(12) : Seperti Itu

20 5 1
                                    

"Mbak, mama sama papa udah pulang ?" Tanya Nitha yang baru saja sampai di rumahnya

"Iya tapi balik lagi, katanya tuan dan nyonya mau ke Bali dua minggu lagi baru balik" jelas mbak Mia

"Ngapain ?"

"Urusan bisnis non"

"Oh--mbak udah kasih tau ke mereka, Theo udah sadar ?"

"Udah non, tapi yah mereka bilang lagi sibuk banget, nanti kalau ada waktu baru mereka jengungkin Theo"

"Oh iya kalau gitu Nitha ke atas dulu"
Pamit Nitha.

********
Nitha mengusap kasar wajahnya. Nitha benar-benar bingung dengan orang tuanya, setelah kejadian beberapa hari lalu apa mereka tidak merasakan sesuatu ? Bahkan mereka melakukan kesibukan mereka seperti biasa.

Nitha mengambil obat penenangnya dan meminumnya. Setidaknya dia akan merasa lebih baik setelah ini.

Nitha mengambil handphone-nya mencari sebuah kontak disana.
Nitha memang jarang memegang handphone-nya. Terkecuali ada orang lain yang sedang menghubunginya atau sebaliknya barulah Nitha menggunakan hp-nya.

"Halo, selamat malam kak ?" Terdengar hembusan napas lega dari Nitha. Pasalnya Nitha sering menghubungi orang ini tapi selalu saja sibuk bahkan kadang tidak aktif.

"Nitha, bagaimana kabar kamu ?" Jawab seseorang dari seberang telepon

"Baik, bagaimana dengan kakak ?" Tanya Nitha. Nitha sudah sangat akrab dengan orang yang di telponnya itu.

"Baik, namun yah seperti yang kamu tau, banyak hal yang harus kakak urus disini"

"Hmm.. apa saat ini Nitha mengganggu kakak ?" Tanya Nitha

"Tentu saja tidak, oh iya- apa obat mu sudah habis ? Maaf kakak tidak bisa memantau kondisimu secara langsung. Kakak juga jarang menghubungi-mu."

Nitha tertawa kecil, orang yang di telponnya itu bukan kakak kandungnya, tapi dia sudah seperti saudaranya sendiri. Lusi, lebih tepatnya Dokter Lusi. Dia lah yang selalu memantau dan mengobati kondisi Nitha terlebih mengenai phobia Nitha yang di sebabkan oleh trauma masa lalunya. Dokter Lusi termasuk dokter yang sangat terkenal dibidangnya, bahkan kinerjanya telah di akui sampai di negara-negara lain. Awalnya, Dokter Hans yang memperkenalkan Nitha dengan Dokter Lusi, meski saat pertama kali bertemu mereka terlihat canggung, namun setelah beberapa kali pertemuan untuk berkonsultasi, Nitha akhirnya terbiasa. Bahkan dokter Lusi sudah menganggap Nitha seperti adiknya karena memang dia tidak memiliki saudara. Nitha juga memanggilnya dengan sebutan 'kakak', dokter Lusi tidak keberatan. Nitha merasa memiliki kakak lagi.

"Tidak apa-apa kak, obat Nitha masih ada, baru saja Nitha meminumnya"

"Apa kau memiliki masalah akhir-akhir ini ?"

"Iya kak" Nitha tidak berani berbohong, karena Nitha tau pasti dokter Lusi akan mengetahuinya dari cara dia berbicara

"Apa ini masalah keluarga mu lagi ?"
Tanya kak Lusi

"Iya, saat ini Theo sudah sadar dari komanya. sudah berulang kali Nitha ngajak papa sama mama buat jengukkin Theo tapi mereka gak mau. Beberapa hari yang lalu juga Nitha sempat berantem besar sama mereka. Papa terus ngebelain mama, sedangkan mama terus-terus menyalahkan Nitha" Jelas Nitha

"Kakak ikut senang mendengar Theo akhirnya sadar. Tapi mendengar masalah setelah itu, kakak harap kamu bisa mengendalikan diri kamu, jangan sampai kamu banyak pikiran dan akhirnya membuat kamu stres"

"Iya kak"

"Oh iya, bagaimana dengan phobia mu apa itu masih sering mucul ?"

"Ya untuk beberapa kali, terakhir tiga atau empat hari yang lalu"

"Sebisa mungkin saat kamu melihat hal-hal yang berpotensi memunculkan phobiamu itu, kau hindari yah"

"Iya kak"

"Dan ya- beberapa minggu lagi kakak akan balik ke Indonesia. Kakak akan mengabari mu ! jaga dirimu baik-baik!  Kakak mungkin akan jarang menghubungimu setelah ini. Jangan terlalu banyak pikiran, kakak gak mau adik kakak jadi orang gila. Haha haha"

"Ih iya iya. Kakak di sana juga jaga diri. Selamat malam"

"Iya selamat malam"

Nitha merasa lega setelah berbicara dengan dokter Lusi yang telah dianggapnya seperti kakak sendiri. Dokter Lusi tergolong dalam Dokter muda. Usianya baru dua puluh tujuh tahun. Hebat bukan ?. Bahkan Nitha sangat mengagumi dokter Lusi dan pernah berpikir untuk memiliki cita-cita menjadi seperti dokter Lusi. Namun niat nya itu di urungkan,
Nitha bahkan tidak tau apakah masa depan masih ada padanya dengan melihat kehidupannya yang sekarang ini. Miris, semuanya penuh dengan kepura-puraan. Nitha harus memaksakan senyumannya kepada orang lain bahkan kepada dirinya sendiri hanya untuk menguatkan dirinya agar tidak menyerah.

Jika di pikir-pikir Nitha saat ini merasa sudah sangat lelah akan hidupnya. Setiap pagi Nitha pergi kesekolah, beraktifitas menggunakan topeng kebahagiananya, kembali kerumah berharap orang tuanya akan menyambutnya, mereka akan pergi menjenguk Theo bersama-sama. Kenyataanya itu hanya dalam bayangan Nitha dan hanya Nitha yang perduli pada Theo. Pada malam harinya Nitha menangis bahkan Nitha sampai tidak mengerti mengapa air matanya mengalir---termenung---kembali lagi menangis, merindukan kakaknya Thany, sahabatnya Vera. Bohong jika Nitha tidak merindukan mereka. Disaat yang bersamaan ia menertawakan dirinya sendiri yang sangat menyedihkan ini. menertawakan dirinya yang mencintai orang lain yang tidak seharusnya. Saat akan terlelap Nitha harus membuat mimpi-mimpinya sendiri, bayangan akan hidup dalam keluarganya yang penuh kebahagiaan dan kehangatan. Memiliki teman-teman yang selalu ada untuknya dan memiliki seseorang yang mencintainya.

Nitha menghembuskan napasnya dengan kasar. Ia sudah meminum obat penenangnya tapi tetap saja dia merasa gelisah.

Jam sudah menunjukkan pukul 7 malam.

Nitha memutuskan untuk keluar rumah sebentar.

Berjalan-jalan menyapa angin malam sepertinya tidak terlalu buruk.

{To be continued}•

It's About HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang