Sepulang sekolah, Frans dan Tya datang kembali menjenggukku, mereka membawa pasukan. Aku senang karna banyak yang menyisihkan waktunya hanya untuk melihat keadaanku saat ini. Tapi ada yang kurang, Egha bukan salah satu orang di dalam pasukan itu. Aku bingung, jika kondisiku baik-baik saja, mengapa aku sampai dirawat berhari-hari. Biasanya sih jarang, bahkan tak pernah. Setelah menghabiskan makan siangku, Tya pamit pergi ke kantin rumah sakit, ingin membeli sesuatu katanya, meninggalkanku dengan Frans berdua di kamar ini. Mereka sengaja menunggu kedua orang tuaku pulang dari kantornya barulah mereka akan pulang.
Aku menghembuskan nafasku kasar, membuat Frans tiba-tiba terkekeh. "Bosen ya?"
"Banget."
Frans mengambil gitar yang ia bawa tadi, duduk di samping brankar sembari memangku gitarnya. Frans memainkan 2 lagu hingga Tya kembali. Aku tersenyum lebar. Aku bingung, sikap Frans yang begitu perhatian dan manis padaku tak mampu menghancurkan dinding pertahananku selama 2 tahun lebih ini. Tapi kenapa Egha dengan gampangnya menghancurkan dinding ini hanya dalam kurun waktu 3 hari?
"Minggu depan anak-anak mau ke rumahnya Tya, BBQ-an."
"Yes!"
"Tapi kamu nggak boleh ikut."
"Kenapa?"
"Nggak ada yang jagain."
"Aku kan udah gede!"
"Biarpun udah gede, kamu harus tetep dijagain."
"Aku harus ikut intinya!"
Frans tertawa kecil. "Iya-iya terserah kamu."
🌹
Setelah genap 4 hari aku dirawat, akhirnya aku sudah dibolehkan untuk pulang. Tapi kata Dokter harus istirahat di rumah dan jangan dulu ke sekolah karna sekolah sangat mempengaruhi penyakitku, sekalian tambah libur 1 hari katanya. Dan di sinilah aku sekarang, mengganti channel televisi terus-menerus karna merasa bosan. Pukul 3 siang, matahari sudah tidak terlalu panas lagi. Aku memutuskan untuk keluar rumah, menuju toko kue Bunda Egha, lebih tepatnya modus untuk bertemu laki-laki itu. Karna aku tau Egha tak akan datang ke rumah hari sabtu dan minggu. Menjenggukku saja tidak pernah apalagi datang ke rumah.
Bel diatas pintu berbunyi menandakan ada pengunjung toko kue, buru-buru Bunda Egha keluar dari dapur. Aku tersenyum lebar sembari menghampiri Bunda Egha, memeluknya erat. "Kamu sudah baikan sayang?"
"Tante tau aku dirawat?"
"Ya jelas tau lah, Egha setiap hari cerita tentang kamu."
Bunda Egha berjalan menuju dapur dan aku mengikutinya, ia menyuguhkanku teh hangat dan beberapa kue, diantarannya adalah kue berbentuk mawar kesukaanku. Bukan hanya rasanya saja yang lezat tapi karna Egha sendiri yang memberi nama kue itu, makanya aku suka. Aku membantu Bunda Egha membuat kue sembari berbincang kecil tentang apa yang Egha lakukan seminggu ini. Katanya Egha sibuk latihan basket karna dekat-dekat ini ia akan mengikuti lomba basket di luar sekolah. Adik Egha Irish kemarin baru saja menjuarai lomba balet.
"Tumben ke sini Ra?"
"Aku mau ketemu sama Egha, Tante."
"Loh, bukannya Egha sering jengukin kamu?"
Aku mengernyit kemudian menggeleng pelan. "Nggak pernah Tan, Egha nggak pernah jenguk."
"Aneh. Padahal setiap malam Egha minta izin ke rumah sakit jenguk kamu katanya. Karna setiap sore dia latihan basket."
Aku terdiam. Tidak mungkin, jika ada seseorang yang menjenggukku pada malam hari atau saat aku tertidur pasti Ayah atau Bunda membangunkanku untuk menghargai kehadiran orang itu. Tapi 4 hari kemarin tak ada tanda-tanda bahwa Egha datang menjengguk. Pintu toko kembali berbunyi, Bunda Egha berlari kecil melihat siapa yang datang. Dari suaranya, aku sudah tau itu Egha.
KAMU SEDANG MEMBACA
-R
Teen FictionIni semua tentangnya. Aku merangkumnya di dalam sini. ABP series I ; -𝗥 ©2019 by hip-po.