26. Bukan Untukmu

1.2K 111 21
                                    

"Ify piye, nang? Mampir neng rumah sakit gak tadi?"

Kemunculan Rio di dalam apartemennya langsung di sambut dengan suara medok ibu khas orang jawa tengah.

"Mboten, bu. Dia nggak mau. Minta langsung pulang aja katanya." Rio menjawab lesu. Tak bersemangat lalu merebahkan diri di atas sofa. Rio menutup wajah dengan lengan kanan kemudian memejamkan matanya. Meresapi hatinya yang kini tak bergairah. Dia sudah kehilangan Ify sejak lama. Tapi, kenapa rasanya masih saja sesakit saat Ify meninggalkannya dulu. Harusnya, Rio sudah terbiasa akan hal itu. Tapi, kenapa rasanya masih sangat sulit untuk ia terima.

"Gene awakmu?" Tanya ibu duduk. Di sofa seraya mengambil alih kepala Rio untuk di letakkan dalam pangkuannya. Membuat pening Rio sedikit terangkat.

"Enak, bu." Gumam Rio tersenyum menikmati pijitan ibu di pelipisnya.

"Ify kerja berapa lama sama kamu?" Tanya ibu tiba-tiba.

Pertanyaan yang membuat Rio harus berbohong. Tapi, entah kenapa jadi tertarik. "Belum lama sih, bu. Kenapa?"

"Jangan kasih kerjaan banyak-banyak." Jawab ibu. Kemudian pandangannya menerawang. Membayangkan sosok Ify yang baru tadi di temui ibu.  Baru dan baru satu kali bertemu, tapi entah kenapa susah bagi ibu melupakan sosok perempuan itu.

"Mesakke, ibu nek bayangke bocah wedok semono kerjo nyambi kuliah di tambah wes gak duwe wong tuo. Ati ibu rasane kok ya melu loro."

Rio menelan ludahnya. Ya, ibu saja merasa sakit melihat keadaan Ify. Bagaimana dengan dirinya yang masih sangat mencintai perempuan itu? Dan Rio tidak bisa melakukan apapun untuk membantu. Karena Ify pasti akan dengan sangat tegas menolak bantuannya.

"Bocahe ayu, pinter masak, rajin, mandiri, pekerja keras. Cuma nasibnya saja yang kurang beruntung." Ibu terus berceloteh sementara Rio menikmati rasa sesaknya sendiri.

"Coba kamu belum ada Rena, udah ibu lamar dia buat kamu."

Rio seketika menatap ibu tak percaya. Coba tolong. Rio tidak salah dengar, kan?

"Ya udah. Lamarin aja, bu."

"Sembarangan!"

Rio tertawa kecil. Supaya ibu tahunya dia sedang bercanda. Padahal kalau jujur itu dari hati terdalamnya. Hehehe

"Siapa tahu di terima, bu. Kalau Rio sendiri pasti di tolak mentah-mentah."

"Iyo bener! Ngapain nerima lamaran laki-laki yang udah ada calonnya."

"Poligami kan nggak dilarang, bu."

PLAK

Tak tanggung-tanggun Ibu memukul kencang kening Rio. Panas-panas deh.

"Ora dilarang tapi juga ora di wajibkan!"

"Bercanda, ibu. Aduh!" Rio mengusap-usap keningnya yang panas perih menjadi satu. Di tambah kepalanya juga semakin pusing. Haduh!

"Awas kowe wani-wani poligami. Tak pecat dadi anak."

Rio terkekeh lalu menggerakkan kepalanya untuk mencium pipi ibu. "Iya-iya ibu sayang. Gini-gini Rio tuh setia sama satu pasangan."

"Amin." Sahut ibu seolah tak percaya. Rio tertawa kecil. Ibu memang paling tahu siapa dirinya.

"Jare Rena, awakmu lembur terus, yo?" Rio tersenyum kecut. Rena? Nama gadis itu hampir tak pernah muncul di pikirannya akhir-akhir ini.

"Kamu iku mbok ya jangan cuek-cuek sama calon istri sendiri. Nanti kalau kabur gimana?"

"Tinggal cari lagi." Sahut Rio enteng.

Tentang KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang