27. Rindu

1.1K 119 127
                                    

Haiii

Wkwkwk tarik napas dulu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Wkwkwk tarik napas dulu.

Abis itu baca deh

Oh ya gimana kabar kaliaaan??

❤❤❤❤❤❤

Rio tak lagi mengajaknya bicara. Dan itu cukup membuat Ify lega karena tidak lagi harus berpura-pura. Tapi sialnya, mereka terjebak macet hingga perjalanan menuju apartemen Zahra semakin panjang. Ify mengeluh dalam hati akan takdir yang kini tengah mempermainkan dirinya. Apakah dia tengah menjalani hukuman karena telah membohongi laki-laki di sampingnya ini? Jika iya benar adanya, Ify memang harus menerima dengan tangan terbuka.

"Iya sayang, kenapa?"

Ify berjengkit kaget. Jantungnya berdetak tak terkendali bersamaan rasa nyeri yang menjalar di hatinya. Sekuat mungkin Ify menahan kepalanya agar tidak bergerak. Tidak ingin menyaksikan secara langsung Rio yang tengah menerima telepon dari seseorang. Tidak ingin hanyut dalam kecemburuan yang tak pantas ia rasakan. Tapi, apa daya, kepalanya sudah bergerak menoleh.

Wajah tenang dan senyum kecil Rio serta sorot mata yang menyiratkan sebuah kasih sayang, menjadi pemandangan yang menusuk hatinya. Ify segera mengalihkan penglihatannya. Dulu, tatapan itu miliknya. Tatapan yang selalu ia lihat ketika Rio menatapnya. Itu dulu, Ify! Dulu! Dan sekarang, Rio bukan lagi milikmu. Kau sendiri yang melepasnya. Jadi sekarang, berhentilah mengeluh!

"Aku abis ketemu client. Kejebak macet nih."

Ify mendengar jelas jika sekarang Rio terkekeh. Menunjukkan jika dia bahagia. Rio bahagia dan itu bukan karenanya. Rio bahagia dan itu tanpa dirinya. Jadi, sudahkah ini cukup membuat Ify sadar tentang posisinya?

"Kamu ke apart aja, ya? Di sana ada ibu. Abis ini kita ajak ibu makan malem."

Ify menggigit bibir bawahnya kuat. Mencengkeram kedua tangannya sendiri. Berusaha menyalurkan rasa sakit yang menghantam dadanya bertubi-tubi. Siapapun itu, Ify harap ada yang menolongnya dari situasi ini.

"Aku nggak ada ide." Rio tertawa kecil. Dan itu membuat Ify reflek menutup matanya. Nyeri itu semakin terasa nyata.

"Kayak biasa aja. Kamu yang tentuin di mana kita makan."

Satu tetes air mata itu akhirnya jatuh tanpa bisa Ify cegah. Dengan cepat ia menghapusnya lalu menarik nafas yang terasa berat.

"Iya sayang. Udah ya. Love you."

Rio mengakhiri panggilannya. Sedetik kemudian, ekspresi wajahnya menjadi datar. Masih fokus menyetir, Rio sama sekali tidak menggerakkan kepalanya untuk menatap Ify. Sementara Ify, dia mulai terlempar pada masa lalu yang pernah mereka lalui.

*

Rio merentangkan kedua lengannya menyambut Ify yang berjalan mendekat. Gadisnya itu baru saja keluar dari gedung fakultasnya. Sedangkan Rio sendiri sudah menunggu di depan mobilnya yang terparkir di halaman parkir kampus. Sepulang kerja, Rio langsung menjemput Ify dan mengabaikan rasa lelahnya karena seharian penuh dia bekerja. Mungkin dengan melihat wajah kekasihnya bisa membuat penat Rio sedikit teratasi. Itulah alasan kuat Rio yang ngotot menjemput Ify, meski kekasihnya sendiri memintanya untuk pulang saja dan langsung istirahat. Mendengar omelan Ify di telepon yang seperti itu justru semakin membuat Rio ingin menjemput kekasihnya. Karena apalagi? Rindu, tentu saja.

Tentang KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang