19. Tak Terduga

704 91 29
                                    

"Yo, lihat. Bagus, nggak?" Rena menunjukkan kesepuluh kuku jarinya  yang baru saja selesai di hias oleh Ify.

Rio memperthatikan kuku Rena dengan seksama. Lalu tersenyum dan meraih kedua tangan gadisnya. "Bagus." Jawab Rio setelah memberi kecupan di kedua punggung tangan Rena. Membuat gadis itu langsung memukul lengan Rio karena malu. Pasalnya, mereka masih berada di salon. Meski tak banyak orang berada di sana, tapi masih ada Ify yang tengah merapikan peralatannya.

"Ih kamu tuh bikin aku makin cinta aja."

Rio terkekeh. "Sengaja," ujarnya.

Rena menyunggingkan senyum bahagia. Lalu beralih menatap Ify yang hendak pergi dari hadapan mereka dengan satu kotak berisi peralatan yang Ify gunakan saat merawat kuku pelanggan. "Kak Ify, makasih, ya? Suka banget sama kuteknya. Lucu, rapi juga."

Ify menghentikan langkahnya, menoleh lantas mengangguk dengan senyuman. "Sama-sama. Dateng lagi, ya?"

Rena mengangguk semangat. "Tentu. Tapi harus kak Ify yang pegang kuku aku, ya? Jangan yang lain."

Ify tampak berpikir. "Boleh. Tapi kamu datengnya mesti jam segini."

"Oh iya." Rena menepuk bahu yang sedari tadi berusaha mengalihkan pandangannya dari Ify.

"Apa?"

"Kak Ify ternyata satu kampus lho sama aku. Hebat, ya? Kita bertiga bisa samaan kampusnya." Rena terkikik sendiri.

"Heem." Rio mengangguk saja seraya melihat jam di tangannya.

"Jutek banget, sih." Gerutu Rena merasa tidak enak dengan Ify akan sikap Rio.

"Maaf ya Kak. Cowok aku emang gini orangnya kelihatan cuek. Tapi aslinya perhatian banget." Jelas Rena yang hanya di tanggapi Ify dengan senyuman.

"Udah, kan? Pulang yuk, udah malem. Nanti kamu kecapean lagi." Sela Rio mengusap lembut pipi Rena. Dari pandangan mata Rio menatap gadis itu, terlihat sekali jika Rio begitu menyayangi tunangannya.

"Tuh kan perhatiannya gitu. Sayang deh sama calon suamiku ini." Seru Rena gemas mencubit dagu Rio.

"Harus dong." Tanggap Rio meraih tangan Rena lalu di ciumnya singkat. "Ayo." Rio beralih menggenggam tangan Rena, di bawanya ke depan. Menemui tante Moza untuk membayar sekaligus pamit pulang. Selama hal itu berlangsung, Rio berusaha sedikitpun untuk tidak menatap wajah Ify. Rio berusaha meyakinkan hatinya jika wanita yang dulu sangat ia cintai itu tidak berada di sana.

"Mbak Ify!" Seru salah satu pegawai  di sana juga yang baru saja dari kamar kecil. Dia kaget ketika kembali memasuki salon, mendapati Ify hampir jatuh ke lantai.

"Mbak. Mbak Ify ndak apa-apa tho?" Tanyanya khawatir.

Ify menggeleng. Berusaha tersenyum seperti biasa. "Iya. Nggak apa-apa Na, cuma kaki aku agak pegel aja rasanya jadi lemes." Di akhir Ify menyunggingkan cengirannya.

"Owalah. Pegel? Tak urut gelem ndak mbak? Mumpung salone sepi." Ratna ini memang berasal dari kampung. Dia anak lulusan SMA yang berjuang mencari nafkah di ibu kota. Ratna juga sudah bekerja hampir dua tahun lebih di salon ini. Dan menjadi teman baik Ify selama bekerja.

"Nggak deh, Na. Sakit banget kalau kamu mijit." Tolak Ify menggeleng ngeri. Pernah sekali Ratna memijit kakinya dan itu rasanya sumpah sakit sekali. Tapi memang sih keesokan harinya Ify jadi tidak merasa pegal-pegal lagi.

"Eh tapi manjur mbak."

"Pelan-pelan, ya?" Pinta Ify menawar. Tidak enak juga dia menolak kebaikan seseorang.

❤❤❤❤❤❤

"Gue denger dari nyokap, tadi Rio dateng ke salon sama tunangannya, ya?" Tanya Zahra.

Tentang KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang