23. Behind The Rain

1.3K 86 91
                                    

"Cih!"

"Aku tidak akan pernah melepaskannya," ucap Gio kemudian berbalik dan menghilang dalam satu kedipan mata. Meninggalkan asap tipis yang menguar samar, yang kemudian memudar tersapu udara.

Setelah Gio menghilang, Caius dengan sigap membungkukkan punggungnya. Saat kembali berdiri tegak, manik coklatnya berkilat tajam.

"Perintahkan saya untuk melenyapkannya, Tuan."

Zean melirik pelayan setianya. Menyungging senyuman tipis yang membuatnya terlihat semakin menawan. "Tidak perlu."

Dagunya terangkat, maniknya menatap udara kosong di depannya.

"Orang yang sudah mati tidak akan bisa mati dua kali."





                      ~°^°~






DUA BULAN KEMUDIAN ....

#hutan di belakang mansion Zean.

Sratt!

Sratt!!

Bugh!

BLEDAMM!!

Butiran kristal mengalir di pelipisnya. Mengembun hingga membuat surai legamnya basah. Namun, tatapan siaganya masih tampak fokus, sama sekali tak teralihkan.

Dengan napas terengah dan peluh yang terus membasahi tubuh tegapnya, Zean mengayunkan pedang. Mencoba melukai sang pelayan meski ia yakin itu tak akan terjadi sekalipun Caius melambatkan gerakan.

Namun, Zean tak ingin menyerah.

Lagi, lagi dan lagi, tangan kekarnya terus berayun sekuat tenaga. Mencoba mencari celah meski Caius selalu dapat menangkis dengan kekuatan jauh di atas manusia biasa. Membuatnya terdorong dan terjatuh puluhan kali, namun Zean masih tetap kembali berdiri.

Meski bajunya telah basah seolah terendam di dalam mesin cuci, meski sendinya meronta minta berhenti. Ia terus maju dan menganggap seolah rasa itu telah mati.

Hanya demi melindungi gadisnya, sang Putra Mahkota kegelapan yang kini telah kehilangan kekuatannya berlatih pedang dengan kemampuan manusia biasa. Mencoba berbagai latihan fisik untuk meyakinkan diri, bahwa Sia akan tetap aman bersamanya meski tanpa kekuatan sang keturunan iblis terkuat.

Bughh!!!

Untuk yang kesekian kalinya, Zean kembali terdorong. Terjelembab di atas tanah dengan luka di siku kanan yang merembeskan darah.

Pedang berukiran naga di bagian pangkal itu tertancap di atas tanah, sementara pengendalinya tampak terengah dengan manik legam yang menyorot kehampaan udara.

"Saya rasa sudah cukup, Pangeran."

Raut Caius begitu cemas saat berjalan mendekat. Seraya berpikir apakah sang tuan melakukan semua ini karena ingin melindungi gadisnya ... atau sekalian menghukum diri sendiri karena merasa tak berguna sebagai Putra Mahkota.

"Tubuh anda sudah tidak kuat menahannya. Jika diteruskan ...," Caius menurunkan tatapan. "Anda akan-"

"Lanjutkan!"

Caius terdiam. Kalimatnya terpotong oleh sirat perintah yang tak dapat ia tolak. Hanya wajah tampannya yang masih menunduk dengan kedua alis menyuram dan tangan terkepal. Ingin sekali membantah, namun tak dapat meski hanya mengucap sepatah kata.

Sementara Zean mencoba bangkit. Menumpukan tubuhnya pada sebilah pedang yang kini ia genggam di tangan kanan. Menggenggamnya erat dengan bayangan sang gadis yang ada di dalam kepala tampannya.

The DEVIL'S WOMAN ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang