[20] Mana yang Benar dan Mana yang Salah???

1K 214 129
                                    

"Tapi kita tahu itu semua tidak benar,"

Ucapan Sejeong lirih, hampir tak terdengar. Tapi cukup membuat Daniel membeku.

"You do love me, platonically, as friend, you can't look at me in a different way,"

"I always know, Kang Daniel," Sejeong terus menceracau sambil terisak, jadi Daniel menggenggam pergelangan tangan perempuan itu dan mengajaknya pergi. Setidaknya menjauh dari keramaian.

Dari tadi mereka berpelukan di koridor ngomong-ngomong. Banyak orang yang melihat.

...



Daniel menghela napas panjang. Sedari tadi mereka hanya diam, duduk di bangku panjang dekat gedung lab yang sudah tidak digunakan, tanpa ada yang berbicara.

Bahkan hari sudah beranjak sore, sebentar lagi matahari akan benar-benar tenggelam. Mahasiswa-mahasiswa lain pasti sudah pulang ke tempat masing-masing, kecuali yang memang masih ada keperluan.

Sejeong sudah tidak menangis. Tapi pandangannya kosong menatap kejauhan. Entah apa yang dia pikirkan.

Dia sudah mengacaukan segalanya, tapi setidaknya dia harus menyelesaikan yang ini dulu.

"Sejak kapan?" Daniel membuka suara.

"Entahlah," Sejeong mengedikkan bahu.

"Aku pikir malah perasaanmu tidak pernah berubah, tetap sama seperti dulu, sama seperti kita saat sekolah,"

Daniel terpaku, terdiam, terkejut karena perempuan ini ternyata tahu rahasia terbesarnya. Bagaimanapun dia juga  merasa bersalah telah membohongi perempuan itu selama ini.

Tapi dia benar-benar tidak mengerti. "Kenapa kamu menangis,"

"Aku juga tidak tahu," Sejeong menyipitkan matanya. Tidak dapat dipungkiri matanya terasa panas karena dia menangis terlalu keras tadi.

"Mungkin aku hanya merasa kecewa, setelah selama ini, aku tidak bisa membuatmu menyukaiku,"

Mata Daniel membulat. "Aku --- aku tidak tahu kau berpikir seperti itu terhadapku,"

"Memang tidak,"

Bagaimana? Jadi bingung. 🤔😐

Daniel mengerutkan alis. "Maaf tapi aku nggak faham,"

Sejeong menarik napas panjang. Menyingkirkan beban berat yang menghimpit dadanya. Cepat atau lambat harus ada yang melakukan ini. "Like, you know, you are my biggest lucky ever, kau baik, dan sempurna,"

"Tapi kamu bukan buat aku, aku juga bukan buat kamu,"

"Sekuat-kuatnya aku berusaha suka sama kamu, aku nggak bisa, I'm not you're belongs to, just that, aku tahu kau juga merasakan hal yang sama," Sejeong menghela napas, menjeda kalimatnya, perlahan melepas cincin yang tersemat di jari manis tangan kanannya, "You deserve a whole world, Kang Daniel, it's just . . . . not me,"

Sejeong mengulurkan cincin itu ke genggaman Kang Daniel yang masih membeku. 

"Ini . . . . kita benar-benar putus?" tanya Daniel pelan. Kepalanya menunduk dalam, menatap cincin yang diberikan Sejeong.

Sejeong menarik napas panjang. "Iya," 

Itu hanya satu kalimat singkat. Tapi meninggalkan efek yang sangat kuat, dada Sejeong yang semula seperti terhimpit beban berat terasa sangat ringan sekarang. 

Baby's Day OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang