Ting-Tong...!!
"Pah, ada yang dateng tuh.." Kataku sambil tetap tiduran santai di depan tv.
"Kamu dong yang bukain..., Papah kan lagi tanggung."
"Nyusahin aja!" Tukasku.
Kuintip dari lubang pintu. Tapi aku tidak melihat siapa-siapa di depan pintu.
"Siapa, Dav?"
"Gak tau, hantu kali!" Jawabku sambil berbalik, dan...
Ting-Tong...!!
"Papah! Jangan-jangan penjahat lagi!"
"Penjahat mana ada yang bisa masuk ke dalam lingkungan perumahan ini, sayang.."
Sebal ya..!? Kenapa sih orang dewasa itu selalu merasa paling benar sendiri?!
Aku mengambil samurai punya papah. Biar pas nanti aku buka pintu -- dan dia menodongku dengan pistol atau senjata tajam, akan kutebas tangannya itu.
"Davi! Kamu ini apa-apaan?!"
"Papah mau kalo misalnya aku tewas di rumah sendiri?! Terus nanti aku masuk berita?!"
Papah meletakkan kacamatanya. Dan akhirnya dia yang mau membukakan pintu depan.
"SULPLESSEE...!!"
"Kalian berdua lagi ya!?" Mataku memelotot. Aku cubit pipi kedua bocah lucu itu. "Untung aja aku gak telepon polisi, biar kalian dipenjara!"
"Davi, kamu ini bicara apa sih?"
"Selamat malam, Mas Rico. Malam, Davi." Om Sapto memberi senyum penuh arti pada papah dan aku.
"Selamat malam, mas. Ayo, silahkan masuk."
"Ayo, kalian salim dulu sama Om Rico.." kata Om Sapto kepada kedua anaknya itu. Sandy dan Randy.
"Alo, om..." Sapa kedua bocah itu sambil bergantian mencium tangan papah.
"Sama Kakak Davi juga dong.."
"Tapi bagi es klim ya.." kata Rendy dengan logat cadelnya itu.
Sebetulnya aku itu udah kekenyangan gara-gara makan sate kambing sama lontong sampai dua porsi. Ditambah lagi nasi goreng kambing. Dan barusan aku bikin susu proteinnya papah segelas gede. Yahh, semoga aja dengan minum susu papah itu, perutku jadi kotak-kotak juga.
"Tadi habis ke rumah saudara. Dekat-dekat sini. Jadi ya, sekalian mampir."
Aku memandang curiga pada Om Sapto. Dari gelagatnya itu, seperti dia memendam rasa beneran sama papah.
"Oleh-oleh buat Kak Davinya dikasih dong, anak-anak.."
"Es klimnya mana dulu!?"
Kedua bocah itu meski bukan saudara kembar, tapi kok bisa sekompak itu ya...?!
"Gak ada. Besok aja. Udah pada tutup."
"Bohong! Tadi supelmalket masih buka!" Randy memelotot padaku.
"Dedek, kan sudah malam. Masa mau ke supermarket. Lagipula, kasihan Kak Davinya kan capek."
"Nginep aja disini. Besok aku beliin deh.." Ujarku sambil menatap papah.
"Nginep, papah!! Nginep papah...!!"
"Tapi kan kalian tidak bawa baju."
"Yaelah om, ribet amat. Suruh aja orang untuk bawain baju mereka kesini. Atau suruh tuh Pak Yus buat ambil. Daripada tuh orang gak ada kerjaan."
"Jangan. Saya tidak mau merepotkan."
Aku mendekati papah. "Itung-itung temenin si papah weekend, om. Kasian tahu si papah kalo weekend ngelamun aja sendirian."
"Davi, kamu ini..."
"Kalian mau ya nginep?! Nanti kita bikin benteng-bentengan deh di kamarku!"
"Asiikk!! Benteng yang kuat!!" Sandy melompat-lompat girang.
Baru sepuluh menit mereka berada di dalam kamarku. Tapi kamarku langsung berubah seperti kapal pecah. Semua mainan dan bonekaku diberantakkin. Handphone dan iPadku, dipencet-pencet dan nyaris saja diduduki dan terinjak.
"Kita bikin bentengnya di ruang tv aja deh! Kalian bantuin bawa bantal sama selimut tuh!"
"Oke, kapten!"
Papah dan Om Sapto lagi berbincang ringan di depan tv. Mereka agak kaget, karena ternyata aku dan kedua pengacau cilik keluar lagi dari kamar.
"Kirain sudah pada tidur." Kata Om Sapto.
"Idihhh, Om Sapto sama papah emangnya mau ngapain hayooo?!"
Kedua pria dewasa itu malah senyam-senyum malu-malu kayak kembang desa yang baru aja ketemu sama kumbang desa.
Waktu terus beranjak. Sandy dan Randy yang tadi masih cerah ceria karena kusetelkan film kartun, sekarang sudah tidur terlelap di bawah benteng yang kubuat dari tumpukkan guling dan bantal.
"Ngomong-ngomong, Davi nanti jadi melanjutkan kuliah di Jepang?" Tanya Om Sapto.
"Jadi, om. Mangkanya aku cari temen buat si papah." Aku menyengir ke Om Sapto. "Om aja deh. Mau ya, om?! Oke-oke...!?"
"Kalau masalah itu, yaa --"
"Papah sih sebenarnya tidak masalah. Karena Om Sapto itu orangnya baik, perhatian, penyayang, dan pastinya penyabar sekali."
"Hahaha, kamu bisa aja memuji saya, Mas Rico."
"Loh, itu bukan pujian. Tapi memang sebuah kenyataan kan? Buktinya saja, kamu bisa merawat dan membesarkan mereka sampai saat ini."
Ahaaiii...!!
Ini nih yang aku suka...! Kedua pria dewasa kalau ngomongnya udah pakai aku-kamu gitu, pasti deh mereka itu ada rasa satu sama lain...!
Pasti malam ini, akan terjadi pergulatan hebat dan panas sepanjang sejarah tahun ini!
Papah dan Om Sapto.
Hmmmm..., kira-kira siapa ya yang bakalan jadi topnya?
Kok aku jadi penasaran banget ya? Apa mungkin, sebaiknya aku pasang kamera pengintai di kamarnya papah ya?
Aku menggeleng. Kutepis pikiran kotorku itu jauh-jauh. Aku ikut tiduran di dekat kedua bocah itu. Kupeluk gulingku erat-erat.
Semoga aja papah dan Om Sapto beneran jadian. Karena aku tidak mau sampai papah hidup sendirian dan kesepian disini.
Aku yakin dan percaya kok, kalau Om Sapto itu orang yang sangat baik dan bisa dipercaya. Jadi, aku gak masalah kalau pada akhirnya -- papah dan Om Sapto, memang ditakdirkan untuk selalu bersama.
$$$$$$
KAMU SEDANG MEMBACA
WHEN MONEY TALKS -END-
Teen FictionDavi memutuskan untuk tidak jadi kuliah di University of Tokyo. Dan dia berencana akan memberikan Edwin surprise, dengan kuliah ditempat yang sama dengannya. Namun dia sama tidak tahu, kalau di kampus inilah -- dia bertemu lagi dengan Bintang, Faja...