3. Be Mine?

1.3K 124 47
                                    

Gara-gara Cakka. Mau tidak mau Rio harus menemui Carla saat ini. Kemarin, setelah gadis itu menerima nomornya dari Cakka, malamnya Carla langsung mengiriminya pesan melalui aplikasi whatsapp. Dan paginya, Carla meminta bertemu di cafe depan kampus. Rio sebenarnya ingin menolak. Namun dia merasa tidak enak. Percayalah, Rio ini sebenernya paling tidak tegaan terlebih terhadap seorang perempuan.

Lalu, kenapa dia tega kepada Zahra? Itu karena Rio sudah tidak menganggap Zahra sebagai seorang perempuan. Ya, buat Rio, siapapun bersikap baik padanya, maka dia akan melakukan hal yang sama, bahkan lebih. Jika sebaliknya, Rio akan menjadi sosok kejam yang tidak mempedulikan gender. So, sebenarnya sangat mudah untuk mendapatkan perhatian Rio. Tapi bukan berarti dia mudah memberikan hati.

"Carla?" Rio menyapa ragu pada sosok gadis yang duduk di dekat jendela cafe.

Carla yang semula menatap keluar jendela, seketika menoleh dengan senyum yang mengembang.

"Rio?" Carla berdiri menyalami Rio kemudian duduk lagi. Rio mengangguk, tersenyum ramah.

"Udah lama?" Rio berbasa-basi. Duduk di hadapan Carla yang kini mengggeleng. Tersenyum malu seraya menyelipkan helaian rambut panjangnya ke belakang telinga. Gerakan canggung itu, berusaha menampilkan bahwa dia adalah seorang wanita yang anggun.

"Nggak, kok."

Rio mengangguk-angguk kecil. Bingung mau bicara apalagi. Carla memang cantik, manis, cute juga. Tapi, Rio merasa tak ada getaran apapun dalam dirinya saat melihat gadis itu. Jadi, dia tidak tahu harus bersikap bagaimana saat ini. Dia tidak ingin memberikan harapan lebih pada seseorang, karena itu bukan gayanya. Beda halnya, jika Rio merasa tertarik, maka dia akan secara terang-terangan untuk melakukan pendekatan.

"Lo nggak makan?" tanya Rio. Melihat hanya ada segelas jus melon di hadapan gadis itu.

"Nggak. Masih kenyang."

Rio mengangguk lagi. Tipe cewek super jaim. Dan itu sama sekali bukan tipe cewek yang Rio suka. Karena Rio sangat suka ketika melihat kekasihnya makan dengan lahap di hadapannya. Entahlah, bagi Rio saat melihat cewek makan dengan mulut penuh itu tampak lebih menggemaskan juga cantik. Selain itu, menurut Rio, cewek yang suka makan dan tidak sok-sok an diet, itu berarti dia mencintai dirinya sendiri. Sama dirinya sendiri aja dia cinta, gimana sama pasangannya? Ya, begitulah jalan pikiran absurd Rio yang lumayan umum.

"Gue makan, ya? Nggak apa-apa, kan?" Rio mengangkat pisau dan garpunya. Yang baru saja pesanan makanannya datang.

"Iya." Carla menjawab malu-malu meminum jusnya.

"Udah nggak ada kelas?" tanya Rio setelah menyuap satu potongan steak ayamnya.

"Iya. Lo nggak keberatan, kan, gue ajak ketemu di sini."

Rio tersenyum menggeleng. "Nggak lah. Santai aja."

Carla menghela panjang. Entah kenapa rasanya daritadi dia susah sekali bernafas setiap kali melihat wajah Rio. Terlebih jika Rio tersenyum. Tubuh Carla seraya mencair dan berceceran di lantai. Grogi yang menyerang seluruh tubuhnya, benar-benar tidak bisa ia kendalikan.

"Kenal Cakka darimana?"

"Dia kakak kelas gue waktu SMA."

Rio ber-oh saja menanggapi jawaban Carla.

"Enak, lho, beneran nggak mau makan?" kata Rio lagi basa-basi. Biar suasananya nggak sunyi-sunyi amat. Soalnya Carla ini kelihatan banget salah tingkahnya.

Carla menggeleng. Dan Rio memutuskan untuk kembali menikmati makanannya.

"Di chat aja lo bawel. Ketemunya jadi pendiem gini." Rio berkomentar yang sukses membuat Carla semakin gugup dan juga malu. Mulai baper sendir dengan perhatian kecil Rio. Padahal, Rio tak ada maksud apa-apa mengatakan itu. Hanya asal mengatakan saja.

Tentang KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang