Gue terbangun dari posisi tidur gue yang gak jelas ini. Gue tidur dengan posisi tidur. Ini pegel banget gila. Gue merenggangkan tubuh gue perlahan lalu gue sadar kalo gue gak di rumah sendiri apalagi di kantor. Ini rumahnya Kak Sehun. Gue langsung tersadar. Astaga.
Gue cek ponsel dan melihat persentase batre yang tinggal sedikit dengan notifikasi panggilan tak terjawab sebanyak 80 kali. Gue yakin semua orang rumah pada khawatir. Tapi ya mau gimana lagi?
Gue menelepon Bang Yeol. Gak perlu waktu lama, terjawab.
"Halo"
"Isyana! Astaga, lo ke mana aja? Mama sama Papa khawatir, tau"
"Maaf"
"Kenapa? Katanya lo lembur? Kok belum balik?" Tanyanya.
"Gue lembur. Ini masih di kantor"
"Kenapa gak ngangkat panggilan dari tadi?"
"Gue ketiduran jam 3 pagi. Semalem, gue ada rapat panjang"
"Ya udah. Lo hari ini masuk?"
"Libur, Bang"
"Perlu dijemput?"
"Gak usah. Bisa sendiri, naik ojol"
"Oke"
Pip.
Maaf ya, Bang, Ma, Pa. Gue bohong sama kalian. Tapi gue gak mau diusir dari rumah. Gue berkaca sebentar menggunakan layar ponsel. Ini muka sama rambut gue udah macem berandal. Kusut.
"Na.." Panggil seseorang membuat gue menoleh. Kak Sehun ternyata duduk di deket gue. Tapi gue baru nyadar aja karena emang baru bangun langsung ditelpon.
Aduh ini orang emang kayaknya punya otak ditaruh di pankreas kali.
Gue diam. Lalu memasukkan ponsel ke dalam tas. Gue merapikan rambut gue dengan menyisir dan mengikat cepol biasa.
"Aku minta maaf" Katanya.
"Lebay" Balas gue.
Hening. Dia cuman ngeliatin gue.
"Gue pulang duluan. Nanti dicariin sama orang rumah" Kata gue.
"Maaf. Karena aku, kamu harus bohong"
"Tanpa adanya lo, gue udah bohongin mereka, Kak. Gak usah lebay deh" Balas gue.
Kak Sehun berdiri di hadapan gue. "Kamu udah tau semuanya?" Tanyanya.
"Tentang?" Balas gue balik bertanya.
"Aku berharap, kamu tetap di sisi aku" Jawabnya. Gue mendengus sebal.
"Kak, lo emang sekarang jadi lebay gini, ya?" Tanya gue bergurau.
"Na, tapi ini aku serius"
"Segera gue kirim surat mengundurkan diri ke perusahaan lo, Kak" Kata gue lalu melangkah menjauh. Baru beberapa langkah, Kak Sehun sudah berucap.
"Jangan pergi lagi, Na. Tolong"
Gue tau dia semalem kayak gimana. Berkali-kali nyuruh gue jangan pergi.
"Lupain masa lalu, Na. Kita bangun yang baru. Aku yakin, aku bisa jadi lebih baik"
"Gak begini caranya, Kak" Balas gue sambil membalikkan badan. "Kalo lo mau balikan, buktiin kalo lo emang udah berubah. Bukannya malah nyusahin gue!"
"Aku pasti buktiin, Na!"
"Ditunggu" Kata gue lalu keluar rumah ini.
🐺🐺🐺
Gue yang baru sampai depan rumah, harus diam untuk mempersiapkan nyali buat berbicara di depan orang rumah. Gue melangkahkan kaki lalu masuk. Mendapati Papa lagi baca koran dan Mama nonton TV.
"Permisi" Kata gue lalu semuanya menoleh.
"Baru ingat rumah?" Tanya Papa dengan nada sindiran. Gue yakin, Papa pasti begini.
"Heh, Pa! Jangan begitu. Isyana pasti capek, habis kerja semalaman" Ujar Mama membela gue.
"Habisnya, kerja mulu gak ingat rumah. Harusnya dia tetap mengutamakan keluarganya daripada uang. Lagian, ngejar uang juga mau buat siapa?" Papa masih berbicara. Sedangkan gue masih berdiri diam.
"Pa..." Balas Mama lirih.
"Dia perempuan, Ma. Kita harusnya jagain dia, perhatiin dia. Kalau caranya begini, tetangga ngomongin kita di belakang, kamu mau? Enggak, kan? Lebih baik Isyana keluar dari kantor itu daripada tersiksa begini" Ujar Papa lagi.
"Perusahaan tempat Isyana bekerja itu perusahaan besar, Pa. Maklumi saja" Balas Mama lagi masih membela gue.
"Ya, tapi—" Ucapan Papa terpotong.
"Pa, Ma. Maaf. Aku capek" Ujar gue memotong ucapan Papa. Gue melangkah ke kamar. Capek bener. Pas sampe tangga, gue mendengar Papa dan Mama saling berdebat lagi.
"Baru sekali lembur aja udah diginiin. Mungkin, selanjutnya juga Isyana pasti masih ada jam lembur dan Isyana terpaksa pulang jam segini. Perusahaan tempat Isyana bekerja itu memang besar. Kinerja staff pasti harus maksimal" Ujar Mama masih membela gue.
Gue merasa bersalah. Karena sebenernya gue bohong sama mereka. Maaf ya, Ma, Pa.
Gue masuk ke dalam kamar dan menangis.