15

1.6K 224 22
                                    


"Tolong jangan ikut campur. Ini bukan urusan Bapak."

Pria itu berdecih, sudut bibirnya terangkat. Sementara itu, Sohyun enggan membuka matanya yang masih terpejam.

"Tidak puas kamu dapat pukulan dari saya?"

Hanbin menegakkan bahunya, membuang muka dan berlagak dengan 'sedikit berani'. Dadanya terlihat naik turun, mengatur napas atau malah menahan emosi. Tidak ada yang tahu, kecuali dirinya dan seseorang berpostur tinggi yang kini ia hadapi. Mungkin pria di depannya itu sudah menerka-nerka tentang apa yang Hanbin rasakan pada saat yang sama.

"Saya tidak berkeinginan untuk melawan Bapak. Namun, jika Bapak mempersilakan saya berbicara sebentar dengan Sohyun, saya jamin, masalahnya akan segera berakhir."

"Bukankah kemarin malam saya sudah kasih kamu kesempatan? Tetapi apa? Kamu malah membuat gadis ini sakit hati."

Hanbin mengacak rambutnya dengan sebelah tangan berkacak pinggang. Bodoh? Iya, mungkin lelaki itu terbilang bodoh. Tetapi, kalau bukan gara-gara Bobby yang mendadak muncul bersama teman-temannya, rencana Hanbin malam itu tidak akan gagal total dan malah memunculkan kesalahpahaman di mata orang-orang.

Baiklah, sepertinya belum saat yang tepat bagi Hanbin menguraikan penjelasannya pada Sohyun. Ia terlalu terburu-buru. Mungkin lebih baik membiarkan Sohyun tenang dulu, baru dia beraksi.

Tanpa basa-basi lagi, Hanbin pergi dengan mulut terkunci.

Sohyun yang menyadari adanya keheningan, perlahan membuka mata. Kosong. Kehadiran lelaki yang ia panggil kakak itu telah lenyap. Ia pun dapat bernapas longgar.

"Sudah main petak umpetnya?"

Sohyun agak mendongak dan disanalah pandangannya bertemu dengan si penyelamat.

Tak Sohyun sangka, ia melihat sebuah senyum merekah. Bermimpi? Tidak, Sohyun yakin kesadarannya terjaga.

"Apa kau pikir, kau sedang bertemu malaikat?"

Sohyun mengerjapkan matanya, 'apa arti pertanyaan tersebut?'

"Beruntunglah kau hari ini, Kim Sohyun. Jika aku tidak datang, pasti kau akan benar-benar bertemu malaikat."

"Malaikat pencabut nyawa." Ucap lelaki itu sekali lagi.

***

"Sohyun?"

Panggilan itu menyertai langkah gugup seorang gadis berkuncir satu yang berusaha mengartikan tatapan orang-orang padanya. Mengerikan, telinganya memfilter omongan-omongan yang sungguh tak bisa ia lumat. Terlalu kasar dan menusuk.

"Sohyun, berhenti! Gue mau ngomong sama lo!"

Chaeyoung mengejar di belakangnya, namun gadis itu malah semakin mempercepat langkahnya. Hingga, ketika sampai di tikungan sebuah lorong, barulah Chaeyoung berhasil menangkap lengan gadis yang ia kejar. Mencegahnya pergi lebih jauh.

"Hei! Tenangin diri lo, oke? Gue disini, nggak ada yang perlu ditakutin!"

Bukannya tenang, gadis itu semakin terisak. Air mata tak dapat lagi ia bendung. Ia pun dengan pasrah dan luluh, menyandarkan kepalanya di salah satu bahu Chaeyoung. Ia peluk erat sahabatnya tersebut seolah hanya Chaeyoung lah satu-satunya manusia yang hanya mempercayai argumennya.

"Tenang.. kita bisa bicarain ini baik-baik."

Chaeyoung pun membawa sahabatnya, Sohyun, menuju ke tempat yang lebih nyaman untuk sekadar duduk. Ia berikan tisu wajah yang ia punya supaya Sohyun mengelap air matanya dengan baik hingga kering tak bersisa.

You Are The Reason ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang