[ Bagian Duabelas ]
Aku menatap langit yang kini sedang ditutupi oleh awan. Pikiranku menuju pada Keira. Apa yang perempuan itu lakukan, dimana dia sekarang, apakah ia sudah meminum obatnya. Ya, hanya itu yang ku pikirkan sejak 2 jam berada di sini.
"Egha."
Aku menghentikan gerakan pada kaki ku, mengintip lewat sandaran sofa, terkejut setengah mati karna yang memanggilku tadi benar-benar Keira. Aku menarik tangannya, menuruni tangga dengan cepat. "Siapa yang bawa lo ke sini?"
"Dikta."
Aku mempercepat langkahku ketika melihat Dikta sedang menunggu di samping motor. Aku menghantam rahangnya kuat. "Ngapain lo bawa dia ke sini?!"
Aku menyerangnya membabi buta. Hingga kedua tangan mungil Keira melingkar di pinggangku, memperkecil ruang gerakku. Aku menarik tangannya, meninggalkan Dikta yang terbaring di tanah sembari meringgis. Setelah mampir ke toko kue sebentar, aku mengantarnya pulang.
Setelah kejadian itu, aku jadi sadar bahwa memang aku tak seharusnya dekat dengan Keira lagi. Melihat Keira berdiri di sana sore itu membuatku tertarik ke masa lalu dimana ia terjatuh sembari meneriaki namaku. Dan yang ku lakukan saat itu hanya melihatnya dengan mata yang membulat sempurna. Aku takut, tak mau kejadian itu terjadi lagi.
Hari ini aku menemani Hani ke Mall, katanya ada barang yang ingin ia beli. Daripada gabut di rumah, aku mengikut saja. Sampai di parkiran Mall, aku melihatnya. Mata kami bertemu. Buru-buru aku mendekatinya, tersenyum tipis.
"Gue boleh ngomong sama lo?"
Kami menjauh dari Tyara, Frans dan Hani. "Kenapa?"
"Gue kangen," entah apa yang ku pikirkan saat itu, kalimat itu terlontar begitu saja.
"Kamu pernah bilang, aku bodoh karna sayang sama kamu. Sekarang aku berenti. Aku nggak bodoh lagi, aku keluar dari titik bodoh itu," ucapnya dengan mata yang berkaca-kaca.
"Ra," suaraku hampir tak terdengar, saat ingin mengapai tangannya, Keira dengan cepat menghindar.
"Setiap hari aku mikirin kamu, sedangkan kamu, kamu jalan sama Hani. Setiap jalan sama Hani, kamu kira aku nggak sakit hati? Sakit Ga. Kenapa waktu aku bilang sayang ke kamu, kamu nggak bilang ke aku kalo kamu sayang sama Hani!"
"Jangan nangis," ucapku sembari mencoba mendekatinya.
Setelah itu ia berlari masuk ke dalam mobil dan mobil Frans melaju sebelum aku sempat menahannya. Aku menatap mobil Frans yang hilang di tingkungan.
"Ga," Hani mengusap bahuku.
"Gue nggak bisa Han, dia nangis lagi karna gue."
🌹
"Kak Mawar, bangun!"
Aku duduk di hadapan Tyara, sama-sama menatap Irish yang sedang berusaha membangunkan Keira dari istirahat panjangnya. Sejak aku membawanya ke rumah sakit, ia merasa bersalah karna hari itu. Irish hampir menangis sembari mengatakan bahwa Keira dirawat karnanya.
"Kak Mawar, Irish udah hafal sebagian not piano yang Kakak mainin terakhir kali."
Tyara menatapku. "Kalian bener-bener deket ya?"
"Siapa?"
"Ella sama keluarga lo."
Aku tersenyum menanggapi. Irish menghampiriku, duduk di pangkuanku. "Kak Mawar kapan bangunnya Bang? Irish kangen main sama Kak Mawar lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
-R
Teen FictionIni semua tentangnya. Aku merangkumnya di dalam sini. ABP series I ; -𝗥 ©2019 by hip-po.