[ Ayah yang Menyuruh ]

1.6K 163 0
                                    

Selesai les, aku dijemput oleh Egha. Selain mengantar pulang, Egha juga ingin mengajakku ke suatu tempat. Aku sendiri hanya mengiyakan semua yang ia bilang. Hingga motornya berhenti di kedai es krim dengan antrian yang cukup panjang. Egha bilang ini adalah kedai es krim terenak di Ibukota. Selain es krimnya yang enak dan harga yang terjangkau, kedai itu juga cukup nyaman untuk bersantai sejenak.

"Hai kalian, setelah 2 tahun nggak ke sini, kalian banyak berubah ya?"

Egha terkekeh lalu memesan es krim itu. Sedangkan aku terdiam, kalian? Memangnya dulu aku sama Egha pernah ke tempat ini? Aku saja baru mengetahui ada kedai ini di Ibukota. Kami menikmati es krim itu sembari menatap kedai ini yang selalu bertambah pengunjungnya. Setelah selesai, tak disangka aku bertemu dengan Mia saat baru saja ingin pulang.

"Mia! Aku kangen banget sama kamu!"

"Sama, gue juga. Kalian berdua bener-bener nggak bisa lepas ya? Dari dulu berduaan terus."

Mia tertawa kecil tapi aku hanya tersenyum menanggapi. Apa yang Mia katakan? Setelah berbincang kecil dengan Mia, Egha akhirnya mengantarku pulang, sudah terlalu larut katanya. Padahal masih jam 8 malam. Di rumah, Ayah sudah menunggu di pintu utama, menatap ke arahku, lebih tepatnya menatap Egha. Karna Bunda sedang keluar malam ini, jadi tidak ada yang mengiringku kembali ke kamar. Saat Ayah menyuruhku ke kamar, aku malah pergi ke halaman belakang, mengitari rumah hingga tiba di garasi rumah yang bersampingan dengan pintu utama. Walaupun jaraknya agak jauh pintu dengan garasi, aku dapat mendengar percakapan mereka berdua.

"Maaf Om, Regha–"

"Sudah berulang kali saya bilang, kamu tak pantas dekat-dekat lagi dengan Ella."

Aku mengernyit, apa yang mereka bicarakan?

"Saya mau ini yang terakhir kalinya kamu dekat dengan Ella. Buat Ella benci sama kamu, seperti dulu, sebelum kecelakaan itu terjadi."

Dari sini, aku melihat Egha menunduk berjalan menuju motornya, menatap kamarku sekilas lalu melajukan motornya menjauh. Sedangkan aku, kepalaku mulai sakit lagi. Dengan sekuat tenaga, aku masuk melalui pintu belakang yang langsung masuk ke dapur agar Ayah tak curiga, sebelum semuanya benar-benar menghitam.

🌹

Pagi harinya aku kembali berbohong pada Ayah dan Bunda, mengatakan aku ulangan susulan karna hari itu aku mengikuti Olimpiade. Tak masuk diakal memang, tapi mereka percaya. Lagi-lagi aku berbuat dosa. Mungkin ini akibat aku berbohong pada mereka, perutku mual sedari tadi pagi, tapi yang keluar hanya air. Wajahku pucat dan aku sama sekali tidak membawa sesuatu untuk menutupi wajah pucatku ini. Aku harus menemui Egha sebelum aku tumbang dan terbangun di UKS, lagi.

Keluar dari toilet, aku berjalan menuju kelasnya, Egha tak ada di kelasnya, sahabat Egha—Dikta mengatakan Egha tak pernah berada di kelas sejak pelajaran pertama. Saat ingin ke rooftop sekolah, aku melihat Egha berjalan di koridor, ia berbalik arah karna aku menghalangi jalannya. Sekuat tenaga, aku menahan lengan Egha karna laki-laki itu tak menyahut padahal aku meneriaki namanya berkali-kali.

"Egha."

"Apa?"

"Maksud Ayah tadi malam apa sih?"

"Lo denger?"

"Iya."

"Lo denger kan, Ayah lo nyuruh gue buat jauh-jauh dari lo."

"Tapi kena–" belum sempat aku menyelesaikan kalimatku, Egha sudah pergi meninggalkanku, "Egha!"

Saat ingin mengejar Egha, kepalaku rasanya seperti dihantam batu besar hingga aku bersandar pada tembok sembari memegangi kepalaku dan semuanya memburam.

-RTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang