.
.
Sia seketika membuka mata saat mendengar suara mesin mobil mulai dijalankan. Ia melompat dari ranjang dan setengah berlari, menatap mobil Zean yang mulai bergerak menjauh dari balik jendela kamar. Manik emerald itu tampak layu, dengan sedikit kerutan di kening yang membuat rautnya tampak semakin menyendu.
Satu jam yang lalu, Zean membawa Sia pulang ke rumahnya. Tindakan yang sebenarnya Sia tak menyangka Zean akan melakukannya. Ia pikir Zean akan membawanya ke mansion, tempat di mana Zean memberikan kejutan di hari ulang tahunnya yang ke-tujuh belas, dan mengambil keuntungan darinya. Namun, ternyata pemikiran Sia salah total.
Jangankan mencoba menyentuh, saat perjalanan pulang Zean bahkan lebih fokus menyetir daripada memperhatikan wajahnya. Pria tampan itu hanya sesekali mengencangkan sabuk pengaman Sia, lalu mengusap puncak kepalanya penuh sayang. Mengatakan beberapa kata penyemangat kalau Sia akan baik-baik saja.
Sia dapat merasakan ketulusan dibalik setiap kata yang Zean ucapkan.
Tak hanya itu, Zean juga memanggil seorang dokter dan masih sempat mengompres kening Sia dengan air hangat sebelum dokter itu datang. Lalu menggenggam tangannya sekian lama disela mengganti kompresan yang sudah dingin.
Saat itu, Sia masih pura-pura pingsan.
Dibalik matanya yang terpejam, Sia dapat merasakan genggaman tangan Zean yang begitu dingin, sama seperti ia sedang menggenggam balok es. Namun, entah kenapa genggaman itu malah terasa hangat di sudut hatinya.
Saat dokter datang dan memeriksa, Zean masih tak melepaskan genggamannya. Sama sekali tak berpindah dari posisinya yang duduk di sisi ranjang. Hingga sang dokter mengatakan kalau Sia baik-baik saja, barulah Zean mau berdiri dan berbaik hati mengantarkan sang dokter sampai pintu kamar seraya bertukar kata.
Entah apa yang mereka bicarakan, Sia tak dapat mendengar dengan jelas. Yang pasti saat ia bangun, Sia mendapati setumpuk vitamin di atas meja, di samping ranjangnya.
Sejenak, Florensia berpikir dalam. Hatinya kembali bimbang. Dalam benaknya muncul berbagai pertanyaan yang sebenarnya telah terjawab. Hanya saja hatinya masih menolak untuk percaya. Terus-menerus mempertanyakan kenyataan yang sudah jelas adanya.
Dalam ingatan gadis itu, Zean adalah iblis yang melenyapkan seluruh keluarganya di masa lalu. Menghanguskan desa, hingga akhirnya merenggut nyawanya dalam ganasnya api yang masih bergejolak.
Dan dari apa yang dilihatnya beberapa saat lalu, Zeanlah yang juga menghabisi para penculik itu dengan keji, tanpa belas kasih sedikitpun. Menghadapi mereka seolah tengah bermain dengan kelinci kecil yang tulangnya dapat ia patahkan dengan mudah. Seperti tengah membunuh seekor nyamuk yang mengganggu tidurnya.
Sia melihat kenyataan dengan kedua matanya, tapi hatinya masih tak ingin percaya. Karena apa yang ia rasakan di sana adalah sebaliknya.
Dibalik sosok iblis Zean, Sia melihat seorang pria yang begitu polos, selalu tersenyum dengan kata-kata lembutnya yang menenangkan. Zean yang memiliki ketulusan untuknya, dan begitu menyayanginya. Meski pria itu tak pernah mengungkapkan perasaannya dengan benar.
Sia menutup mata sesaat. Menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan.
"Zean ...," ia bergumam pelan. Manik indahnya menjatuhkan setetes air mata.
Semilir angin senja membelai lembut wajah cantiknya. Membuat rambut legamnya sedikit berkibar. Membawa serta sinar rembulan yang mulai tampak dari kejauhan. Membuat Sia tersenyum dalam setiap ingatan indah di mana takdir membawa Zean padanya.
Sia jatuh cinta pada sang pangeran kegelapan yang cepat atau lambat akan menjadi raja. Penguasa para makhluk penghuni dasar neraka, penyesat abadi umat manusia.
KAMU SEDANG MEMBACA
The DEVIL'S WOMAN ✔️
FantasySPIN OFF LILY & THE DEMON PRINCE (Fantasy-Romance) 18+ ZEAN LUCIFER. Sang putra mahkota kegelapan tiba-tiba memutuskan untuk tinggal di dunia manusia. Membangun sebuah perusahaan layaknya manusia pada umumnya hanya demi seorang gadis yang membuatny...