[ Aku dan Tyara ]

1.4K 141 1
                                    

[ Bagian Sembilan ]

Aku memasuki toko kue. Setelah menyalimi Bunda lalu beralih pada kue mawar yang berada di rak sebelah kanan.

"Tentang jenguk Keira malam-malam. Kamu nggak jenguk dia kan?"

Aku mengernyit. "Siapa bilang?"

"Aku!" jawabnya ketika keluar dari dapur.

Aku terdiam. Pipinya lebih tirus dari sebelumnya. Aku buru-buru meninggalkan toko kue, ia mengikutiku dari belakang.

"Kalo beneran jenguk aku. Kenapa nggak bangunin aja sih?"

Aku berbalik, menatapnya. "Emangnya kenapa kalo gue jenguk nggak bilang-bilang?"

"Aku jadi nggak bisa liat muka kamu!"

"Emang kenapa kalo nggak bisa liat muka gue?"

"Ya," ia menggantungkan ucapannya, "aku kan kangen."

Aku berbalik lalu meninggalkannya lagi. Mendengar ia mengucapkan hal tadi membuatku tak bisa berhenti tersenyum. Apalagi raut wajahnya yang sangat lucu. Di rumah aku langsung pergi ke kamar, mengganti baju kemudian kembali turun. Mereka berdua sedang berbincang di ruang keluar. Aku mengusap rambut Irish lembut, menyuruhnya kembali ke kamar setelah itu baru aku menuju ke dapur, duduk di salah satu kursi menatap punggung Keira yang sedang membaca resep kue Bunda di pintu kulkas.

Ia berbalik. "Kamu beneran pengen menjauh ya dari aku?"

"Iya."

"Kenapa?"

Tanyanya lagi tapi tak ku jawab. Ia mendekatiku, berdiri di hadapanku. "Kamu itu apa sih? Cuma butuh waktu 3 hari untuk ngancurin benteng aku, setelah hancur, kamu malah pergi. Seakan-akan kamu ngancurin benteng yang salah."

Bagus, sikapku yang seperti ini sudah membuatnya benci.

Air matanya mengalir mulus di pipinya. "Aku sayang sama kamu, kembali jadi Egha yang dulu ya?"

Nafasku tercekat. Jangan, jangan seperti ini. Aku berdiri, mengusap air matanya. "Lo itu pinter Ra, jangan berada di titik bodoh karna sayang sama gue."

Setelah itu, aku meninggalkannya di dapur. Bunda yang mengantarnya pulang sore itu.

🌹

[ Bagian Sepuluh ]

Aku menghampiri Hani yang baru saja turun dari tribun terdekat, menerima uluran botol air. "Dateng?"

"Iya dia dateng," Hani menunjuk Keira yang sedang berbincang dengan perempuan paruh baya di atas sana.

"Tumben lo mau nonton sampe abis."

"Gue udah beli mahal-mahal air ini, masa gue buang."

Aku terkekeh kemudian beralih menatap Keira. Dari sini, aku bisa lihat bahwa Keira sedang berbicara dengan Arlan. Ya, itu Arlan. Musuhku dari kelas 10. Ia dan teman-temannya pernah menyerangku sehabis lomba basket tahun lalu. Dan karna itu, banyak informasi yang ku dapat tentang laki-laki bejat itu. Aku mengambil tasku ketika Arlan dan Keira mulai ikut ke dalam kerumunan penonton yang ingin keluar dari sini. Buru-buru aku mengikutinya, tapi saat sampai di luar aku sama sekali tak melihatnya.

-RTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang