akhir-akhir ini jika ada seseorang yang menyebut namanya di kelasku, jantung berdetak tidak normal.

"Jadi gimana kuliah lo?"

"Ya nggak gimana-gimana."

"Gue denger lo lagi cari dana."

"Iya."

"Coba bawa proposal lo ke perusahaannya bokap gue."

Oh iya, aku lupa. Ayahnya Kak Reska ini adalah pemilik salah satu perusahaan yang terkenal di negeri ini. Tapi memasukkan proposal ke perusahaan itu tidak gampang. Bahkan acara yang diadakan oleh angkatan Kak Reska saja pernah ditolak proposalnya. Ada cara gampangnya, yaitu Kak Reska sendiri yang membujuk Ayahnya untuk menyetujui proposal tersebut.

"Iya."

Obrolan kami berlanjut tentang perusahaan Ayah Kak Reska itu, tentang bagaimana awal mula perusahaan itu berdiri dan apa saja masalah yang hampir membuat perusahaan itu ditutup. Bahkan aku berbincang hingga lupa waktu dan hari mulai sore. Kebetulan, dosen yang mengajar di mata kuliah terakhir tidak datang, jadi aku tak ada alasan untuk tidak mendengar ceritanya. Lagipula ini cerita kali ini sama sekali tidak membosankan.

Tiba-tiba ponselku berdering, menampilkan nama Tyara di sana. Buru-buru aku mengangkatnya. "Kenapa?"

Tak ada jawaban, hanya isak tangis yang ku dengar. Hal itu membuatku langsung berlari keluar dari restoran menuju motorku yang terparkir di parkiran kampus. "Lo kenapa?!"

"Hari ini Ga."

Setelah mendengar jawaban dari Tyara, aku langsung memutuskan telfon secara sepihak, mengendarai motor seperti orang kesetanan. Di rumah sakit, aku berlari menyusuri koridor. Di depan kamar inap Keira sudah banyak keluarga Keira yang menunggu dengan tangisannya. Tyara menatapku, berusaha menahanku saat aku ingin masuk ke dalam sana. Aku masuk ke dalam kamar rawat Keira, di sana ada Om Kelvin yang sedang mencium kening Keira dan dokter beserta suster menunggunya di sisi lain brankar.

Setelah Om Kelvin menyingkir, aku langsung menghalangi dokter yang ingin mendekati Keira. "Jangan deket-deket!"

Tante Desy menatapku sembari menggeleng. "Regha, ini saatnya."

"Nggak Tante! Keira masih berjuang di sana!"

"Regha—"

"Nggak! Nggak!"

Aku menghempaskan tangan suster yang menahan lenganku hingga suster itu terjatuh di lantai.

"Regha! Kita menghalangi dia untuk pergi!"

-RTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang