22. Keegoisanku

830 115 26
                                    

Hampir saja Rio ingin memukul setirnya jika di tidak segera menguasai emosinya sendiri. Tanggapan Ify yang terdengar santai menunjukkan jika gadis itu benar-benar sudah tidak memiliki perasaan lagi padanya. Rio masih sangat ingat betul bagaimana Ify yang dulu sangat pencemburu. Membaca pesan Rio dengan beberapa teman ceweknya saja, Ify bisa mendiaminya seharian bahkan sampai menangis. Dan sekarang, Ify terlihat acuh sekali, bahkan mungkin tidak peduli. Hati Rio mencelos memikirkan hal itu. Apakah, pertemuan mereka ini hanya sekedar ujian bagi Rio yang sekarang sudah memulai hidup barunya?

Jujur saja, Rio dulu sempat merasa jengah dengan sikap kekanakan Ify. Meski tak sempat terpikir untuk mengakhiri hubungan mereka, tapi Rio sempat juga menanggapi beberapa teman cewek yang berusaha mendekatinya. Hanya Rio jadikan sebagai hiburan saat dia mulai suntuk menghadapi sikap Ify. Sebagai laki-laki normal, Rio akui, hatinya dulu masih merasa ingin bebas dan tidak di kekang. Makanya, Rio selalu was-was dan gelisah ketika Ify tiba-tiba menghindarinya. Rio takut jika Ify tahu hal yang seharusnya tidak perlu di ketahui. Katakanlah Rio brengsek, tapi untuk hati Rio benar-benar tidak bisa berpaling dari Ify, dulu.

Bahkan mungkin, sekarang. Apalagi jika menyangkut Ify, Rio hampir tidak bisa menutupi perasaannya. Hatinya selalu saja berdenyut nyeri setiap kali melihat wajah polos itu. Wajah manis dan menggemaskan yang sejak pertama sudah mampu menggetarkan hati Rio.

Rio menghela perlahan. Menghapus keinginannya yang saat ini ingin sekali menarik lengan Ify agar menoleh padanya. Karena sungguh, Rio kesal setengah mati melihat Ify yang mengabaikannya seperti ini.

"Kamu sendiri gimana sama tunanganmu itu?" tanya Rio. Sengaja ingin tahu seberapa jauh lagi Ify berbohong padanya.

"Baik."

Rio tersenyum sinis. " Udah nikah?"

"Bukan urusanmu!" Sahut Ify ketus. Tak bisa lagi menahan kekesalannya akan semua ocehan Rio.

"Belum, kan?" Rio tersenyum menoleh sambil membelokkan setirnya. "Nggak mungkin kamu seperti ini kalau udah nikah."

Ify geram. Menoleh sengit. Tangannya mencengkeram tas selempangnya kuat-kuat. "Seperti ini apa maksud kamu?"

Rio terhenyak. Menoleh dengan wajah terkejut dan khawatir. Karena Rio baru saja menyadari jika kemarahan Ify akan selalu menjadi bomerang untuk dirinya sendiri.

"Maksud aku-" Rio menelan ludahnya susah. Tak lagi bisa bicara. Kemarahan Ify memanglah kelemahannya.

"Berhenti." Kata Ify dingin. Jujur saja, Ify tak berniat meluapkan kekesalan yang sedari ia tahan. Ketidaknyamannya berada dalam satu ruangan dengan Rio sungguh sangat menyiksanya. Ify masih berusaha menahan semua itu karena dia. Tapi ucapan Rio kali ini benar-benar mengusik harga dirinya.

"Kerja keras sendiri." Rio berusaha menenangkan Ify yang sepertinya salah paham akan ucapannya. "Nggak ada yang berubah dari kamu. Cuma, aku ngelihat kamu kayak berjuang keras untuk sesuatu."

Rio melirik sebentar. Melihat bagaimana keadaan Ify setelah mendengar ucapannya. Hati Rio terusik. Meski Ify sudah terlihar lebih tenang, tapi kesenduan menghiasi wajahnya yang tanpa riasan.

"Apapun yang terjadi sama aku, bukan urusan kamu."

Rio mengangguk saja. Bukan Ify namanya jika tidak bersikap dingin padanya.

"Salah kalau aku masih peduli sama kamu?"

"Salah." Sahut Ify tanpa ragu.

"Kenapa?"

"Karena kamu nggak ada di posisi buat peduli sama aku."

"Aku punya hak buat peduli sama siapapun."

Tentang KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang