01 COPET SABANG

6.6K 540 65
                                    

Cuaca hari ini, Senin, 10 April 2017, benar-benar sedang baik. Matahari bersinar, tapi tidak terlalu terang, terhalang oleh awan. Angin berhembus, menggelitik kulit para manusia yang melangkah ceria di trotoar Jalan Sabang, Jakarta Pusat yang tak pernah sepi oleh pengunjung. Terlebih lagi di jam makan siang. Jalan Sabang memiliki sangat banyak pilihan tempat makan yang menjadi kesukaan para pekerja keras di sana.

Buruknya, cuaca cerah dan wajah ceria para pengunjung tak lantas tertular pada gadis dua puluh tiga tahun yang dipaksa dua teman satu kantornya untuk makan di Jalan Sabang. Berbanding terbalik dengan dua temannya yang ceria, Ariesa Chantrea tak menunjukkan senyum sedikitpun sejak mereka ke luar dari mobil dan melangkah mencari tempat makan. Gadis berambut panjang dengan poni rata menutupi dahinya itu malah melangkah lesu, wajahnya juga tak menunjukkan sedikitpun semangat.

"Tre, ini udah sampai di warung Soto Bogor kesukaan lo. Itu muka sedikit aja di upgrade buat ceria gak bisa?" Salah satu teman gadis yang akrab dipanggil Trea bertanya.

Gadis berpipi tembam dan mengenakan setelan Channel tersebut bernama Rubi. Sedangkan yang satunya lagi bernama Sakura, meskipun tak ada darah Jepang sama sekali di gadis dengan bentuk bibir menyerupai bentuk hati tersebut. Mereka bertiga adalah karyawan PT Amandina Hartanto, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang building management. Ketiganya bersahabat dan berada di Divisi yang sama, Divisi Pemasaran.

Trea menghela napas, dia tak berkomentar apapun dan menarik kursi untuknya duduk. Rubi dan Sakura ikut menghela napas pasrah. Rubi menarik kursi yang berhadapan dengan Trea sementara, Sakura menarik kursi di samping Rubi. Kedua gadis itu menatap sang sahabat yang benar-benar murung dan suram hari ini.

"Kan, gue udah bilang, Tre. Semua cowok itu sama aja. Sama-sama buaya." Sakura berujar santai seraya memanggil pelayan dan langsung memesan makanan dan minuman untuk mereka yang sudah dihafalnya di luar kepala.

Begitu pelayan datang, Sakura dengan lancar berkata tanpa melihat menu, "Soto Ayam tiga porsi. Yang satunya gak pakai sayur kol. Minumnya yang satu es jeruk, yang satu es teh manis dan satunya lagi teh tawar hangat. Makasih, Pak." Sakura tersenyum manis dan membuat si pelayan laki-laki muda tersebut salah tingkah. Si pelayan mengangguk dan berbalik melangkah menuju ke gerobak setelah berhasil menghafal pesanan Sakura.

"Jadi emang beneran itu kupret satu selingkuh? Sialan, banget, ya? Tampang malaikat. Rajin ibadah, tapi dikasih ikan asin lain langsung dicaplok." Rubi memang sedikit frontal dan mudah tersulut emosi.

Memang, semalam, tiba-tiba saja Trea mengirim pesan di grup WhatsApp mereka berempat-sahabat mereka yang satunya lagi sedang memiliki tugas di luar kota, namanya Rosie. Isi pesannya adalah foto punggung sepasang kekasih dan pesan yang ditulis Trea adalah: Gila. Gue jalan persis di belakang mereka dan mereka gandengan😢😭

Trea melipat tangan di atas meja dan menyembunyikan wajahnya di lipatan tangan tersebut sambil berkata lesu, "Gue kurang apa coba? Gue kasih dia semuanya. Gue rela kalian panggil bucin demi dia, tapi dia malah selingkuhin gue. Huaaa...."

Rubi dan Sakura saling tatap sebelum sama-sama menoleh menatap miris Trea. Tangan Sakura terulur, mengelus bagian belakang kepala Trea yang masih menyembunyikan wajah. "Tre, sabar, ya. Itu berarti dia bukan jodoh lo. Mending lo putusin dia dan cari pacar di Tinder, kayak gue."

Sakura memang mendapatkan kekasih yang sudah dua tahun belakangan dia kencani dari aplikasi pencari jodoh bernama Tinder tersebut. Nama kekasihnya adalah Juna Adiprawira, seorang pengusaha muda yang menuruti semua keinginan Sakura. Di hubungan mereka, Juna-lah yang bucin.

"Janganlah, Tre. Bahaya cari pacar di Tinder. Ya, kalau lo beruntung, bisa dapat yang kayak Mas Juna. Tapi kalau lagi sial? Mau gak lo match sama orang yang fotonya mirip Ariel Noah, tapi pas ketemuan malah mirip Andhika Kangen Band? Enggak, kan?" Rubi menimpali dengan cepat, membuat Trea mengangkat kepalanya dan menghela napas pasrah, entah untuk keberapa kali.

AcceptanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang