24

3.1K 55 3
                                    

"Ci, Boby masih bisa sadarkan?"

"Itu semua tergantung tubuh Boby sendiri Syel. Cici cuma bisa bantu sedikit. Sisanya tergantung tubuh Boby" Michelle mendesah lemah. Ia berjalan keluar ruangan. Ingin rasanya ia berteriak kesal. Tapi ia menahannya. Ia mencengkram erat pinggiran balkon sambil matanya terpejam menahan tangisan yang akan keluar dari matanya.

Beberapa hari adalah tahun baru. Hari dimana yang biasanya ia tunggu entah bersama siapa. Ia selalu menyempatkan waktu untuk merayakannya tapi, tahun baru kemarin membuatnya memilih untuk berdiam diri di dalam ruangan walau sesekali ia melirik kearah luar melihat letupan kembang api yang menghiasi langit malam itu. Sambil terus berdoa.

Orang yang ia genggam tangannya saat itu terbangun dari tidur panjangnya.

ANIN POV

Aku membuka pintu kamar ini melihat beberapa orang telah tertidur. Tapi terlihat pintu balkon sedikit terbuka dengan seorang gadis yang berada disana. Aku menoleh mencari siapa yang kira kira berada disana. Sampai aku mengerti bahwa hanya Michelle yang tak berada di dalam sini.

Aku menutup pintu kamar ini dan berjalan perlahan menuju balkon. Saat aku buka pintu balkon itu Michelle seperti mengusap airmata di pipinya cepat. "Hey"

"Udah pulang?"

Aku tersenyum. Terdengar jelas dari suaranya dia baru saja menangis. "Mau jalan jalan malem?"

"Dingin"

"Makanya jangan pake begitu"

"Sisa ini bajunya" Aku menggeleng mendengar pernyataannya itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sisa ini bajunya" Aku menggeleng mendengar pernyataannya itu. Lalu membuka jaketku dan memberikan kepadanya. "Udah ayuk"

"Kamu gimana?"

"Kalo dingin. Tinggal meluk kamu"

"Modus" Aku terkekeh kemudian meraih tangannya. "Yuk" Aku mulai menarik tangannya dan masuk kembali ke kamar. Suasana di rumah sakit ini seakan begitu mencekam. Michelle memeluk tangan kananku erat. "Aku yang penakut tapi kenapa kamu yang meluk aku sih" Ia terkekeh. Kemudian mulai berjalan lebih cepat hingga menuju pintu keluar rumah sakit ini.

Suasana gelap kota Osaka ini begitu indah dengan lampu lampu jalan di setiap sudut kota. Beberapa orang masih lalu lalang di lewat kesana kemari dengan kesibukan mereka masing masing. "Mau kemana?"

"Aku juga ga tau mau kemana"

"Makan?"

"Ayuk" Aku menyanggupi kemauan Michelle dan berjalan mencari tempat makan yang cocok untuk malam ini. "Takoyaki?" Michelle mengangguk setuju. Kemudian aku berjalan membeli 2 porsi takoyaki.

Setelah membayar dengan sisa uangku.

Ya sisa uangku...

Aku memberikannya pada Michelle. "Minum?"

"Aku ga seret kok"

Michelle tertawa. Ia menuju ke salah satu vending manchine dan meraih dua minuman dan memberikannya satu kepadaku. "Bilang aja kalo uangnya habis tuh" Aku terkekeh. "Ia belom ngambil aja nih"

"Duduk sana yuk" Aku mengangguk dna mengikutinya duduk di salah satu kursi sambil memadang kota yang dipenuhi lampu lampu. "Makasih ya"

"Buat?"

"Selalu bikin aku seneng" Michelle kembali mengunyah takoyaki itu setelah mengucapkan kata kata yang membuatku ikut senang. "Aku juga seneng kalo kamu seneng"

"Bucin"

"Ish" Aku mencubit lengannya. Ia berteriak kesakitan sambil menampar tanganku. "Kamu make begitu bikin pengen tau gak.."

"Kamu mah aku ga ngapa ngapain juga kepengen" Ia mendorong kepalaku dengan jarinya. "Toilet disitu yuk"

"Apasih engga ah"

"Syeellll"

"Engga ada ya! Udah aku duga pasti ujungnya begini" Ia menatapku kesal sambil tangannya mengepal seakan ingin menghajarku. "Yah"

"Gausah berharap. Habisin itu takoyaki. Kita jalan jalan lagi" Aku merengut kesal kemudian memasukkan takoyaki terakhir ke dalam mulutku. Hari semakin malam. Suasana kota ini semakin sepi. Saat ini pukul 2 pagi. "Mau kemana?"

"Kamu yang ngajakin jalan kok kamu yang nanya?" Ia mendelik kearahku, aku hanya tersenyum sambil menggaruk kepalaku. "Balik yuk. Sebenernya cuma laper"

"Dasar Aninditha!" Dia mencubit lenganku pelan. Kemudian melangkah menuju Rumah Sakit. Aku berjalan mengikutinya. "Gausah marah kali"

"No" Michelle tetap berjalan lebih cepat dariku. Aku menggeleng sambil tersenyum melihat pemandangan ini. Aku berjalan lebih cepat lalu menarik tangannya hingga tubuh Michelle berputar menghadapku. "Apasih!"

Aku meraih kedua tangannya lalu menarik tubuhnya. Memeluknya erat. "Apapun yang terjadi. Kita harus nikah..." Kata kata itu terlontar begitu saja dari mulutku. Michelle hanya diam tak mengucapkan apapun bahkan tangannya juga diam tak membalas pelukanku.

Aku menghela napas mengerti dan memberi jarak antara tubuhku dan tubuhnya berusaha melihat matanya yang indah itu. "Terlalu mendadak ya?" Michelle menggeleng. Ia memeluk tubuhku erat. Sangat erat.

Aku tersenyum dalam gelapnya malam. "2 tahun lagi setelah aku lulus. Pasti" Ia mengangguk disertai suara tangisan pelan.

"Semoga Boby tetap ada disini"

******

Pagi pun tiba. Elaine orang paling sibuk disana sudah dalam posisi siap dengan jasnya. "Aku tinggal dulu ya?"

"Udah sarapan Ci?" Elaine mengangguk sambil tersenyum. "Udah kok. Makan onigiri tadi"

"Semangat bu Dokter" Elaine mengangguk. "Makasih" Yuri yang diajak bicara daritadi melambaikan tangannya. Ia meringis melihat hanya dirinya, Elaine dan juga Erika yang sudah terbangun. Padahal waktu sudah menunjukkan pukul 8 pagi. "Ka Erika"

"Hm?"

"Mau sarapan apa?"

"Bubur aja deh ya" Yuri mengangguk. "Aku ke minimarket dulu ya. Beli bubur instannya dulu" Erika mengiyakan. Ia menatap kepergian Yuri. Ia meraih ponsel di meja kanannya. Bosan, satu kata yang terlintas dipikiran Erika. Dia seorang yang sangat aktif dan tiba tiba harus melakukan aktivitas yang sangat sedikit. Bahkan ia belom diperbolehkan untuk keluar sekedar menghirup udara taman.

Udara dingin di luar belum cukup cocok dengan kondisi tubuhnya yang masih fit. Lagipula bila ia nekat keluar. Akan ada banyak orang yang memarahinya. Tidak seperti biasanya yang hanya akan ada 2 orang yaitu Ariel dan Amel.

Ia memilih untuk menekan aplikasi chatnya menelpon seseorang yang jauh disana. Layar ponselnya menampilkan nama seseorang dengan foto Amel yang tengah diciun pipinya oleh Ariel. "Haduh pagi pagi nelpon pacar temen" Gumamnya pelan.

"Halo?"

"ERIKAAAAAA" Teriakan itu cukup membuat Erika meringis sambil menjauhkan ponselnya dari telinganya. "Ini kamu kaan!?!?"

"Iya kenapasih"

"Kangenn"

"Haduh dikangenin pacar temen"

"Hish apasih" Erika tertawa cukup pelan. "Jadi udah sembuh?"

"Hari ini aku boleh pulang donk!" Terdengar nada sombong sekaligus senang disana. Erika cukup merindukan suara ini. "Gimana adik aku? Ciel"

"Loh kamu belom nelpon Ciel?"

"Belom.."

"Astaga Erika Kuswaaannn" Aku terkekeh. "Lebih kangen kamu daripada Ciel"

"Apasihh. Tapi tuh ya! Ciel lebih butuh kabar ini daripada aku tau!"

"Iya bawel. Ciel udah ditelpon kemaren sama Nanda" Amel berdecak kesal. "Hmmm 10 jam"

"Ga selingkuh sama Lala kan?"

"Eh!?"

Tbc

Trip 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang