Pengangguran Ibu Kota

62 3 0
                                    

Saat malam dihiasi bintang gemintang
Ramai damai penuh cinta
Di bumi tinggal lah laki-laki
Bertubuh kurus, berambut keriting, jelek tampangnya

Dia selalu gusar dengan hidupnya
Karena telah menggantungkan hidup pada manusia

Dia makan jika ada uang untuk ditukarkan dengan nasi satu cemplong kecil
Ditambah lauk-pauk seadanya, itu ‘paket hemat’ kata si penjual nasi

Jika tak ada lagi uang dia terpaksa libur makan nasi, bilangnya lagi tanggal merah.
Dia teguk air jernih yang katanya dari sumber mata air pegunungan.

Untuk mengganjal perutnya yang berdemo layaknya aksi yang baru-baru ini
berjubel-jubel di Monas itu.
Dia jejalkan bakwan pada mulutya yang jarang beremu dengan pasta gigi.

Bakwan yang sudah dingin dan lembek.
Entah itu bakwan kemarin atau pagi tadi atau kemarinnya lagi.

Persetan dengan semua itu, yang penting “ bunyi krubuk-krubuk”
Dalam perutnya terobati.

“Yaaa aku ini pengangguran Ibu Kota !” ujarnya

Hidup di injak orang, dihina, dicampakkan sudah biasa baginya.
Disaat yang lain memadu kasih dengan yang dicinta
Berpelukan penuh gairah diatas motor dengan rok dan baju mini

Sesekali bajunya tersibakkan dan terlihat cangcutnya yang meledeknya
Karena dia bahkan tak mampu melakukan nya.

Ingin rasnya dia menjerit atas kesendirian dan kemalangan nya
“aku harus kuat kalau pun tidak kuat aku harus berusaha menjadi pura-pura kuat, setidaknya aku tak menjual kesedihanku pada orang lain” ujarnya

Di Ibu Kota ini, tak akan ada yang sudi mendekat pada laki-laki jelek dan kere
Jika jelek tapi dompet tebal, itu bukan bencana
Aku berani taruh, gadis ibu kota akan gampang di gait

Dan jika seperti aku ini, bertampang pas-pasan  ditambah kere ini Malapetaka namanya.
Asli ini Malapetaka.

Jakarta, 2018

Sabda SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang