Empatpuluhsatu

2.1K 205 8
                                    

Gue telat bangun. Edan, kenapa sih hari ini bisa pake kesiangan segala?! Pasti karena gue kecapekan ini. Belum lagi hari ini ada rapat penting bareng atasan. Bisa mampus gue. Dengan secepat kilat, gue siap berangkat. Dandan seadanya, gak sempat sarapan.

Pasti ini diceramahin ntar. Biasa, kalo begini sih keadaan rumah mendadak jadi acara Mamah Dedeh.

"Isyana, enggak sarapan dulu?" Tanya Mama. Gue menggeleng sambil menyiapkan tas beserta seisinya. "Enggak sempat, Ma" Jawab gue.

"Begitu aja terus, gajimu habis karena dipotong terus lama-lama" Omel Papa.

"Baru juga kesiangannya hari ini doang. Sebelumnya gak pernah" Balas gue.

"Lama-lama bisa jadi kebiasaan. Hati-hati kamu" Celetuk Papa.

"Aku duluan. Ojeknya udah datang" Pamit gue lalu keluar rumah.

"Anak kita itu, Ma. Susah dibilangin" Ujar Papa.

"Biarin, Pa. Gak usah dipikir. Yang ada malah sakit" Balas Mama.

"Iyoo"

Hem, gibahin gue.

🐺🐺🐺

Setelah rapat penting, gue merasakan ada gejolak tersendiri di dalam perut. Laper ini mah. Mau makan, di dapur kantor gue rasa adanya cuman popmi. Ah, tapi, lumayan lah ganjel perut.

Kepala gue sedikit pening. Tangan gemetar. Pertanda gue belum makan. Gue duduk di kursi biasa, di samping Sekretaris Jung.

"Ana, kamu gak kenapa-kenapa, kan?" Tanyanya membuat gue menoleh.

"Oh, enggak, kok. Emang kenapa?" Tanya gue balik.

"Itu, wajahmu pucat" Jawabnya.

"Gak masalah, kok. Gak ada apa-apa. Santai aja, ya" Balas gue lalu semuana fokus ke pekerjaan.

Ini makin gemetar aja gue. Ngetik rasanya gak konsen, jari juga rasanya nyaris mati rasa, perut rasanya eneg, dan gue gak bisa mikir apa-apa. Mau lihat layar aja rasanya silau dan mata gak kuat.

Kepala gue rasanya semakin pening dan berat. Yang awalnya gue masih fokus bekerja, tiba-tiba semuanya jadi gelap. Gue gak kuat.

Gue jatuh pingsan. Sebelum benar-benar gak sadarkan diri, gue masih bisa mendengar Sekretaris Jung yang terkejut, panik, dan teriak minta tolong.

Gelap dan tak sadarkan diri.

🐺🐺🐺

Gue terbangun dengan kepala pusing tujub keliling. Gila, ini berat banget kepala gue. Gue membuka mata perlahan.

"Na..." Suara bariton memanggil nama gue membuat gue tersadar. Gue pingsan.

"Badan kamu demam, Na" Lanjut Kak Sehun.

Gue membuka mata lebar dan melihat Kak Sehun. Gue lagi di ruangannya. Gue terbangun membenarkan posisi menjadi duduk di atas sofa.

"Gak usah bangun dulu, kalo masih pusing"

"Enggak, kok" Balas gue pelan.

Di ruangan ini ada Kak Sehun, Sekretaris Jung, dan bahkan Baekhyun.

"Kamu memang lagi sakit, ya? Seharusnya kamu gak masuk kerja dulu" Ujar Kak Sehun membuat gue menggeleng pelan.

Kak Sehun mengalihkan atensinya dari gue ke arah Sekretaris Jung dan Baekhyun. "Kalian, keluar ruangan saya dulu saja. Biar saya ajak ngobrol Isyana" Perintahnya.

"Baik, Pak" Balas Sekretaris Jung sambil menunduk hormat lalu keluar ruangan. Berbeda dengan Baekhyun yang malah menatap sinis ke arah kami berdua. "Modus" Desis Baekhyun.

Kak SehunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang