Badan gue hari ini rasanya nyeri semua. Kepala pening. Rasanya meriang. Hidung juga gatel banget. Gejala mau flu sih ini kalo gue.
"Minum obat, Na" Ujar Sekretaris Jung.
"Nanti aja" Jawab gue.
"Masih kuat? Kalau enggak, ijin pulang cepat saja langsung ke Wakil Ketua"
Gue mengangguk, "Iya, nanti kalau udah gak kuat, aku ijin langsung" Balas gue.
"Aku duluan, ya. Ada rapat di luar kantor. Kamu kerepotan, gak?" Tanyanya dan gue menggeleng pelan.
"Ya sudah. Daaa" Ujarnya lalu pergi dari ruangan ini. Gue sendirian dengan Kak Sehun yang ada di ruangan sana.
Ini kepala gue pening banget. Berkas-berkasnya banyak lagi yang harus diurus. Ini pasti gara-gara gue kurang tidur deh semalem. Mata gue udah gak kuat ini, perih. Mau tidur aja rasanya.
Gue meletakkan kepala sejenak di atas meja kerja. Menenangkan diri dan pikiran dulu pokoknya. Pusing banget.
"Isyana, kamu kenapa?" Tanya seseorang mengagetkan gue. Seketika gue langsung memperbaiki sikap duduk dengan baik. Kak Sehun lagi berdiri di tengah pintu dengan posisi setengah terbuka.
"Oh, enggak kenapa-kenapa" Jawab gue bohong.
"Wajah kamu pucat. Kamu sakit?" Tanyanya membuat gue tersenyum kecut. Tau aja ini orang.
"E-eng-gak, kok. Biasa aja" Balas gue bohong. Gue mendengar dia menghela nafas kasar.
"Masuk ke ruanganku!" Perintahnya. Gue menurut lalu masuk ke dalam.
"Ada apa, ya?" Tanya gue.
"Duduk. Biar saya ke dapur sebentar" Jawabnya. Ini orang mau ngapain sih?
Omong-omong, ruangan Kak Sehun ini memang memiliki dapur pribadi.
Gue duduk di ruangannya. Bosen juga, sih. Gak lama, Kak Sehun datang dengan membawakan secangkir minuman hangat.
"Ini, diminum" Suruhnya.
"Ini apaan, ya?" Tanya gue.
"Jahe anget. Biar badan kamu enakkan. Kamu gak bisa bohongin aku" Jawabnya.
"Oh, gitu. Terima kasih" Balas gue.
Gue mengambil minuman itu lalu meminumnya. "Cukup membantu. Gue jadi ngerepotin lo, ya?" Tanya gue.
Dia menggeleng, "Enggak. Apapun itu, kalo buat kamu, aku gak masalah" Jawabnya.
"Bucin" Celetuk gue.
"Memang. Cuman sama kamu tapi" Balasnya. Dia terkekeh dan gue juga. Gak tau tiba-tiba gue ikutan ketawa.
"Maaf, kalo kamu sakit karena aku"
"Kenapa gara-gara lo?"
"Ya, kemarin. Kamu pasti kurang tidur"
"Enggak juga" Balas gue.
"Kamu kenapa? Mata kamu kayak habis nangis lama gitu"
"Eh? Masa?" Tanya gue balik sambil ngucek mata.
"Oh, ini kayaknya gara-gara digigit semut deh. Masa belum keliatan kempes gitu?" Ujar gue bohong.
"Ya gitu" Balasnya.
Kak Sehun yang duduk di samping gue, seketika menarik bahu gue lalu mendekatkan gue ke badannya. Dia mendekap gue, memeluk. Menyenderkan kepala gue ke dadanya.
"Gini aja terus, Na. Sampai tenang" Ujarnya.
"Maksudnya?"
"Kalo kamu butuh teman, kamu bisa cerita sama aku" Jelasnya.
"Oh"
"Kita bisa jadi kayak dulu lagi. Tapi lebih dekat" Lanjutnya.
"Udah, nanti ada yang ngeliat" Kata gue.
"Udah aku tutup semuanya. Jendela, pintu" Jawabnya.
"Kak..." Panggil gue. Kak Sehun cuman berdeham.
Gue memeluk Kak Sehun.
"Makasih" Kata gue.
"Untuk?"
"Semuanya. Maaf karena gue terlalu jahat sama lo, Kak" Jawab gue.
"Iya" Balasnya.
"Makasih, karena masih ada buat gue" Lanjut gue.
"Tandanya kamu mau mulai semuanya dari awal lagi?" Tanya Kak Sehun tiba-tiba.
"Enggak tau. Emang harus, ya?" Balas gue balik bertanya.
"Harus lah!" Balasnya.
"Lo harusnya buktiin" Celetuk gue.
"Dari dulu"
"Jangan nampar gue lagi"
"Dan kamu masih inget aja"
"Iya lah. Sampe luka gitu, tangan lo bejat banget sih"
"Maafin aku" Gue menahan tawa mendengar suara Kak Sehun ini.
"Tapi, lo ada hubungan sama Yeri, kan?" Tanya gue
"Hah? Enggak. Aku gak pernah ada hub—" Ucapannya terpotong. "Tapi lo pernah ciuman sama dia, kan?" Potong gue.
"Kamu salah paham, Na. Itu bukan aku yang mulai. Yeri, dia tiba-tiba cium pipi aku" Jawabnya.
"Apa iya?" Tanya gue.
Dia mengangguk, "Serius, Na. Aku gak bohong" Katanya dengan wajah serius dan membuat gue yakin dia gak bohong. Gue juga tau sifatnya Yeri seperti apa dan Kak Sehun kayak gimana.
Hening.
"Gue sadar, gue sayang lo" Kata gue memecah keheningan.
"Aku selalu sayang kamu dan aku tau itu" Balasnya.
"Lebay. Padahal perempuan di dunia ini masih banyak selain gue"
"Loh? Aku kan maunya kamu"
"Tuh, kumat"
"Jadi, gimana?" Tanya Kak Sehun.
"Gak tau" Jawab gue. Sambil melepas pelukan.
Kak Sehun menggenggam tangan gue erat. "Mau ya, balikan lagi sama aku?" Katanya.
"Kita beda posisi" Balas gue.
"Backstreet ada bagusnya. Santai, Na"
"Aku sih yes, gak tau sama Mas Anang" Ujar gue.
"Punyaku emang receh banget, ya" Katanya sambil mencubit gemas pipi gue.
"Apa-apaan sih lebay. Udah ah, ntar ketahuan orang lain. Ini kantor. Kerjaan juga masih banyak" Balas gue.
"Iya-iya" Katanya.
"JADI GINI YA KALIAN?? KENAPA GAK BILANG SAMA GUE ANJIR"
Gue dan Kak Sehun menoleh, mendapati Baekhyun berdiri di dekat pintu. Kak Sehun langsung melepas genggamannya.
"Kenapa kalian gak bilang kalo kalian itu sama-sama menjalin hubungan?" Tanya Baekhyun sambil menghampiri gue dan Kak Sehun.
"Baru aja lagi. Kalo sampai ada yang tau?" Tanyanya lagi.
"Santai, Baekh. Gue juga gak peduli kalo ada yang tau" Jawab Kak Sehun.
"Santai pala lo santai. Jadi bahan gibah satu gedung lo nanti"
"Asal mulut lo gak macem-macem, beres aja kayaknya" Ujar Kak Sehun.
"Sembarangan lo"
"Kita mantan pacar, Baekh. Diem aja lo gak usah sebar-sebar doorprize. Tapi barusan..." Ujar Kak Sehun menggantung ucapannya lalu melirik gue sejenak. "...Balikan" Lanjutnya.
"Edan kamu, Bos. Sudah-sudah, semuanya gak gratis" Balas Baekhyun.
Ini gue daritadi diem aja.
"Terus?" Tanya Kak Sehun.
"Gue pengen traktiran. Biar bisa mingkem" Jawab Baekhyun.
Kenapa kantor ini yang waras menurut gue cukup minim, ya? Gue kira ini Baekhyun gak kayak begini orangnya. Hemm.