12. Something Wrong [2]

736 99 16
                                    

Rio sengaja seusai solat subuh langsung siap-siap pergi. Menghilangkan kebiasaannya yang tidur kembali. Yah, lagipula, sejak semalam juga Rio tak bisa tidur karena terus menerka-nerka apa sebenarnya kesalahan yang ia lakukan hingga membuat Ify begitu marah padanya. Namun, Rio tetap tak mendapat kesimpulan apapun karena dia merasa tidak melakukan kesalahan. Atau berusaha menyembunyikan hal yang memicu pertengkaran mereka. Jika-pun Rio mempunyai rahasia, Rio yakin Ify tidak akan bisa mengetahui hal itu karena tidak ada satupun orang terdekat Rio tahu akan rahasia itu. Jadi, apa yang membuat Ify menghindari Rio dari kemarin?

"Kita bicara." Rio mencekal tangan Ify yang berusaha melewatinya. Ya, Rio sudah dari pagi buta menunggu Ify keluar dari kamar kosnya. Dan Rio tidak ingin usahanya berakhir sia-sia. Shilla sudah berangkat di jemput oleh Gabriel tadi. Begitu juga dengan Sivia tak bisa lepas dari sosok Alvin. Dari dua gadis itu pula Rio yakin menunggu Ify yang masih belum keluar.

"Nggak mau." Desis Ify berusaha melepaskan diri tanpa mau menoleh.

"Fy-"

"Lepas!"

"Nggak. Sebelum kamu masuk."

"Lepas, Rio. Malu." Ekor mata Ify melihat ke sekeliling dan mendapati beberapa anak kos lainnya memperhatikan mereka.

"Masuk." Pinta Rio menatap kedua bola mata Ify yang seolah tidak ingin di bantah. Raut wajah Rio yang tegas menjadi terlihat semakin serius hingga membuat Ify bungkam tak bisa melawan.

"Nggak." Balas Ify tak gentar. Mempertahankan kekeras kepalaannya.

"Oke." Rio berusaha mengalah. Meredam emosinya yang hampir meluap.

"Seenggaknya biarin aku anterin kam-"

"Nggak perlu!" sentak Ify. Berhasil melepaskan lengannya dari cengkraman Rio. Dengan sigap pula, Rio meraih kedua bahu Ify hingga kini berhadapan dengannya. Tanpa suara, keduanya saling menatap untuk beberapa detik. Rio dengan wajah kalut yang tak tahu harus berbuat apalagi. Sedangkan Ify tampak seperti manusia yang tak punya hati. Dingin dan tak tersentuh.

"Aku harus gimana?" tanya Rio. Tampak sekali wajahnya yang tengah putus asa. "Aku harus gimana buat tahu isi hati kamu tanpa kamu bilang ada apa? Hem?" Kedua mata Rio memerah. Terasa panas hingga rasanya ingin mencair.

"Aku nggak punya kekuatan buat nebak pikiran kamu, Fy. Jadi, please! Kasih tahu apa salah aku?"

Ify masih bertahan dengan wajah datarnya yang sama sekali tak tersentuh dengan ucapan Rio. Tatapan iba Rio seolah menjadi angin lalu baginya.

Rio menghela berat, tepat ketika Ify menyentak kedua tangannya untuk menjauh. Ia kemudian berjalan menyusul Ify yang hendak masuk ke dalam mobilnya.

"Bisa sendiri." Ify menepis tangan Rio yang hendak membukakan pintu untuknya. Tak ingin menambah kemarahan Ify, Rio hanya mengagguk dan berbalik untuk menuju ke kursi kemudi.

"Besar banget salahku, ya?" Gumam Rio menoleh ke arah Ify yang memalingkan wajah darinya.

"Aku harus apa biar kamu cerita, Fy?"

"Nggak ada."

"Dan kamu mau keadaan kita kayak gini terus?"

Ify diam. Gadis ini masih enggan membuka suara. Membuat Rio ingin meledak. Semakin frustasi karena otaknya benar-benar buntu sekarang.

"Fy-" Ucap Rio tertahan. Menahan emosi juga semua luapan kemarahan yang seolah ingin sekali ia ungkapkan. "Mau kamu apa, sih? Harus berapa kali aku nanya, aku harus gimana biar kamu cerita? Fy, Come on! Kamu bukan lagi anak kecil yang cuma bisa merajuk setiap kali kesel."

Tentang KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang