Hari ke-6 di Jepang. Malam hari ini Jeongyeon dan Nayeon akan kembali ke Korea. Dan sampai siang hari ini, Jeongyeon belum mengutarakan niatnya untuk menikahi Mina pada Mina.
Setelah perbincangan seriusnya bersama Nayeon kemarin, semalaman Jeongyeon tidak bisa tidur memikirkan keputusan yang akan ia ambil. Tentunya ia harus memikirkan matang-matang atas keputusan besar yang menyangkut masa depannya ini.
"Aku akan menikahi Mina. Tapi, aku tidak mencintai Mina sama sekali. Aku mencintai wanita lain."
"S-siapa?"
"Dirimu, Nayeon. Aku mencintaimu."
Nayeon yang mendengar perkataan Jeongyeon hanya diam. Dirinya menatap Jeongyeon seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Jeongyeon, sahabatnya, baru saja menyatakan cinta padanya setelah Jeongyeon juga menyatakan bahwa ia akan menikahi Mina. 2 pernyataan Jeongyeon yang seperti bertolak belakang membuat Nayeon benar-benar tidak percaya.
"A-aku?" tanya Nayeon lagi seperti memastikan.
"Iya, Nayeon. Maafkan aku yang melanggar janji persahabatan kita. Tapi, aku tidak bisa mengelak perasaan ini lagi. Aku benar-benar mencintaimu." Nayeon berusaha mencari keraguan dari mata Jeongyeon. Namun, yang ia temukan hanyalah kesungguhan.
Nayeon memalingkan wajahnya dari Jeongyeon. Dirinya diam sejenak seperti memikirkan sesuatu, dan Jeongyeon dengan sabar memberikan Nayeon waktu untuk berpikir. Berkali-kali Nayeon menghela napas panjang sebelum akhirnya dirinya kini kembali menatap wajah Jeongyeon lekat-lekat.
"Jeongyeon, nikahi Mina. Hapus rasa cintamu padaku. Aku sudah cukup terkejut mendengar dirimu akan menikahi Mina. Kau melanggar janjimu. Tapi, aku cukup mengerti dengan alasanmu yang akan menikahi Mina. Dan untuk perasaanmu padaku, aku mohon, hapus itu. Kau sudah cukup membuatku kecewa karena melanggar janji persahabatan kita. Jangan membuatku semakin kecewa dengan dirimu menikahi Mina tapi kau malah memberikan hatimu untukku." Nayeon berbicara dengan suara bergetar.
"T-tapi, Nayeon, apakah kau tidak mencintaiku?" kini Jeongyeon yang berbicara dengan suara bergetar. Hatinya tentu begitu sakit mendengar Nayeon menyuruhnya dengan tegas untuk menghapus perasaan cintanya pada Nayeon.
"M-maaf, Jeongyeon, aku tidak mencintaimu. A-aku sudah menganggapmu sebagai saudaraku." saat mengucapkan kalimat tersebut, air mata Nayeon menetes. Begitupun dengan Jeongyeon. Hatinya begitu sakit mendengar pengakuan Nayeon. Dirinya masih berharap menemukan kebohongan di mata Nayeon. Namun sialnya, ia tidak berhasil menemukan itu.
Tangan Jeongyeon naik mengusap air mata Nayeon yang membasahi pipinya. Dengan sangat lembut, membuat Nayeon hanya bisa memejamkan matanya. Perlahan, Jeongyeon mendekatkan wajahnya ke wajah Nayeon. Dan mendaratlah sebuah kecupan lembut di kening Nayeon. Cukup lama hal itu berlangsung. Jeongyeon seperti sedang berusaha menyalurkan segala perasaan cintanya pada Nayeon melalui kecupan tersebut.
Dan saat Jeongyeon sudah menjauhkan wajahnya, mata Jeongyeon dan Nayeon kini saling manatap intens. Jeongyeon kemudian melirihkan sebuah kalimat yang sebenarnya membuat hatinya sangat sakit. "Aku tidak bisa berjanji bisa menghapus perasaan cintaku padamu. Tapi, aku berjanji akan berusaha mencintai Mina."
Sekarang, Jeongyeon sedang memantapkan hatinya untuk melamar Mina hari ini juga. Ia berencana akan membawa Mina ikut bersamanya ke Korea malam ini. Mengingat pesan ayah Mina waktu itu, Jeongyeon tentunya khawatir jika harus meninggalkan Mina sendirian di Jepang. Walaupun ia tau, ada Momo yang akan menjaga Mina. Tapi tetap saja Jeongyeon lebih merasa tenang jika Mina berada di dalam jangkauannya.
Jeongyeon keluar dari kamarnya, menuju ke lantai bawah, ruang keluarga. Disana terlihat Nayeon dan Mina yang sedang menonton film yang tidak Jeongyeon ketahui judulnya. Yang pasti, film tersebut adalah film romantis. Jeongyeon menatap kedua sahabatnya tersebut dari kejauhan. Ia menatap Nayeon dengan nanar. Namun, ia kembali mengingat janjinya pada Nayeon kemarin. Jeongyeon mengambil napas panjang sebelum akhirnya menghampiri Nayeon dan Mina.
"Hai, Oppa." sapa Mina saat Jeongyeon bergabung duduk di sofa samping Mina.
"Bagaimana kabarmu, Mina? Sudah lebih baik dengan menonton film?" tanya Jeongyeon dengan tersenyum.
"Sudah. Nayeon Unnie juga selalu menguatkan aku. Aku benar-benar terbantu dengan adanya kalian disisiku saat ini. Terima kasih, Oppa, Unnie." Mina mengucapkan terima kasihnya pada kedua sahabatnya sambil tersenyum pada Jeongyeon dan tangannya menggenggam lembut tangan Nayeon.
Jeongyeon membalas senyum Mina. Sesaat kemudian, Jeongyeon menatap Nayeon, berusaha memberikan kode bahwa dirinya akan melamar Mina saat ini. Nayeon yang mengerti hanya mengangguk dan tersenyum tipis. Nayeon pun mematikan film yang sedang diputar, membuat Mina bingung.
"Unnie, kenapa dimatikan filmnya?"
"Ada yang ingin dibicarakan oleh Jeongyeon padamu, Mina." ucap Nayeon dengan senyum tipisnya.
"Apa, Oppa?" kini Mina beralih menatap Jeongyeon, berusaha mencari jawaban.
"Mina, sebelumnya aku ingin menyampaikan bahwa sebelum daddymu meninggal, beliau telah memberikan wasiat terakhirnya padaku." Mina cukup kaget mendengar ucapan Jeongyeon. Karena ia selama ini berpikir bahwa ayahnya tidak sampai siuman setelah operasi tersebut.
"J-jadi, daddy sempat siuman setelah operasi hari itu?"
Jeongyeon mengangguk. "Ya, dan daddymu memberikan wasiatnya padaku, dan itu adalah tentangmu, tentang kita."
Mina semakin terkejut dan bingung mendengar ucapan Jeongyeon. "Apa maksud Oppa tentang kita?"
Jeongyeon terdiam sejenak sebelum menjawab, "Daddymu memintaku untuk menikahimu, Mina."
"T-tapi, k-kenapa?" terlalu banyak pertanyaan di kepala Mina sampai dirinya sendiri bingung jawaban apa yang ia butuhkan saat ini.
Jeongyeon pun dengan sabar menjelaskan semua ucapan ayah Mina pada Mina. Namun, tentunya Jeongyeon tidak mengucapkan alasan lainnya menikahi Mina karena kondisi kesehatan Mina. Ia merasa hal tersebut tidak perlu diketahui oleh Mina.
Setelah penjelasan panjang lebar dari Jeongyeon, kini Jeongyeon berlutut di hadapan Mina. Dirinya mengambil kedua tangan Mina dan menggenggamnya lembut.
"Mina, sekarang jujur padaku. Kau mencintaiku, kan?" tanya Jeongyeon sambil matanya menatap mata Mina lekat-lekat.
Mina dengan ragu menatap ke arah Nayeon. Pancaran mata Mina menunjukkan rasa bersalah pada Nayeon. Namun, Nayeon memberikan senyumannya pada Mina dan memberikan anggukan, berusaha memberi kode menyuruh Mina untuk jujur dengan perasaannya sendiri.
"Mina, jawab aku." Jeongyeon kembali berbicara saat Mina tak kunjung menjawabnya.
"I-iya, Oppa, a-aku mencintaimu." Mina menjawab dengan sangat pelan.
"Mina, saat ini memang aku belum mencintaimu. Tapi, aku sangat menyayangimu, Mina. Aku ingin melindungimu. Aku tidak mau seorangpun menyakitimu. Jadi, maukah kau menikah denganku? Maukah kau membantuku untuk mencintaimu?"
Lamaran Jeongyeon berhasil membuat Mina menitihkan air matanya. Ia tidak pernah menyangka akan dilamar oleh pria yang sejak dulu ia cintai. Walaupun Jeongyeon saat ini belum mencintainya, namun Mina yakin cintanya yang begitu besar pada Jeongyeon nantinya akan bisa membuat Jeongyeon berbalik mencintainya.
Lagi, Mina menatap Nayeon terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan Jeongyeon. Dan setelah mendapat anggukan persetujuan dari Nayeon, Mina pun menerima lamaran Jeongyeon.
"Iya, Oppa, aku bersedia menikah denganmu."
Jeongyeon tersenyum tipis. Kemudian ia mengecup lembut tangan Mina yang digenggamnya. Mina pun menarik Jeongyeon untuk berdiri dan memeluknya. Jeongyeon membalas pelukan erat Mina. Namun, tatapannya kini ke arah Nayeon. Dapat Nayeon lihat pancaran mata Jeongyeon yang menunjukkan rasa sakit. Nayeon yang menyadari itu langsung saja mengalihkan tatapannya dari Jeongyeon.
"Aku akan melakukannya sesuai yang kau inginkan, Nayeon."
Bersambung..
KAMU SEDANG MEMBACA
The Story of Us [✓]
FanfictionNaJeongMi Fanfiction Kisah persahabatan 3 anak manusia yang diuji dengan sebuah rasa bernama cinta. Akankah perasaan cinta yang timbul di antara mereka membuat hubungan mereka kuat? Atau justru, menghancurkan hubungan persahabatan itu sendiri? Gende...