KEJUTAN!!! Hehehe... Kaget ya kaget kan?
Jangan lupa vote dan cari spot paling nyaman untuk baca!!!
***
Hari ini jam kerja Karam akan berakhir pukul enam sore, itu berarti masih ada tiga puluh menit sampai ia diizinkan untuk pulang. Ia memilih untuk berada di belakang meja pesanan sambil membuat pesanan pelanggan. Percakapannya dengan Pian seolah menyadarkan Karam bahwa ia tidak lagi menyandang status sendiri. Sekarang Karam punya pacar, punya kekasih, punya cowok. Namanya Pian Mauza.
Pikiran Karam mendadak berkelana pada lelaki yang baru saja ia temui, Badai. Entah kenapa Karam menjadi kalut, sebagian kecil hatinya tidak ingin Badai tahu mengenai status hubungan barunya dengan Pian. Jahat memang, tapi Karam hanya tidak ingin kenyamanan dengan Badai terganti dengan kecanggungan karena perubahan status Karam telah menjadi milik Pian.
Tunggu dulu, bukankah pemikiran ini jelas salah? Karam tidak menyukai Badai, ia bahkan berencana untuk menghindari Badai pasca insiden pengakuan Nissa. Kenapa sekarang ia merasa tidak rela? Astaga, dasar perempuan jahat! Sadar diri Karam, tidak boleh maruk! Karam menepuk dahinya sendiri, memarahi dirinya sendiri.
"Lo kenapa lagi?" Bunga yang bertugas menjaga kasir menatap Karam dengan aneh. "Kata Alex lo pacaran ama Pian?" tanya Bunga penasaran.
Karam mengangguk, tangannya fokus memotong apel. "Iya tadi siang."
"Terus sekarang galau kenapa lagi? Bunganya bahagia dengan baground bunga-bunga, malah ada petir di sekitar lo." Bunga bertanya dengan penuh perhatian. Karam tidak memiliki teman untuk diajak berbagi dan Bunga mengetahui itu. Maka dari itu seringkali Bunga menempatkan Karam di belakang meja pesanan sekalian untuk berbicara masalah perempuan sembari tetap bekerja.
"Kak, lo inget cowok yang namanya Badai, yang kemarin gue curhatin?" Karam berbalik dan berkutat dengan jus apel yang sedang dibuatnya.
"Si Badai Hizam? Kenapa emang?" Karam memang sempat curhat colongan tentang asal muasal luka di pipinya tempo hari, dan itu berhubungan dengan Badai.
"Gue kan pacaran ama Pian, tapi nggak tau kenapa gue nggak pengen Badai tahu status gue yang pacaran apa Pian. Itu gimana Kak?" Karam bertanya dengan pelan dan hati-hati, sembari memastikan tak ada yang menguping pembicaraan mereka.
"Lo suka Badai?" tanya Bunga to the point.
Karam melotot. "Enggak!"
"Lah terus apa masalahnya? Biasanya kalau kayak gitu indikasi pengen selingkuh. Ya ampun Dek, baru juga beberapa jam pacaran udah mau selingkuh aja lo."
"Enggak ya, nggak ada selingkuh di kamus gue." Dalih Karam. Meskipun Karam pemula, tetapi ia berpendapat selingkuh adalah hal tercela yang tak boleh dilakukan. Menodai sebuah hubungan dengan kecurangan. Selingkuh adalah hal paling jahat dalam melukai pasangan.
"Kalau mendua ada?" goda Bunga.
"Enggak ih! Kak Bunga yang bener ah jawabnya."
Bunga tertawa kecil. "Intinya lo tuh juga nyaman sama Badai dan nggak pengen kehilangan hal itu. Lo takut kalau hubungan lo sama Pian bakal merubah hubungan lo sama Badai yang udah ada. Simpel. Lo pasti juga sadar."
Karam mengangguk-angguk dan berpikir hal itu wajar. Iyakan wajar nggak sih? "Wajar nggak sih?" Karam menyuarakan pemikirannya.
Bunga tersenyum penuh rahasia. Jelas sekali Karam memiliki indikasi untuk belok ke jalan yang sesat. Tapi Bunga tidak ingin mengganggu perasaan Karam dengan pendapat yang pasti akan mempengaruhi Karam. Bunga ingin Karam menemukan perasaannya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Love Someone
Teen FictionHow to love someone? Ini adalah sebuah pesan. Untuk hati-hati yang terluka di penghujung malam. Untuk rindu-rindu yang tak tersampaikan. Dan untuk tangan-tangan yang tak mendapat balasan. Segala hal tentang cinta memang tidak selalu bahagia, namun...