14. Pahit dan Manis

809 101 33
                                    

Selesai masak, Rio membawa satu panci kecil sup ayam dan dua piring nasi di atas nampan menuju ke dalam kamarnya. Di sana, dia melihat Ify tengah tertidur di atas ranjangnya dengan keadaan rambut gadis itu yang masih basah. Rio berjalan mendekat seraya meletakkan nampan yang ia bawa di atas nakas.

Ify masih terjaga dan tidak menyadari kehadiran Rio. Menunjukkan bahwa gadisnya benar-benar kelelahan. Jika saja Ify sudah mengisi perutnya tadi, Rio tidak akan membangunkan Ify. Maka dari itu, Rio berusaha membangunkan Ify agar gadis itu makan terlebih dahulu.

Namun, baru Rio ingin mengusap wajah Ify, ponselnya berbunyi hingga membuat Rio reflek langsung mengangkat teleponnya.

"Ha-"

"Rio hiks."

Rio mengenal suara itu. "Ada apa?" tanyanya datar.

"Bantu aku, Yo. Aku mohon, cuma kamu yang nolongin aku sekarang."

"Gue nggak bisa. Minta bantuan pacar lo aja."

"Cuma kamu yang tahu keadaan aku, Yo. Please!"

Rio berdehem lalu melihat Ify yang ternyata masih terlelap. Rio lantas berdiri dan melangkah keluar kemudian menutup pintu kamarnya dengan hati-hati agar Ify tidak terbangun. Harapan Rio terkabul karena memang tak ada sedikitpun tanda dari Ify yang hendak membuka matanya. Yah, Ify benar-benar lelah saat ini. Dan mungkin saja, dia baru bisa tidur dengan tenang dari kemarin.

Hingga satu jam berlalu, Rio belum kembali. Ify  bahkan sudah bangun dan melihat hasil masakan Rio yang mulai dingin. Ify mengedarkan pandangannya ke jendela yang mengarah ke balkon kamar. Tidak ada siapa-siapa. Membuat Ify bertanya-tanya. Kemana Rio?

"Jam sepuluh?" Pekik Ify pelan. Dia lantas bangkit. Menepuk keningnya karena bisa-bisanya dia tertdur hingga lupa waktu.

"Udah bangun, Fy?"

Ify menoleh kaget ke ambang pintu dan mendapati Agni sudah berdiri di sana. Merasa malu dan juga tidak enak, Ify berdiri canggung sambil merapikan rambutnya.

Agni terkekeh. Melihat tingkah Ify yang menurutnya lucu. "Santai aja. Lo pasti kecapean, kan?"

"Makanan lo udah dingin, ya? Gue panasin dulu deh."

"Eh nggak usah!"

Dengan segera Ify menghadang Agni yang hendak mengambil nampan berisi makanan itu. "Nggak apa-apa."

"Biar gue sendiri aja."

Agni menggeleng. "Nggak. Biar gue aja. Lo kan tamu gue di sini. Lagian Rio juga pesen sama gue buat jagain lo."

Ify meringis tidak enak. "Emang gue bayi apa di jagain." Dumel Ify berbisik pelan. Namun Agni tetap bisa mendengar hal itu.

"Rio emang gitu orangnya. Kalau udah sayang sama seseorang pasti bakal dia jaga banget." Kata Agni. Meski tidak enak karena ketahuan, tapi Ify jadi tertarik mendengar kelanjutan ucapan Agni.

"Dari luar aja kelihatan Rio tuh cuek. Tapi sebenernya dia itu lumayan perasa dan pemikir." Agni tersenyum pada Ify dengan nampan yang sudah beralih ke tangannya.

"Rio nggak pernah main-main sama ucapannya. Kalau dia udah nentuin pilihan, berarti dia udah mikirin hal itu mateng-mateng."

"Gue nggak ngerti kenapa lo tiba-tiba bilang hal ini ke gue." Ify berkata dengan ekspresi bingungnya.

Agni tertawa kecil. "Gue cuma bantu Rio, biar lo bisa lebih percaya sama dia. Buat gue juga sih sebenernya. Karena gue udah males di curhatin mulu ama dia tentang lo."

Ify menggaruk pelipisnya. Bingung harus merespon bagaimana. Karena jujur, dia tidak begitu mengenal Agni. Dan Ify termasuk orang yang cukup sulit bersosialisasi dengan orang baru.

Tentang KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang