26

3.7K 65 40
                                    

Anin baru saja selesai dengan makannya, ia berjalan menuju kamarnya hingga sebuah panggilan yang berasal dari ponselnya menghentikan kegiatan yang ia lakukan.

Yuriva...

Perasaan tak enak sudah menyelimuti diri Anin. "Apa sesuatu telah terjadi?" Anin menerima panggilan itu dan menempelkan ponselnya ke telinganya. "Ka Anin.." Aku menemukan nada khawatir disana.

"Kenapa Yur?" Tanyaku dengan sedikit ragu. "Ka Boby.."

"Boby kenapa?"

"Ka Boby udah sadar.."

*****

Michelle memukul keras bahu Boby yang disambut tawa khas Boby sambil meringis sakit. Sementara itu semua orang yang disana tengah tertawa karena berhasil membuat Michelle khawatir begitu hebatnya.

"Sakit" Boby menahan tangan Michelle yang terus memukulnya. "Jahat!!!" Michelle menubrukkan badannya ke tubuh Boby. Boby tersenyum memeluk sambil mengelus bagian belakang kepala Michelle. "Aku ga akan ninggalin kamu" Pelukan Michelle makin erat. Boby melihat ke sekeliling. "Aku baru sadar. Ga ada...."

"Anin nyiapin pernikahan Papa sama Bunda Naomi" Ujar Shani yang sudah mengerti arah pembicaraan Boby. "Kamu ga ikut Shan?" Shani menggeleng. "Kata Papa mending gw fokus sama kuliah disini. Lagian.. Aneh juga gw denger lu pake aku kamu"

"Ah iya. Salah ya. Sorry sorry agak lupa lupa dikit"

"Its fine Bob"

"Jadi tinggal seminggu Boby disini?" Tanya Gracia pada Elaine. "Bisa kurang, bisa lebih" Jawab Elaine sambil meraih jasnya. "Yaudah. Aku tinggal dulu"

"Ini ga mau lepas nih Syel?" Michelle menggeleng sambil tetap memeluk erat Boby. "Udah biarin aja disana. Btw laper ga Bob? Gw mau ke minimarket dulu"

"Boleh deh Gre"

Gracia mengangguk kemudian menarik pergi Shani dan Andela untuk mengikutinya.

*****

Bel sekolah telah berdering. Para siswa siswi di sekolah itu mulai bersiap untuk pulang, beberapa orang bahkan sudah berlari keluar dari dunia sekolah mereka.

Brielle, gadis berusia 15 tahun tengah merapikan buku buku sekolahnya, sementara seseorang telah menunggunya di depan pintu kelasnya. "Brielle"

"Bentar Ji"

Brielle segera bergegas menggendong tasnya dan berjalan menuju seseorang yang menunggunya daritadi. Azizi, bocah 15 tahun yang memiliki wajah terbilang cukup menarik bagi para teman teman sekelasnya diimbangi pula tubuhnya yang tinggi serta badan yang tegap dan ideal itu. Mustahil jika Brielle yang merupakan sahabat sejak kecil Azizi itu tak tertarik padanya.

Sayangnya, mungkin perasaannya itu tidak berbalas. Karena sifat kekanak-kanakan Azizi yang sukar ditoleran kadang membuat Brielle maupun Lala -kakaknya- memilih untuk pergi mengabaikannya. Tapi beberapa minggu ini, Azizi sedikit lebih dewasa bahkan membuat Brielle heran.

"Mau mampir ke rumah?" Tawar Azizi pada Brielle. Brielle mengiyakan dengan mudahnya. "Mumpung lagi gabut juga sih"

"Sip deh. Gw punya film bagus di rumah"

"Awas aja kalo horror!"

"Tau aja!"

"Ogah!!!" Brielle menolak sambil menatap tajam ke Azizi. Azizi bukannya takut, ia malah menarik tangan Brielle menuju mobil jemputan mereka. "Azizi!!!!"

*****

Sesampainya di rumah Azizi. Ia membuka pintu. "Mah! Pah!!" Teriak Azizi tapi tak ada jawaban sama sekali. "Lagi pada pergi apa ya"

Trip 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang