21. Awkward

749 101 35
                                    

"Lo gila, Fy!" pekik Zahra menatap Ify yang masih terbaring. Wajah Zahra kini terlihat marah dan juga kesal pada Ify. Zahra tak bisa menggunakan akal sehatnya lagi ketika mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Alasan kenapa Ify memilih untuk melepas Rio dan membuat laki-laki itu membencinya. Zahra pikir, Ify melakukan hal itu karena ancamannya. Tapi ternyata tidak.

Zahra sungguh tidak bisa memahami apa yang sebenarnya Ify pikirkan. Apa yang membuat Ify memilih berpisah jika ternyata gadis itu tengah mengandung janin dari perbuatan kekasihnya? Jika itu terjadi pada Zahra, sudah pasti Zahra akan meminta pertanggung jawaban Rio.

Terlebih, Zahra masih ingat bagaimana tadi Ify pingsan saat dalam perjalanan pulang. Ify terlihat seperti mayat dengan wajahnya yang sangat pucat. Zahra hampir tidak bisa bernafas karena terlalu takut jika perbuatannya bisa membuat seseorang kehilangan nyawanya. Lalu, ketika dokter mengatakan kondisi Ify, Zahra merasa menjadi manusia paling jahat di dunia. Zahra memang sangat membenci Ify dulu. Sangat benci karena Ify telah membuat Rio benar-benar melupakannya. Kebencian yang cukup wajar di rasakan oleh seorang gadis akibat dari rasa cemburunya yang berlebihan. Tapi sebenci apapun Zahra pada Ify, dia masih punya hati nurani. Dia masih punya rasa iba, terlebih saat ia tahu jika Ify-

"Lo hamil, tapi kenapa lo malah minta putus? Otak lo mati atau udah nggak berfungsi lagi?"

"Bukan urusan lo juga, kan?" Balas Ify dingin.

Zahra tersenyum sinis. "Ya emang bukan urusan gue, sih. Bagus juga lo minta putus." Menatap Ify dingin yang kini wajahnya tampak sangat pucat. Zahra segera membuang wajahnya kemudian berjalan keluar ruangan. Namun tak lama Zahra kembali. Membuat Ify menaikkan sebelah alisnya.

"Gue nggak nyangka lo masih bisa bertahan dalam keadaan kayak gini." Ucap Zahra terlihat ingin peduli namun gengsi.

"Gue harus bertahan." Jawab Ify seadanya.

"Kalau ada Rio, Seenggaknya dia bisa kurangi beban lo."

Ify menggeleng pelan. "Gue nggak mau jadi beban buat dia." Jawab Ify lagi yang seolah menekankan bahwa dia tidak sedikitpun ragu akan keputusannya.

Ify menoleh, tersenyum kecil menatap Zahra yang tampak canggung berdiri di samping brankarnya. "Bukannya ini yang lo mau."

Zahra mengangguk. Terlihat sekali dia sedang menahan tangis. "Ya, sebelum gue tahu keadaan lo."

Ify tersentak kaget karena Zahra tiba-tiba mendekat dan meraih kedua tangannya. "Gue jelasin aja semua ke Rio ya Fy. Gue yakin, dia pasti punya jalan keluarnya nanti."

Ify menggeleng. "Nggak, Ra. Rio masih punya keluarga lengkap. Kehidupannya masih panjang. Dan gue nggak mau buat dia terjebak sama cewek kayak gue yang bakal jadi beban di hidup dia."

"Nggak mungkinlah, Fy. Lo nggak mungkin jadi beban buat dia. Dia cinta sama lo."

"Nggak, Ra. Gue nggak mau ngerusak hidup Rio kedepannya."

"Fy-"

"Di dunia ini, gue cuma punya Deva, adik gue. Dan gue harus bertahan hidup buat dia."

"Seenggaknya biarin Rio tanggung jawab atas apa yang udah dia perbuat sama lo." Ucap Zahra pelan. Dia lantas duduk di samping Ify. Kakinya terasa lemas.

"Ini semua salah gue. Kalau aja gue-" Zahra menutup wajahnya dengan kedua tangan. Teringat bagaimana aksi gilanya yang mencampurkan obat di minuman Rio.

"Udahlah, nggak usah di bahas. Toh semua udah terjadi. Mungkin emang jalannya udah gini. Cepat atau lambat, gue pasti juga bakal lalui hal ini."

Tentang KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang