Bab 33 Anak?

36.1K 4.6K 184
                                    

"Caca mana?"
Kenan menggelengkan kepala saat pertanyaan itu datang. Dia menghempaskan tubuhnya di kursi panjang yang ada di belakang rumah. Tepatnya rumahnya Aslan,  kakak iparnya itu.

"Gak mau kemana-mana. Masih jet lag katanya. Jadi Ken gak bisa maksa."

Aslan mengernyit mendengar ucapan kenan. Lalu ikut duduk di sebelahnya.

"Dan kamu ke sini ngapain?"

Kenan tersenyum lalu menatap kakak iparnya itu.

"Mas bos cariin rumah dong. Biar bisa buka klinik dan petshop sekalian. Yang kemarin Ken tempati kiosnya kan udah dibeli sama si Rudi. Nah ini Ken mau di sini lagi."

Aslan mengangkat alisnya tapi kemudian menganggukkan kepala.

"Di cafe yang ada di Babarsari tuh sebelahnya kosong. Tadinya cuma buat tempat parkir cuma kan sekarang depan cafe juga udah cukup. Kalau mau tinggal direnovasi dikit pasti jadi."

Mata Kenan berbinar, kakak iparnya itu memang bisa diandalkan.

"Jadi Ken nyewa berapa?"

Tapi kakak iparnya itu menggelengkan kepala.

"Gak usah. Tempatin aja. Hadiah buat pernikahan kamu dan Caca."

Mendengar itu Kenan langsung tersenyum penuh haru. Aslan memang sudah seperti kakak kandung untuknya.

Suara dering ponsel mengagetkannya. Kenan langsung merogoh saku  celananya. Dan mengernyit melihat nama yang tertera di layar ponselnya.

"Aku mau liatin si kembar. Belajarnya udah belum. Kamu nunggu Pia aja kan?"

Kenan menganggukkan kepala menjawab Aslan yang kini sudah beranjak berdiri meninggalkannya.

"Assalamualaikum."
Kenan menjawab panggilan telepon itu.

"Waalaikumsalam. Mas Kenan."

Suara Novia terdengar lirih di ujung sana. Kenan sendiri bingung dengan telepon wanita itu.

"Mas Ken...Novia siap menikah dengan Mas Ken."

Deg

Jantung Kenan berdegup dengan kencang. Maksudnya apa?

"Novia... Ini kamu kan?"

Ada jeda lama di sana membuat Kenan resah.

"Mas Ken masih mau nerima Novia kan? Dan Novia siap hamil anak mas Ken."

Deg

Jantung Kenan berdegup kencang.

"Astaghfirullah."

Kenan beristighfar. Situasi apa ini?

"Novia,  maaf tapi aku udah menikah."

Kenan mengamati mendung yang menggelayut langit. Kenan jadi ingat Caca. Dia segera beranjak berdiri dan melangkah masuk ke dalam rumah.

"Novia juga tahu. Dan itu tidak masalah."

Jawaban Novia membuat Kenan menggelengkan kepala.

"Maaf nanti kita bicara lagi."

Kenan langsung mematikan ponselnya dan berpamitan kepada Aslan. Dia harus pulang.

*****

"Caca sakit?"

"Iya. Muntah-muntah terus. Tapi sekarang sedang tidur. Bude buatin teh hangat. "

Kenan langsung disambut budenya begitu dia pulang.

"Alhamdulilah. Ya udah Ken masuk kamar dulu ya bude. Makasih udah jagain Caca."

Budenya tersenyum bijaksana,  lalu Kenan masuk ke dalam kamar. Dimana di atas kasur Caca tertidur pulas.

Kenan melangkah perlahan lalu duduk di tepi kasur. Mengulurkan tangan lalu mengusap rambut Caca. Istrinya itu bergerak dan membuka matanya perlahan.

"Mas.."
Kenan menunduk dan mengecup kening Caca.

"Kita ke dokter ya? Kata bude kamu muntah-muntah?"

Caca menggelengkan kepala perlahan. Lalu tersenyum tipis.

"Paling kecapekan aja. Mas udah dari rumahnya Mbak Pia?"

Kenan hanya menganggukkan kepala. Dia lalu naik ke atas kasur dan kini berbaring di sebelah Caca. Merengkuh istrinya itu masuk ke dalam pelukannya.

"Beneran gak mau periksa?"

Caca kini mengerjap ke arahnya. Lalu tangan lentik itu mengusap dadanya.

"Mas..Caca takut."

Kenan mengernyit lalu menempelkan telapak tangannya di pipi Caca.

"Takut apa?"

"Takut hamil mas. Periode Caca bulan ini telat."

Kembali Kenan teringat telepon Novia tadi. Membuat Kenan tak nyaman. Dia menunduk dan mengecup bibir Caca.

"Hei.. Jangan terlalu berandai-andai. Kita pastikan saja besok. Sekarang kita tidur saja ya. Istirahat."

Caca terlihat akan memprotes tapi kemudian menganggukkan kepala dan langsung masuk ke dalam pelukannya.
Ada sesuatu yang harus mereka bicarakan. Tapi nanti.

Bersambung

Capek nih baru aja dari luar kota. Jadi segini duluyee..

MAS, RASA CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang